POV EZZA
🏵️🏵️🏵️
"Sebelumnya Ezza minta maaf, Om. Maaf kalau Ezza lancang. Tujuan menemui Om ke sini untuk menyampaikan apa yang Ezza rasakan saat ini," jelasku saat berada dalam ruangan Om Akbar.
"Santai aja, Nak Ezza. Katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan."
"Sebenarnya, Ezza menyukai anak Om." Aku dengan tubuh gemetar, akhirnya berhasil mengeluarkan kalimat itu.
Akan tetapi, aku merasa heran karena melihat senyuman Om Akbar, seperti mengandung makna. Beliau tidak kaget dengan pengakuanku, justru senyuman yang beliau berikan kepadaku.
"Maaf, Om ... ada yang salah dengan ucapan Ezza?" tanyaku penasaran.
"Nggak, Nak Ezza. Papa dan Mama kamu tahu tentang hal ini?" Pertanyaan Om Akbar membuatku bingung.
"Tahu, Om. Mereka juga sangat mendukung," ucapku jujur.
"Mereka pasti ngerjain kamu, nih."
"Maksudnya, Om?" Aku makin bingung.
"Om dan Tante Bella, juga orang tuamu sudah merencanakan perjodohan kamu dan Bunga sejak awal, tapi Bunga belum mengetahui rencana ini sama sekali. Om merasa kalau Bunga belum siap menerimanya karena usianya yang masih sangat belia. Om nggak mau kalau dia sampai tertekan dengan rencana ini."
"Apa, Om? Perjodohan?" Aku masih belum percaya dengan apa kudengar dari mulut Om Akbar.
"Iya, Nak Ezza. Kalian sudah dijodohkan dari dulu. Om dan papamu sudah berniat untuk mengikat persahabatan kami menjadi keluarga. Papamu ingin agar Om jadi besannya. Om sangat setuju dengan rencana itu. Oleh karena itu, Om dan Tante Bella menyetujui perjodohan kalian berdua." Jantungku berdetak tidak keruan mendengar penjelasan Om Akbar.
"Ezza masih nggak percaya dengan semua ini, Om. Terus terang, Ezza bahagia banget."
"Yang penting sekarang kamu udah tahu semuanya. Om percaya sama kamu, Om yakin kalau kamu pasti sanggup dan mampu bahagiain anak Om." Om Akbar menepuk-nepuk bahuku.
"Terima kasih karena Om mempercayai Ezza untuk menjaga dan bahagiain Bunga." Aku pun merangkul Om Akbar.
🏵️🏵️🏵️
Dua tahun kemudian tepatnya saat Bunga ulang tahun yang ketujuh belas, kami memberikan kejutan luar biasa untuknya. Kebetulan ulang tahun Bunga saat itu sengaja tidak dirayakan karena kami telah mengatur sebuah rencana.
Aku dan kedua orang tuaku juga sudah tiba di rumah Bunga. Om Akbar segera meminta kami mendengarkan sesuatu yang sangat penting. Aku melihat keheranan di wajah Bunga, dia pasti kaget dengan apa yang akan dia dengar dari Om Akbar.
"Sebelumnya, Papa ingin mengucapkan selamat ulang tahun untuk putri Papa yang paling cantik dan manis." Om Akbar membuka pembicaraan.
"Makasih, Papaku yang sangat baik," balas Bunga.
"Sebelumnya, Papa minta kamu jangan kaget, yah, Nak," lanjut Om Akbar sambil melihat ke arah Bunga.
"Kaget kenapa, Pah?" tanya Bunga tampak heran.
"Hari ini merupakan hari pertunanganmu. Papa akan menjodohkan kamu dengan anak Om Satia, Nak Ezza." Om Akbar menunjuk ke arahku.
"Lelucon apa, nih, Pah? Nggak lucu!" Bunga sontak kaget.
"Ini bukan lelucon, Nak. Ini serius," ucap Om Akbar.
"Bunga nggak suka dengan semua ini. Pantes aja Papa dan Mama tidak bersedia merayakan ulang tahun Bunga kali ini, Papa bilang ingin memberikan kejutan besar untuk Bunga. Ini namanya bukan kejutan, Pah, tapi derita." Raut wajah Om Akbar sangat terlihat jelas mengalami perubahan setelah mendengar ucapan Bunga.
"Kamu nggak boleh ngomong seperti itu, Bunga. Itu nggak sopan, Papa tidak pernah ngajarin kamu seperti itu. Kamu belum dengar penjelasan Papa, tapi kamu sudah bertindak tidak menghargai kami yang lebih tua di sini."
"Penjelasan apa yang harus Bunga dengar, Pah?"
"Perjodohan ini kami rencanakan untuk kemajuan usaha Papa, Nak." Om Akbar berbohong karena kami telah mengatur semuanya.
"Maksudnya apa, sih, Pah?” Bunga pasti tidak mengerti.
"Usaha Papa sekarang sangat dibantu oleh Om Satia. Karena kebaikan Om Satia, kita bisa seperti sekarang ini. Kamu tidak tahu, Nak, usaha Papa kemarin hampir pailit. Namun, karena bantuan Om Satia, Papa kembali berhasil memajukan usaha kita." Om Akbar masih dengan aktingnya.
"Maksudnya, Om Satia nggak ikhlas bantu Papa?"
"Bukan itu, Nak. Papa dan Om Satia udah berjanji dari dulu, kalau usaha kami udah sukses dan berkembang, maka kami akan menjodohkan anak-anak untuk mempererat hubungan, bukan sekadar teman, tapi besan."
"Kenapa harus ada janji seperti itu, Pah?"
"Papa merasa kalau kamu sudah besar, Nak. Dan sudah bisa berpikir lebih dewasa, sudah mampu menyikapi sesuatu yang ada di depan mata. Ternyata Papa salah, kamu masih tetap gadis kecil yang selalu merengek minta ini, minta itu pada Papa. Kalau Papa terlambat sedikit aja memenuhi permintaan kamu, kamu dengan mudahnya bilang Papa nggak peduli. Papa hanya minta satul hal, tapi kamu sudah menganggap Papa membawa kamu dalam penderitaan. Papa sedih, Nak. Papa malu sama keluarga Om Satia, Papa nggak tahu harus bilang apa lagi supaya kamu bisa mengerti posisi Papa." Om Akbar makin hebat dengan aktingnya untuk meluluhkan hati Bunga.
Tiba-tiba Bunga menghampiri Om Akbar lalu berlutut di depannya.
"Maafin Bunga, Pah. Bunga belum bisa melakukan yang terbaik untuk Papa dan Mama. Bunga bisanya hanya menuntut hak pada Papa dan Mama, tapi Bunga tidak bisa ngertiin perasaan kalian. Bunga benar-benar minta maaf, Bunga janji akan menuruti semua permintaan Papa, Bunga ingin menjadi anak yang berbakti pada orang tua." Usaha Om Akbar tidak sia-sia, Bunga pun luluh. Aku sangat bahagia.
"Terima kasih, Nak, karena sudah ngertiin Papa." Om Akbar memeluk Bunga.
Malam itu, aku dan Bunga resmi bertunangan. Aku menyematkan cincin di jari manisnya, begitu juga sebaliknya. Aku melihat kekesalan di wajahnya, tetapi dia berusaha untuk tetap tersenyum. Untung saja acara pertunangan kami hanya dihadiri anggota keluarga.
=======
Terima kasih udah mampir. 💛
🏵️🏵️🏵️“Aku sudah mengetahui semuanya tentang rencana Cindy dan kakaknya yang telah menjebak Pak Ezza. Mereka yang melukai Pak Ezza hingga membuatnya tidak mengingatmu.” Dika tidak tahu kalau Mas Ezza hanya berpura-pura hilang ingatan.“Maksudnya apa, Dika?” Aku tidak mengerti arah pembicaraannya.“Cindy sudah menceritakan semuanya padaku. Tapi sayang, saat itu aku lupa merekam semua pengakuannya. Sekarang, coba kami pancing kakaknya agar memberitahukan semuanya, tapi kamu harus rekam untuk dijadikan bukti. Aku tahu kalau dia sering ke rumah mertuamu menemui Pak Ezza.” Aku pun menerima saran Dika supaya Dara segera mengakui perbuatannya hingga Mas Ezza tidak perlu berpura-pura hilang ingatan lagi.“Okeh, Dika. Terima kasih atas bantuanmu.”“Iya, Bunga. Aku senang dapat membantumu.”Kami pun mengakhiri pembicaraan lalu aku menutup telepon. Aku sudah yakin untuk menjalankan apa yang Dika sarankan. Aku sangat terharu karena dia bersedia membantuku.Aku menunggu kedatangan wanita yang t
🏵️🏵️🏵️Hari ini, usia kehamilanku memasuki tujuh bulan. Aku sangat sedih karena acara syukuran diadakan di rumah orang tuaku. Tujuannya agar Mas Ezza tidak mendengar siapa ayah bayi yang ada dalam kandunganku.Aku tidak ingin Mas Ezza bingung saat mendengar namanya disebut. Ini demi kesehatannya. Kedua mertuaku tetap memberikan semangat kepadaku. Aku sangat mengerti apa yang mereka pikirkan.“Kamu yang sabar, ya, Nak. Semoga semuanya kembali seperti dulu lagi.” Mama mertua mengusap-usap perutku.“Iya, Mah. Bunga akan tetap kuat dan sabar demi kebaikan Mas Ezza.” Aku berusaha tersenyum kepadanya.Acara pun segera dimulai. Seorang ustaz yang telah Papa minta memimpin doa akan menyebutkan nama ayah bayi yang ada dalam kandunganku. Namun, tiba-tiba ustaz tersebut bertanya tentang Mas Ezza.Papa mertua memberikan penjelasan tentang keberadaan Mas Ezza. Beliau terpaksa berkata kalau Mas Ezza sedang berada di luar kota. Akhirnya, ustaz pun mengerti.“Baiklah, acara akan segera kita mulai.
🏵️🏵️🏵️Setelah beberapa hari kemudian, Mas Ezza kembali ke rumah orang tuanya. Aku tidak terima ketika Dara juga turut mendampinginya, tetapi aku hanya bisa diam demi kesehatannya. Mama mertua selalu menenangkan aku agar tetap kuat dan tegar.“Kamu tinggal di sini juga?” tanya Mas Ezza kepadaku. Dada ini terasa sesak mendengar pertanyaan itu.“Iya, Mas.” Aku berusaha tersenyum.Sebelum Mas Ezza tiba di rumah, mama mertua meminta Bi Imah memindahkan barang-barangku dari kamarnya ke kamar lain demi kebaikannya. Kami tidak ingin melihat Mas Ezza kesakitan saat ingin mencoba mengingat sesuatu.“Bunga itu adik sepupu kamu, Nak. Dia sudah Mama anggap seperti anak sendiri.” Mama mertua turut menimpali pertanyaan Mas Ezza.“Suami Bunga ke mana, Mah? Sepertinya Bunga lagi hamil, ya.” Aku hampir pingsan mendengar pertanyaan itu.“Suaminya nggak bertanggung jawab, Sayang.” Tiba-tiba Dara membuka suara. Wanita itu menyandarkan kepalanya ke bahu Mas Ezza.“Itu nggak benar, Nak. Suaminya orang ba
POV DARA 🏵️🏵️🏵️“Kamu di rumah sakit.”“Kamu siapa?” Pertanyaan itu yang kuharapkan.“Aku Dara, tunanganmu, Sayang.” Aku pun mulai menjalankan rencana.“Tunanganku? Aku siapa?”“Kamu Ezza.”Aku pun meraih tangan Ezza lalu menggenggamnya. Aku benar-benar merasakan kehangatan yang luar biasa. Aku sudah lama menantikan saat-saat ini tiba. Ternyata harapan itu kini menjadi kenyataan. Cindy tersenyum melihat ke arah kami.Tiba-tiba terdengar suara seorang ibu memanggil nama Ezza. Aku pun menoleh, ternyata dia bersama Bunga. Kedua wanita itu langsung menghampiri laki-laki yang sangat aku cintai lalu memintaku menjauh.“Sayang, kamu nggak apa-apa?” tanya ibu tersebut kepada Ezza.“Maaf, Ibu siapa?” Ezza sama sekali tidak mengenali mamanya.“Ini Mama, Sayang, dan ini istri kamu.” Wanita paruh baya itu meraih tangan istri Ezza.“Istri? Aku sudah memiliki istri? Tapi wanita itu tadi mengaku sebagai tunanganku.” Ezza menunjuk ke arahku.“Dia wanita yang selalu mengusik rumah tangga kita, Mas.
POV DARA🏵️🏵️🏵️Waktu terus berlalu, akhirnya apa yang kusembunyikan dari banyak orang tentang status pernikahanku dengan Arif, terbongkar juga. Istri pertamanya mengetahui penikahan kami.Akhirnya, terjadi pertengkakaran antara diriku dan istri pertama Arif. Beberapa orang tahu tentang statusku. Mereka tidak tahu kalau rasa putus asa yang menyelimuti hati kala itu, membuatku menerima pinangan lelaki beristri.Saat itu, aku bingung harus berbuat apa, apalagi laki-laki yang ada dalam hatiku sejak dulu, selalu menolak perasaan yang kumiliki. Oleh karena itu, aku menjadikan Arif sebagai pelarian, walaupun pernikahan itu akhirnya kandas.Kini, aku benar-benar sendiri dan memiliki kesempatan besar mencari perhatian Ezza. Aku merasa kalau takdir telah berpihak kepadaku untuk tetap kembali mendekati laki-laki tampan itu. Harapan itu sudah ada di depan mata. Ezza akan menjadi milikku.Aku akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan Ezza. Aku tidak terima dengan sikapnya yang selalu dingi
POV DARA🏵️🏵️🏵️“Kakak nggak apa-apa, kok, Dek.” Aku menutupi kekesalanku karena menurutku Cindy masih terlalu kecil untuk mengetahui masalah yang kuhadapi.“Pasti Kakak mau bilang kalau Cindy masih kecil. Iya, ‘kan?” Anak itu selalu saja mampu membuatku tertawa.“Nanti kalau kamu udah SMP, Kakak pasti cerita, deh.” Aku memberikan pengertian kepadanya.“Janji, ya. Kakak nggak boleh bohong.” Cindy terlihat serius.“Iya, Kakak janji.” Aku pun meyakinkan dirinya.Saat duduk di bangku SMA kelas dua, aku kembali mengungkapkan cinta yang tetap bersemayam dalam hati ini kepada Ezza. Seperti jawaban sebelumnya, hanya penolakan yang dia berikan kepadaku. Aku makin tidak mampu menghapus dirinya dari dalam pikiran.Cinta yang kumiliki untuk Ezza kian besar. Aku merasa telah terhipnotis oleh pesona yang dia pancarkan. Banyak teman yang memintaku untuk mundur saja, tetapi hati ini tetap ingin mendapatkan balasan perasaan darinya.“Apa, sih, yang kamu harapin, Dar? Ezza itu nggak cinta sama kamu.
🏵️🏵️🏵️Aku duduk di taman belakang rumah mertua sambil menunggu Mas Ezza pulang kantor. Entah kenapa, hati ini masih terus memikirkan pesan yang Dara kirimkan tadi pagi. Ingin rasanya memberikan pelajaran kepada wanita itu, tetapi itu tidak mungkin.Aku harus menyadari kalau sekarang dalam keadaan berbadan dua. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada janin yang ada dalam rahimku. Aku harus tetap waspada dengan apa yang akan Dara rencanakan.Aku dan Mas Ezza harus mampu memahami apa tujuan Dara sebenarnya. Mungkin saat ini, wanita itu akan lebih memiliki kesempatan untuk mendekati suamiku karena dirinya sudah resmi bercerai dengan laki-laki yang pernah menikahinya.“Kamu di sini, Sayang?” Aku terkejut mendengar suara Mas Ezza yang datang menghampiriku ke taman belakang.“Iya, Mas. Kok, kamu tahu aku di sini?”“Tahu dari Mama.” Mas Ezza melangkah lalu memilih duduk di sampingku. Seperti biasa, dia langsung mengusap perutku. “Selamat sore, Anak Papa.” Dia berbicara kepada anak kami.“Mas,
🏵️🏵️🏵️Pagi kembali menyapa dengan mentari yang sangat cerah, tetapi tidak dengan hatiku saat ini. Ketika Mas Ezza menjalankan kegiatan rutinitas kembali ke kantor, aku pun memilih duduk di depan teras rumah sambil menikmati cahaya matahari pagi.Aku membuka ponsel, melihat postingan teman-teman saat sekolah. Aku sudah sangat lama tidak bertemu mereka. Sejak menikah dengan Mas Ezza, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena kala itu, belum siap menerima status sebagai seorang istri.Betapa egoisnya diriku saat itu dan menganggap pernikahan dengan Mas Ezza sebagai penderitaan. Namun, dia tetap sabar dan ikhlas menghadapi sikap istri yang tidak menginginkan dirinya. Dia bahkan tidak pernah memaksaku untuk melakukan kewajiban sebagai istri.“Aku janji tidak akan meminta hakku ataupun menyentuhmu jika memang kamu belum bisa menerimaku sebagai suamimu.” Janji itu yang Mas Ezza ucapkan saat awal pernikahan kami.Jangankan menyentuhku, saat Mas Ezza menatapku sangat dekat saja, a
🏵️🏵️🏵️Aku tidak tahu apa yang Dika pikirkan saat ini. Dia masih tetap memperhatikan perutku. Aku sangat risi melihat pandangannya yang seperti itu. Ternyata Mas Ezza juga menyadari sikap yang Dika tunjukkan.Mas Ezza langsung meraih tanganku lalu kami akan beranjak dari tempat itu. Namun, baru satu langkah, tiba-tiba Dika memintaku dan Mas Ezza berhenti. Aku tidak mengerti apa tujuannya sebenarnya.“Tunggu, Bunga … aku ingin menyampaikan sesuatu padamu dan Pak Ezza.” Aku dan Mas Ezza terkejut mendengar permintaan Dika. Kami pun menghentikan langkah lalu melihat ke arahnya.“Ada apa?” tanyaku dengan nada kesal.“Hati-hati dengan Cindy.” Aku tidak mengerti maksud Dika.“Ada apa dengan Cindy?” Aku kembali bertanya “Dia punya rencana jahat untuk mengusik rumah tanggamu.” “Maksudnya apa, Dika?” tanya Mas Ezza tiba-tiba.“Ternyata Cindy memiliki kakak perempuan yang sudah lama menaruh hati pada Bapak.” Dika memberikan jawaban kepada Mas Ezza.“Kenapa mengatakan hal ini pada saya dan Bu