DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta

DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta

last updateLast Updated : 2025-09-23
By:  Libra SyafarikaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Cerita banyak mengandung adegan dewasa (21+). Harap bijak dalam memilih bacaan! Aku Erika Setyani Atmaja, mahasiswi jurusan bisnis semester akhir yang tidak lulus-lulus. Itu sebabnya Papa terus menekan dan mengancamku agar lulus tahun ini. Aku melakukan segala cara untuk mendekati Pak Dosenku yang killer agar bisa lulus dengan mulus. "Dit... Bantuin gue, dong. Apa yang harus gue lakuin biar Pak Jefri cepat ACC skripsi gue." "Tidur aja sama dia!" Namun di tengah jalan, aku justru terjebak dalam hubungan yang tak seharusnya dan jatuh cinta padanya yang sangat kubenci. Bagaimana akhirnya dengan skripsiku? Akankah perasaan cintaku ini terbalas?

View More

Chapter 1

BAB 1 GARA-GARA MIMPI SIALAN (21+)

"Ini naskah skripsi saya, Pak. Semuanya sudah direvisi," ucapku dengan suara bergetar yang sulit disembunyikan.

Aku berdiri di dekat Pak Jefri sambil menundukkan kepala. Jemariku saling meremas di belakang punggung. Keringat dingin merayap di sekujur tubuh, meski ruangan dingin dari embusan AC itu terasa menusuk.

Aku merasakan suasana yang mencekam di kantor Pak Jefri siang itu. Wajar saja. Ini sudah kali ke lima aku menulis revisi yang berujung penolakan. Setiap kali skripsi itu kembali, selalu ada coretan —menandakan kegagalanku yang tak ada habisnya. 

Rasanya bukan lagi revisi, melainkan sebuah siksaan tanpa akhir. Tak salah jika aku  memanggilnya 'dosen killer'. Aku merasa dia punya dendam pribadi padaku, seolah ia selalu mencari celah untuk mempersulit skripsiku.

Benar saja, hari ini pun sama. Aku melirik Pak Jefri yang hanya membalik-balik kertas itu tanpa membacanya. Wajahku cemberut, dalam batinku bergumam, 'Sialan nih dosen! Dia bahkan nggak ngehargai kerja kerasku.'

Secepat kilat, ia mencoret beberapa halaman. Aku spontan mendongak, mataku membelalak lebar diikuti dengan mulutku yang menganga .

"Pak... jangan dong, Pak. Saya sudah susah payah merevisi ini. Masak di coret lagi sih, Pak..." Aku berseru, berusaha merebut dokumen tugas akhir itu.

Namun, ia menarik tangannya dengan cepat—membuatku tak bisa menjangkaunya. 

"Skripsi apa yang kamu buat ini?!" Nadanya bukan lagi sekadar marah, melainkan sebuah ledakan. Suaranya menggelegar di ruang kantor yang sunyi, membuatku berjengit. 

"Semuanya salah!" Ia terus mencoret tiap halaman di udara, seolah ingin merobeknya.

Aku merasa kesal dan tak menyerah. Aku terus melompat-lompat, berusaha menggapai skripsi itu. Kakiku tanpa sengaja tertekuk hingga tubuhku limbung dan terjatuh dalam pangkuannya.

Mata kami bertemu. Ada getaran aneh di dadaku. Tubuhku terasa menghangat, seolah ada api yang tiba-tiba menyala. Bibir Pak Jefri tiba-tiba melumat bibirku dengan brutal dan tanpa sadar, aku membalasnya.

Tanpa sedikitpun rasa sungkan, aku menjulurkan lidahku, mengundang Pak Jefri untuk menelusuri lebih dalam.

Ciumannya semakin ganas. Ia mulai menelusuri leherku, meninggalkan jejak kemerahan di sana.

"Aahh..." Sebuah desahan samar lolos dari bibirku.

Selama ini, tak ada pria yang menyentuhku. Namun hari ini, seorang dosen killer yang kubenci justru memulai semuanya. Ia meruntuhkan segala pertahananku yang selama ini anti sentuhan fisik.

Tangan Pak Jefri semakin berani. Ia tak puas hanya dengan bagian atas. Ia mulai menjelajahi dadaku, perlahan menarik tali tanktop-ku sambil terus mencumbu.

Puting payudaraku yang sudah tegang mencuat ke permukaan saat ia melorotkan tanktop itu, beserta bra yang menempel.

Dengan penuh gairah, ia mengisap ujung berwarna merah muda itu, sesekali menari liar menggunakan ujung lidahnya.

"Mmhhh... Pak..."

Mulutku tak bisa diam, apa lagi saat jari-jarinya mulai menjelajahi daerah pahaku yang terasa basah.

Aku bisa mendengar embusan napas Pak Jefri yang memburu. Tak kusangka, dosen yang kuanggap buas dalam merevisi skripsi ternyata lebih buas dari bayanganku.

Ia mengangkat tubuhku yang kecil—mendudukkanku di atas meja kerjanya. Rok mini yang kupakai memudahkannya menjangkau area paling sensitif.

Pak Jefri menurunkan celana dalamku, lalu membuka lebar pahaku yang terasa gemetar. Tangannya menarik tuas kursi putar yang didudukinya hingga merendah, membuat lidahnya dengan mudah menjangkau lipatan terdalamku.

"Aahhh... Pak..." 

Aku mendesah kenikmatan. Tanganku meremas rambut Pak Jefri yang sedang bekerja keras. Bokongku terus bergerak, mencari sensasi terdalam dalam permainan lidahnya. 

Hingga tanpa terasa, genggaman tanganku pada rambutnya tergelincir. Tubuhku terasa melayang—bukan karena kenikmatan—melainkan jatuh dari ketinggian.

Bruak!

Aku terbangun. Tubuhku terguling dari kasur, lalu mendarat di lantai yang dingin. Napasku terengah, mataku menyapu ke segala arah sambil bergumam, "Di mana ini?"

Keningku berkerut saat melihat kertas skripsi berserakan di mana-mana. Laptopku masih menyala, dan buku-buku tercecer di segala tempat. Melihat kekacauan yang terjadi aku baru sadar—ini apartemen kontrakanku, bukan kantor Pak Jefri.

"Sialan! Ternyata aku hanya mimpi."

Beberapa jam lalu, aku sibuk menyelesaikan revisi sambil mengumpat. Saking kesalnya dengan Pak Jefri, aku sampai ketiduran dan bermimpi aneh di siang bolong.

Aku meraba selangkanganku yang terasa basah. Dan... Benar saja. Cairan bening seperti lem masih terperangkap dalam celana dalamku.

"Begok! Bisa-bisanya aku mimpi basah sama dosen killer itu," rutukku pada diri sendiri.

Cling!

Suara notifikasi ponsel yang tergeletak di kasur tedengar. Aku mengabaikannya dan masih bersandar lemas di sisi ranjang.

Dadaku terasa sesak karena mimpi barusan. Selain jijik, aku merasa kesal dan tak terima. Aku yang selama ini tak pernah tersentuh pria, justru disentuh pertama kali oleh orang yang aku benci—meski itu hanya dalam mimpi.

Tak pernah sedikitpun aku membayangkan disentuh olehnya, bahkan melihat wajahnya saja membuatku naik darah. Heran saja, kok bisa ia menjadi dosen idaman para mahasiswi. Padahal wajahnya sangat kaku dan minim emosi. Sikapnya dingin mengalahkan kutub Utara.

Meskipun, ya... Dia memang ganteng, sih.

Ddrrzzztttt! 

Suara dering ponselku disertai dengan getaran memecah keheningan.

"Siapa sih?"

Dengan gerakan lemas, tanganku meraba-raba kasur, berusaha meraih ponsel itu dari lantai.

"Pak Jefri?!"

Mataku seketika membelalak melihat namanya terpampang jelas di layar. Aku segera menekan tombol hijau, lalu bergegas menjawab.

"Halo, Pak..."

Mendadak aku berubah total. Berbicara dengan selembut mungkin, seolah tak pernah ada rasa kesal sedikitpun.

"Kalau kamu tidak mau menyelesaikan skripsi bilang saja! Saya tidak mau capek-capek menunggu kamu di kampus!" Suara Pak Jefri terdengar seperti sedang menahan amarah.

"A-apa? Bapak nunggu saya?!" Mataku melotot karena kaget. Tubuhku membeku, seolah paru-paruku berhenti bernapas.

"Kamu tidak baca pesan? Saya sudah mengirim pesan beberapa kali, Erika!"

Seketika, jantungku seperti mau melompat dari tempatnya. Jemariku bergerak cepat, buru-buru mengecek layar ponsel.

Dan... Benar saja. Pak Jefri mengirimku pesan sejak pukul dua belas siang, memintaku datang untuk bimbingan skripsi pukul tiga sore.

Dan sekarang?

Aku melirik jam weker di rak belajar. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah empat. Tanpa pikir panjang, aku segera bangkit, menempelkan kembali ponsel itu di telinga sambil melangkah kebingungan.

"Iya, Pak. Saya akan segera datang!" jawabku dengan suara serak, lalu mematikan ponsel.

Aku panik, berlari ke sana kemari mencari celana panjang dan kemeja.

"Ke mana, sih? Padahal tadi kan di sini."

Seolah menghilang ditelan bumi. Khas sekali, barang  yang paling dibutuhkan selalu lenyap saat genting. Padahal aku yakin betul celana itu tadi pagi tergeletak di kasur.

Kontrakan apartemenku ini tidak besar. Hanya ada satu kasur, rak yang jadi satu sama meja belajar, satu sofa panjang dan lemari berkabinet. Harusnya celana itu tidak lari kemana-mana.

Aku berlari ke segala tempat, membuka semua kabinet lemari. Kosong. Tak ada celana yang tersisa. Aku terduduk lemas di lantai. Berteriak sambil menjambak rambutku sendiri.

"Aarrrgghh.... Kenapa bajuku kotor semua?!"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status