Home / Romansa / DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta / BAB 6 TAK SENGAJA MENGINTIP ( 21+)

Share

BAB 6 TAK SENGAJA MENGINTIP ( 21+)

last update Last Updated: 2025-09-02 09:42:57

Aku terus menunduk. Bibirku tak mampu menjawab setiap perkataannya. Air mataku menetes meski sudah ditahan. Beruntung, area itu tidak terlalu ramai, jadi aku tidak terlalu malu.

Aku merasa bersalah. Aku tahu maksud Papa baik. Dia hanya ingin menjaga apa yang sudah menjadi milikku.

"Maafin Erika, Pa." Aku mengangkat wajah. Menggigit sedikit bibirku untuk menahan isak. "Erika janji, akan segera menyelesaikan skripsi."

Papa menghampiriku, lalu memelukku erat. Aku bisa merasakan kasih sayangnya yang dalam lewat tangannya yang mengelus rambutku.

"Erika... Papa sayang sama kamu. Papa nggak mau, mereka menyingkirkanmu karena dianggap tidak berguna."

Aku menangis dalam pelukan Papa. Hatiku rasanya hancur dan sedikit menyesal. Saat itu, otakku benar-benar tidak bisa dipaksa belajar suatu hal yang tidak aku suka.

Sejak semester satu, aku jarang mengikuti mata kuliah dengan benar. Itu sebabnya, sekarang aku mengalami kesulitan saat menyusun skripsi.

"Erika akan berusaha biar nggak ngecewain Papa lagi. Erika minta maaf, Pa."

Aku memeluk Papa dengan erat. Saat itu, aku merasa seperti kembali pada masa kecil. Dilindungi dan disayangi dengan sepenuh hati.

Aku merasa tidak tahu terima kasih sebagai anak. Padahal, selama ini orang tuaku berjuang keras agar aku tidak perlu susah payah di masa depan.

Setelah puas menangis, Papa akhirnya melepas pelukannya. "Ya sudah, kamu lanjutkan skripsimu. Kamu hanya punya waktu dua bulan untuk ikut yudisium semester ini. Papa harap, kamu akan bawa kabar baik."

Aku mengangguk. Tapi dalam hatiku berkata,'Nggak mungkin. Nggak mungkin aku bisa lulus semester ini.'

"Papa akan lanjut memeriksa restoran yang lain." 

Setelah berpamitan, Papa mencium keningku sebentar, lalu meninggalkanku diikuti beberapa anak buahnya yang mengikutinya di belakang.

"Er... Lo baik-baik aja, kan?"

Dita menggandeng tanganku. Dari raut wajahnya aku tahu dia khawatir.

Aku mengangguk kecil, wajahku masih kusut. Aku merasa tertekan dan putus asa setelah mendengar kata-kata dari Papa.

"Gue nggak tahu harus gimana, Dit. Mungkin... gue nggak akan bisa memenuhi harapan Papa."

Dita terlihat menarik napas panjang. Ia mengusap bahuku pelan, dengan senyuman tipis. "Yang penting, Lo berusaha dulu."

Ia membawakan tas laptopku, lalu menggandeku lagi menuju tempat parkir mobil.

"Motor gue gimana, Dit?" tanyaku sambil menunggu Dita menyalakan mobilnya.

Dia membukakan pintu dari dalam sambil berkata, "Udah, masuk aja. Nanti gue antar Lo lagi buat ambil."

Aku masuk ke dalam mobil Dita, lalu meletakkan tas laptopku di jok belakang.

"Er... Lo yakin nggak, sama revisi sekarang?"

Aku mematung sebentar, lalu menggeleng pelan.

Dita menjatuhkan kepalanya ke setir mobil, lalu dengan cepat mengangkatnya lagi. Ia terlihat menahan napas, lebih tepatnya menahan emosi.

Aku melihat tangannya mengepal, sepertinya dia mau memukulku. Untung saja tidak. Ia memukul-mukul setir, terlihat sangat frustasi dalam menghadapiku.

"Astaga Erika... Apa yang lakuin selama dua tahun ini?" Nada suaranya terdengar sangat tertekan.

"Nulis fiksi..." jawabku hati-hati.

Dita mengepal tangannya lagi, lalu meremasnya di depan wajahku. "Eergghh! Lo emang ngeselin banget, Erika. Sekarang gimna caranya Lo bisa lulus semester ini?"

Aku menunduk, memasang wajah tertindas dan penuh kehancuran. Jemariku bergeser menarik rok Dita.

"Tolongin gue, Dit..." rengekku, berharap dia akan menunjukkan belas kasihnya.

"Nggak bisa!" Jawab Dita sembari membuang muka.

"Lo nggak mau bantuin gue?"

Dita menatapku dengan sorot mata frustasi, tangannya meremas setir mobil.

"Lo harus serahin diri ke Pak Jefri. Hanya itu satu-satunya cara."

Aku sungguh kaget. Nggak nyangka mendengar kata-kata ini dari mulut Dita.

"Tapi, Dit. Lo kan tahu gue nggak pernah pacaran. Gue takut, Dit. Gimana kalau Pak Jefri justru marah dan semakin mencoret skripsi gue."

Dita menggenggam tanganku, seolah ingin memberikan keyakinan. "Pak Jefri sudah setua itu tapi masih jomblo. Gue yakin dia pasti butuh seseorang untuk memuaskan dirinya." Ia menarik napas sebentar. "Erika... Cuma ini satu-satunya cara. Anggap aja, Lo sedang berkorban."

Aku akhirnya mengangguk meski ketakutan. 

Dita segera menancap gas lalu mengantarkanku ke rumah pak Jefri. 

"Gue tunggu Lo di sini. Jangan keluar sampai Lo mendapatkan tanda tangan ACC dari pak Jefri."

Aku menggangguk lalu keluar dari mobil dengan tubuh yang agak gemetar. Aku mau mencet bel beberapa kali tapi tak ada yang keluar. 

Saat aku ingin menelpon pak Jefri tiba-tiba pesan darinya masuk. 

'Langsung masuk saja. Kode kunci 0307.'

"Gila! Pak Jefri ngasi kode kuncinya ke aku?"

Tapi aku tidak berpikiran buruk. Aku beranggapan mungkin pak Jefri sedang sibuk. Rumah ini besar, tak terlihat seperti rumah dosen biasa. Mungkin, tempatnya berada sangat jauh menuju pintu hingga membuatnya malas untuk membuka.

Aku memasukkan kode kunci yang diberikan Pak Jefri lewat pesan. 

Bip!

Dan benar saja, pintunya terbuka. Aku masuk dengan hati-hati sambil menyapu seluruh area rumah. Sepi. Tidak ada orang. Rumahnya luas dan aku tidak tahu Pak Jefri berada di mana. 

"Permisi Pak Jefri..."

Aku terus berjalan sambil mengendap. Rumah itu sunyi, hanya ada suara uap yang keluar dari humidifer aromaterapi . Bau Lavender menyeruak ke seluruh ruangan, menenangkan dan mengurangi stress. 

Tak ada Pak Jefri di mana-mana. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah ruangan yang sedikit terbuka.

"Permisi Pak... Apa Bapak di dalam?"

Aku mendorong pintu itu sedikit lebih lebar. Lalu samar-samar aku mendengar suara.

"Aahhh... Aaahhh...."

Aku langsung menutup mulut saat melihat Pak Jefri yang tengah berdiri memunggungiku. Tangannya terlihat fokus di antara kedua pahanya.

Kakinya sedikit bengkok seperti menahan sesuatu. Kepalanya ditarik ke belakang, seolah menikmati sentuhannya sendiri.

"Sssshhh... Aahhh..."

Mendengar desahan itu membuatku merinding. Entah kenapa bagian bawahku ikut berdenyut. Kakiku terasa gemetar, ada hasrat yang terasa menjalar ke seluruh tubuh. Aku terus menutup mulut agar tak bersuara. Namun mataku tak mau menghindar dan terus menyaksikan adegan tak senonoh itu.

Aku menggigil seperti kedinginan, lalu tanpa terasa meremas payudaraku sendiri. Napasku memburu. Aku menyilangkan kaki sambil menahan sesuatu yang terasa mendesak keluar.

Tiba-tiba Pak Jefri menoleh ke arahku. Aku kaget dan langsung berlari menuju ruang tamu. Berharap, Pak Jefri tak menyadariku di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 70 HANYA TEMAN TIDUR (21+)

    Sambil meremas payudaraku, bibir pak Jefri masih terus mengecup area tengkuk hingga ke bahuku.Aku yang semula tidak suka dengan sikap kasarnya ini, lama-lama ikut menikmatinya. Apa lagi saat jenggot halusnya menggelitik kulit bagian belakangku. Aku jadi terangsang dan basah."Bapak anggap saya apa?" tanyaku, dengan napas yang mulai tidak stabil.Tangan pak Jefri mulai menurunkan celana dalamku, namun ia masih meninggalkan rok pendek plisket yang kupakai.Ia semakin mendorongku ke jendela kaca, lalu mengangkat sebelah kakiku—berselendang di lengannya yang berotot."Kamu hanya teman tidur, tapi saya tidak suka melihatmu dengan pria lain," bisiknya dengan suara berat.Kemudian, ia mulai memasukkan batang keperkasaannya lewat belakang—membuat tubuhku seketika tersentak."Ah!"Penis besarnya mulai memasuki rongga vaginaku yang becek karena rangsangannya."Aahh.... Hah!" desahku bercampur napas memburu. "Bapak nggak bisa seenaknya."Aku berusaha menahan sodokannya dengan satu kaki yang be

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 69 DOMINASI PAK JEFRI

    "Apa-apaan sih, Pak?!" teriakku sambil mendorongnya. "Saya ke sini untuk bimbingan, bukan untuk melayani nafsu Bapak!"Aku segera balik badan dan membuka pintu untuk keluar. Namun pak Jefri kembali datang dan langsung menimang tubuhku."Lepasin! Bapak mau apa, sih?!" bentakku sambil memukul dadanya yang bidang.Aku masih kesal karena dia mengabaikanku di mall tadi. Sikapnya benar-benar acuh seolah membuangku begitu saja.Tapi apa yang dia lakukan sekarang?Pak Jefri menatapku dengan matanya yang merah padam. Raut wajahnya terlihat marah besar. "Kamu sengaja ingin membuat saya cemburu?"Aku tersenyum miring, lalu menjawabnya dengan nada sinis. "Buat apa? Kita nggak ada hubungan apapun."Sebelumnya aku memang sengaja ingin memancing reaksinya, saat mengakui Roy sebagai pacarku. Tapi ternyata dia tidak peduli.Aku tidak menyangka sekarang dia benar-benar terpancing, saat melihatku bergandengan dengan Roy di mall tadi."Kamu pernah bilang tidak pacaran sama DJ itu. Lantas... kenapa sekara

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 68 KEPERGOK

    Pak Jefri. Ia berdiri dengan badan tegap dan raut wajah dingin—sedang menatapku sinis."Pak Jefri?" gumamku sambil terus berjalan.Roy semakin berjalan cepat, menggandeng tanganku sambil melewati pak Jefri begitu saja. Ia berjalan menunduk, itu sebabnya tidak melihat dosenku yang sedang berdiri di dekat pintu.Mata pak Jefri terus mengikuti langkahku bersama Roy. Tatapan kami bahkan sempat saling bertabrakan. Ia masih mematung saat aku melewatinya. Tapi aku tahu, dari raut wajahnya ia terlihat tidak suka.Kenapa? Mungkinkah dia cemburu, atau... aku saja yang terlalu geer?Saat kami sampai di parkiran valley, aku sempat melirik ke dalam mall. Pak Jefri terlihat masuk kembali ke dalam sambil menempelkan ponsel di telinganya."Erika... Maaf, ya. Kamu pasti kaget," ucap Roy sambil membuka pintu mobil."Nggak apa-apa, kok. Itu adalah resiko jalan sama kamu," sahutku sambil tersenyum lebar.Meski dalam hatiku terlintas perasaan khawatir. Bukan karena serangan dari para wartawan itu. Melaink

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 67 PLAYBOY BERHATI TULUS

    "Roy... Kenapa bisa begitu?" tanyaku dengan kening berkerut.Selama ini aku hanya percaya dengan omongan Dita yang mengatakan bahwa, Roy adalah pria playboy dan gila seks.Bahkan aku masih meyakini itu saat menangkap basah Roy, yang tengah menggenjot seorang wanita di club tempo hari.Lalu benarkah apa yang baru saja aku dengar? Dia berimajinasi setiap wanita yang tidur bersamanya adalah aku."Lantas, apa kamu pikir aku bisa dengan mudahnya meniduri pelacur itu?!" jawabnya dengan tekanan tinggi.Tubuhku menegang mendengar jawabannya. Mataku membulat, nafasku terasa terhenti karena syok."Pelacur? Jadi... Mereka itu bukan pacar-pacar kamu?"Roy menghela napas panjang, lalu menunduk seperti menahan sedih. "Aku nggak pernah meniduri wanita yang sama, lebih dari satu kali. Karena aku nggak mau punya hubungan spesial, kecuali teman tidur," bisiknya.Ia mengangkat wajah, lalu menatapku dalam dengan mata yang sendu. "Dan aku melakukan itu... Hanya di saat aku sangat merindukanmu, Erika."Prin

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 66 CERITA DI MASA LALU

    "Erika!" Suara Roy tiba-tiba terdengar di belakangku. Aku langsung menoleh. "Roy. Kok kamu ke sini?""Kamu lama banget," jawabnya sambil berjalan cepat menghampiriku. "Aku sudah telpon kamu berkali-kali tapi nggak diangkat."Ia berhenti di hadapanku, lalu membuang napas panjang, "Aku khawatir. Makanya nyariin kamu."Aku mengeluarkan ponsel dalam tas, lalu mengeceknya. Benar, ternyata Roy sudah menelponku berkali-kali. Tapi aku tidak sadar karena sibuk menghadapi si dosen killer itu."Sorry ya, aku tadi sedang diskusi sama pak Jefri. Jadi nggak denger kalau ada telepon."Roy tersenyum lebar, lalu menggandeng kembali tanganku. "Ya udah. Ayo kita kembali ke restoran.""Roy. Emang harus begini?" tanyaku sambil menatap genggaman tangannya.Roy menyeretku hingga menempel di bahunya. "Cuma gandeng tangan kamu aja."Tatapan matanya hangat dan sangat menyentuh. "Aku tahu kamu belum bisa membalas perasaanku. Tapi setidaknya... tolong buka sedikit hatimu untukku."Aku jadi terenyuh dengan kata-

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 65 LAKI-LAKI BANGSAT!

    Seketika aku langsung menutup bibirku dengan tangan. Jangan sampai pak Jefri melakukan apa yang aku pikirkan barusan. Apalagi sampai menelanjangiku di tempat ini."Apa Bapak pikir saya semurah itu?!" bentakku, mencoba jual mahal.Ia kembali menyeringai sambil membuang muka, lalu kembali menatapku tajam. "Kamu lupa siapa yang mulai mencium duluan?"Aku menelan ludah karena mengingat masa itu. Memang iya aku yang menciumnya duluan. Apa sekarang dia menganggapku wanita murahan? Dia bahkan sudah berhasil meniduriku beberapa kali tanpa paksaan.Semua ini gara-gara Dita. Dia yang menyuruhku untuk merayu pak Jefri. Dan sekarang aku justru terjebak dalam pesonanya yang menenggelamkan."Lantas! Bapak mau apa?!" tanyaku dengan nada tinggi.Perlahan... ia semakin mendekatkan wajahnya hingga hampir menciumku. "Kamu mengejar saya karena rindu, kan?" bisiknya, lalu mengawasi sekeliling. "Tempat ini lumayan juga. Bagaimana kalau kita...""B-bapak jangan gila! Pacar saya masih menunggu di restoran!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status