Share

SAAT BERSAMA

last update Last Updated: 2025-07-22 09:13:09

Sore itu, setelah memastikan baby sitter pergi, Nadine berdiri di balik jendela sambil menatap wanita yang masih mondar-mandir di gerbang paviliun. Meski penampilannya lebih glamor dari terakhir kali mereka bertemu, Nadine sangat mengenali wanita itu—Raline.

Matanya membulat penuh emosi. Wajah yang sama yang pernah merenggut suaminya, yang bahkan berkonspirasi dalam kematian Elio. Nadine menutup tirai perlahan, berusaha mengatur napas yang mulai memburu.

Ponselnya bergetar. Panggilan dari Rayhan.

“Sayang, aku baru selesai rapat. Mau kutemani pemeriksaan Arsa di rumah sakit?” tanya Rayhan.

Nadine menjawab dengan nada datar, “Nggak usah, Arsa lagi tidur. Aku ada hal penting yang harus kubereskan di rumah. Nanti aku kabari.”

“Ada masalah?” Rayhan bertanya pelan, tanggap pada nada Nadine.

“Belum tentu … tapi kemungkinan iya.”

Selesai menutup telepon, Nadine langsung menghubungi security paviliun.

“Pak, minta tolong. Jangan sampai perempuan di depan gerbang itu masuk! Saya tidak izinkan dia ke sini.”

“Siap, Nyonya Nadine. Dia masih di depan gerbang. Ngotot minta ketemu Tuan Rayhan.”

“Kalau perlu, hubungi polisi,” ucap Nadine dengan ketegasan yang dulu tak pernah ia miliki.

Setelah menutup sambungan, Nadine menghela napas panjang lalu berjalan ke kamar, membuka sebuah kotak penyimpanan di bawah lemari. Ia mengeluarkan berkas-berkas lama, dokumen perceraian, surat wasiat orang tuanya, juga hasil audit utang Arvan yang sempat diselidikinya diam-diam.

Seketika tatapan Nadine mengeras. Di antara tumpukan kertas itu ada bukti transfer ke rekening atas nama Raline dari sebuah perusahaan konsultan milik Arvan, terjadi sebulan setelah kematian Elio.

Dengan hati-hati, Nadine memotret bukti itu, mengirimkan ke ponsel Rayhan.

[Kayaknya kamu perlu lihat ini. Malam ini, kita bicara.]

Tak lama, datang balasan dari Rayhan.

 [Aku akan pulang lebih cepat. Hati-hati, Sayang.]

Nadine menatap bayangan dirinya di cermin. Bukan lagi wanita rapuh yang hanya bisa menangis, seperti sebelumnya. Ia seorang wanita yang akan memperjuangkan masa depannya—dan masa depan Arsa, meski bukan anak kandung.

*

Malam itu, di ruang kerja Rayhan.

“Dia datang bukan cuma buat ganggu hubungan kita. Dia punya agenda lebih besar,” ucap Nadine sambil menunjukkan bukti-bukti di ponselnya.

Rayhan membaca dengan rahang mengeras. “Jadi bukan cuma tentang masa lalu kita.”

“Benar. Raline sudah terbiasa bermain dengan lelaki berduit. Aku yakin dia kembali bukan hanya karena kamu, tapi karena aset, nama besar. Kemungkinan lebih dari itu.”

Rayhan terdiam sejenak lalu bangkit, menggenggam tangan Nadine.

“Mulai malam ini, kita lawan dia sama-sama. Aku nggak akan biarkan dia hancurkan kita.”

Nadine mengangguk, matanya berkaca-kaca.

“Dan Arvan … dia akan segera kena batunya. Aku sudah punya pengacara yang siap membuka kembali kasus manipulasi aset pernikahanmu,” jelas Rahyan sambil memegang erat jemari tangan Nadine.

Wanita itu menarik napas dalam-dalam, untuk pertama kalinya merasa lebih kuat.

Ia pun menyahuti dengan mata berbinar. “Kali ini, bukan aku yang akan menangis. Mereka yang akan kalah.”

Rayhan mengecup kening Nadine, penuh janji tak terucap.

Malam itu, Nadine tahu, ia bukan lagi wanita yang menunggu keajaiban—tetapi wanita yang menciptakan keajaiban untuk hidupnya sendiri.

*

“Ingat baik-baik, Raline. Malam ini kamu harus berhasil!”

Suara Leonardo terus menggema dalam benak Raline saat ia berdiri diam di sudut ballroom megah, milik Prima Medical Company—perusahaan milik Rayhan. Malam itu adalah perhelatan tahunan perusahaan, dihadiri oleh jajaran direksi, para pegawai dan rekan bisnis penting.

Satu per satu tamu mulai memadati ruangan. Di antara keramaian, masuk seorang pria berpenampilan berkelas, mengenakan setelan jas hitam yang terpasang rapi di tubuh tegapnya.

Aura maskulin yang dipancarkan pria tersebut sontak mengundang tatapan dari banyak tamu, membuat detak jantung Raline semakin liar. Tangannya tanpa sadar menyentuh botol kecil yang tersembunyi di saku gaunnya.

“Aku gak punya pilihan lain,” bisiknya lirih, suara gemetar.

Sementara itu, Rayhan sedang sibuk menyapa kolega-koleganya. Meski saat ini posisinya sedang terancam dengan manuver halus dari Leonardo Ananta, pamannya yang ambisius.

“Selamat malam, Tuan Ryhan!” sapaan demi sapaan datang menghampirinya.

“Selamat malam,” jawab Rayhan sopan.

“Senang sekali bisa bertemu Anda malam ini.”

Rayhan larut dalam obrolan bisnis bersama beberapa pengusaha lainnya. Dari kejauhan, Raline hanya bisa memandangi pria itu dengan perasaan campur aduk.

Dalam hati, Raline mengutuk dirinya sendiri. Ia merasa begitu rendah, apalagi mengingat kejadian sehari sebelumnya, saat Rayhan dalam pengaruh obat bius, tiba-tiba sadar lalu meninggalkannya. Kejadian itu membuat harga dirinya diinjak-injak.

Namun ia menegakkan bahu, mencoba menyingkirkan keraguan, lalu berjalan ke arah meja minuman. Ia mengambil segelas minuman, melirik kanan kiri, kemudian secara cepat menuangkan cairan dari botol kecil tadi ke dalam gelas yang ditujukan untuk Rayhan.

Baru saja Raline berbalik hendak menghampiri pria itu, sebuah suara berat mengejutkannya dari belakang.

“Kamu nggak sedang menaruh sesuatu di minuman itu kan?”

Tubuh Raline menegang, matanya membelalak kaget saat melihat Rayhan berdiri tepat di belakangnya, mengawasi dengan tajam.

Tatapan pria itu menyipit curiga. Rayhan tadinya sedang mencari seorang kolega, tetapi malah menemukan Raline.

“T-Tuan Rayhan,” ucap Raline terbata-bata, mencoba menyembunyikan kepanikan.

“Aku bertanya, apa yang kamu masukkan ke minuman itu?” nada suara Rayhan meninggi, sarat emosi.

“Tidak … tidak ada, Pak. Saya hanya ingin mengantarkan minuman ini untuk Anda dan kunci kamar. Barangkali ingin beristirahat sejenak,” ucap Raline terburu-buru, kemudian segera menyodorkan gelas dan kunci kamar, lalu pergi dengan langkah cepat.

Rayhan mengerutkan dahi, matanya masih mengikuti Raline yang menjauh. Ia tidak pernah punya rasa benci terhadap Raline sebelumnya. Namun sejak wanita itu sering merayunya, semuanya berubah. Baginya, perempuan itu tampak murah dan licik.

“Membuat mood-ku rusak saja,” gumamnya kesal, tetap meneguk minuman yang diberikan Raline hingga tandas.

Rayhan lalu bergabung lagi dengan rekan-rekan bisnisnya, kembali larut dalam diskusi serius. Namun tak lama, rasa aneh mulai menyusup ke tubuhnya.

“Kenapa ruangan ini terasa begitu panas? AC-nya rusak ya?” keluh Louis sambil menarik kerah bajunya.

“AC-nya normal, Pak,” jawab salah satu tamu.

Rayhan hanya membalas dengan senyum kaku. Tubuhnya terasa semakin tidak nyaman—tenggorokannya kering, keringat mengucur, dan seluruh tubuhnya panas seperti terbakar. Konsentrasinya buyar, bahkan suaranya terasa berat di telinga sendiri.

Rayhan mencoba tetap tenang, tetapi gelombang panas dalam tubuhnya tak terbendung. Rasanya seakan-akan ada dorongan kuat dalam dirinya yang mendesak keluar dari ruangan.

“Mohon maaf semuanya, saya izin sebentar,” pamit Rayhan dengan senyum sopan, bergegas keluar dari ballroom.

Begitu pintu ballroom tertutup di belakangnya, Rayhan melangkah cepat menyusuri lorong hotel, melepaskan dasi dan mengumpat pelan.

“Apa yang terjadi denganku? Kenapa rasanya aku terbakar begini .…”

Ia segera menghubungi Nadine. “Buruan ke hotel. Langsung ke kamar, ada yang coba racun aku.”

“Oke, Sayang.” Hubungan telepon berakhir.

Langkah Rayhan semakin berat. Namun ia terus berjalan, menahan rasa tidak nyaman yang semakin menjadi-jadi. Ia menyeret dirinya menuju kamarnya.

Kamar khusus itu memang disediakan untuk dirinya setiap ada event perusahaan. Rayhan menggenggam erat kunci kamar sambil menelan ludah, merasa dorongan aneh dalam tubuhnya semakin sulit dikendalikan.

Namun, di tengah langkahnya yang hampir gontai, kesadaran mulai menyelinap ke pikirannya.

“Sial! Ada yang aneh dengan minuman itu. Jangan-jangan Raline …,” geramnya, sambil mengepalkan tangan dan mempercepat langkah, rasa kesal bercampur dengan kegelisahan yang terus menyergap.

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    TITIK TERANG

    Beberapa Jam Kemudian – Di Gudang KosongUdara di dalam gudang tua itu terasa lembap dan dingin. Bau besi karat, oli, dan debu memenuhi hidung. Di tengah ruangan, Nadine duduk di kursi besi, tangannya terikat di belakang. Di depannya ada seorang wanita berambut pirang dan berkacamata hitam. Ia bukan orang asing.Raline.“Apa kabar, Nadine?” tanya Raline dengan senyum sinis. “Kamu terlalu banyak berharap dari posisi yang hanya bersifat kontrak. Kamu pikir kamu siapa? Hanya pendonor. Hanya proyek sosial.”“Proyek?” Suara Nadine serak.“Iya, dong! Emang kamu, kasih ASI gratisan? Selama ini Rayhan membayar mahal setiap tetes susu yang dinikmati anaknya, di luar biaya pelunasan pengobatan kamu.” “Kau ?! Manusia macam apa kamu …?”Raline mendekat, menepuk pipinya pelan. “Aku wanita yang tahu apa yang pantas dimiliki. Dan kamu ... sayangnya bukan bagian dari dunia kami.”Kemudian Raline menyodorkan sebuah laptop. Pada layar tertera aplikasi email.“Buat surat pengunduran diri! Ketik dan kir

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KECURIGAAN RAYHAN

    Rayhan mengatupkan rahangnya. Ia menutup laptop dengan kasar, lalu bangkit berdiri."Ke mana kamu pergi, Nadine?” gumamnya penuh frustrasi.Ia berjalan mondar-mandir di ruang kerja seperti orang panik. Tak ada satu pun pesan Nadine masuk ke ponselnya. Ia mencoba menelepon, tetapi nadanya langsung tidak aktif. Bahkan kontak WhatsApp-nya pun hilang—diblokir.“Pak?” Suara Santi, sekretaris pribadi Rayhan, muncul dari balik pintu. “Semua barang Bu Nadine sudah benar-benar diambil. Rumah dinas juga sudah dikembalikan kuncinya pagi tadi.”Rayhan hanya mengangguk pelan. Ia tak sanggup menjawab.Ketika Santi keluar, Rayhan berjalan menuju kamar bayi. Arsa sedang tertidur lelap di dalam boksnya. Pria itu duduk di kursi goyang di samping anak itu, memandangi wajah mungil yang tak tahu apa-apa.“Maafin Papa, Nak,” bisiknya lirih. “Mama Nadine sudah pergi.”Tangannya mengusap lembut kepala Arsa yang penuh rambut halus. Ingatannya kembali ke malam terakhir, ke aroma tubuh Nadine, ke bisikan-bisika

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    HABISKAN MALAM

    Sebelum pintu kamar tertutup rapat, Nadine yang baru datang, buru-buru masuk. Rayhan tersenyum melihat kehadirannya. Ia menarik tangan wanita itu dengan kasar. Gerakan spontan itu membuat tubuh mereka bersamaan terempas ke atas ranjang empuk hotel bintang lima ini.Nadine meringis sejenak, bukan karena sakit semata, tetapi karena kejutan atas betapa buasnya sisi Rayhan yang baru saja dilihatnya.“Enggak bisakah kau sedikit lebih lembut?” bisik Nadine, setengah protes. Sisi kelakian Rayhan semakin tertantang karenanya.Rahyan tak menjawab. Tatapannya yang gelap penuh nafsu seakan-akan menelan semua protes dari Nadine. Tubuh Nadine dibalik dengan mudah, seolah-olah wanita itu tak lebih dari boneka di tangannya. Helaan napas Nadine tercekat ketika Rayhan membuka pahanya, memperjelas jarak di antara mereka yang semakin menguap—tak ada lagi ruang bagi logika, hanya letupan yang semakin membakar.Rayhan membungkuk, mencengkeram pinggang Nadine dengan kuat. Mata pria itu menatap wanitanya da

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    SAAT BERSAMA

    Sore itu, setelah memastikan baby sitter pergi, Nadine berdiri di balik jendela sambil menatap wanita yang masih mondar-mandir di gerbang paviliun. Meski penampilannya lebih glamor dari terakhir kali mereka bertemu, Nadine sangat mengenali wanita itu—Raline.Matanya membulat penuh emosi. Wajah yang sama yang pernah merenggut suaminya, yang bahkan berkonspirasi dalam kematian Elio. Nadine menutup tirai perlahan, berusaha mengatur napas yang mulai memburu.Ponselnya bergetar. Panggilan dari Rayhan.“Sayang, aku baru selesai rapat. Mau kutemani pemeriksaan Arsa di rumah sakit?” tanya Rayhan.Nadine menjawab dengan nada datar, “Nggak usah, Arsa lagi tidur. Aku ada hal penting yang harus kubereskan di rumah. Nanti aku kabari.”“Ada masalah?” Rayhan bertanya pelan, tanggap pada nada Nadine.“Belum tentu … tapi kemungkinan iya.”Selesai menutup telepon, Nadine langsung menghubungi security paviliun.“Pak, minta tolong. Jangan sampai perempuan di depan gerbang itu masuk! Saya tidak izinkan di

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    RALINE SAKIT

    “Ini cukup untuk memutarbalikkan kenyataan,” gumamnya sambil tersenyum sinis.Tak lama, ponselnya berdering. Tampak Leonardo sedang menghubunginya.“Sudah siap untuk konferensi pers?” tanya suara di seberang.Raline mengangguk, meski ia tahu Leonardo tak melihat itu. “Setelah ini, Nadine akan terlihat seperti wanita yang menjebak dua pria demi harta. Kita hanya perlu satu ledakan terakhir.” Leonardo tertawa pelan. “Dan saat ledakan itu terjadi, tak ada yang bisa menyelamatkannya. Apalagi ketika polisi menemukan ‘barang bukti’ di tempatnya.” **Sejak Rayhan merasa keselamatan Nadine dan Arsa terancam, ia mengajak mereka pindah ke rumah mewahnya. Keamanan mereka lebih terjamin di rumah pribadi dengan pengawasan ekstra.Nadine baru akan menyusui Arsa, ketika terdengar suara mobil berhenti di luar pagar. Interkom dari pos jaga menghubunginya."Ada kurir mencari Anda, Nyonya."Nadine segera menatap layar pengawas. Seorang kurir berdiri di depan gerbang."Amati dia! Benar kurir atau bukan

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KELUARGA TOXIC

    Rayhan menerima kiriman email dari pengirim anonim. Kali ini, bukan dokumen medis—melainkan sebuah rekaman CCTV buram, dari lorong hotel di malam yang sama yang diceritakan Nadine.Dalam rekaman itu, terlihat Arvan yang setengah mabuk berjalan sempoyongan ke sebuah kamar hotel. Tak lama, seorang wanita muncul—bergaun gelap, membawa gelas minuman. Wajahnya hanya terlihat sebagian, tetapi Rayhan mengenali gaya berjalan dan siluet rambutnya, Raline.Ia menonton video itu dengan pandangan tajam. Kemudian di video kedua, yang membuat kedua matanya hampir terlepas, tampak seorang wanita dengan penampilan berantakan keluar dari kamar yang dimasuki oleh Arvan semalam.Detik demi detik terasa menusuk hati Rayhan. Tidak hanya karena kemungkinan jebakan itu nyata—tetapi juga karena bagaimana kehidupan Nadine telah dihancurkan oleh orang yang mengaku “keluarga”.***Beberapa Hari KemudianDi ruang kerjanya, Rayhan menatap layar komputer dengan tatapan kosong. Video dari email anonim itu terus ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status