Share

5. TANGGUNG JAWAB

"Lo udah kirim barang yang gue minta tadi pagi, Mir?" tanya Malik pada sang Asisten, Emir. Saat itu Malik sedang break syuting.

"Yes, sesuai permintaan. Satu pasang pakaian cewek lengkap sampe ke daleman, Hp baru sama duit," jawab Emir dengan nada jengkel.

Malik menganggukkan kepalanya dan berterima kasih pada sang asisten.

Emir menatap Malik penuh menyelidik. "Siapa cewek itu Lik?" tanya Emir pada akhirnya. Selama ini, Emir bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi jika hal itu sudah mengarah ke hal-hal yang berbau negatif, Emir tidak akan tinggal diam. Bukan karena dia sok tahu, tapi karena dia perduli.

Hubungan persahabatan antara Emir dan Malik sudah terjalin sejak mereka SMP. Itulah sebabnya, keduanya sudah seperti saudara.

Malik sengaja memperkerjakan Emir sebagai asistennya karena tahu kehidupan perekonomian Emir yang memang jauh di bawahnya. Emir itu orang yang paling anti dibantu, selama dia merasa masih bisa berusaha sendiri, itulah alasan mengapa pada akhirnya Malik memilih Emir menjadi asistennya. Selain rasa saling percaya, Malik pun merasa nyaman bersama Emir. Semua rahasianya selama ini aman. Termasuk, dirinya yang mengalami penyakit Impoten sejak Kinara meninggal.

Hanya Emirlah yang menjadi satu-satunya tempat bagi Malik mencurahkan segala macam keluh kesah problematika hidupnya yang rumit.

"Bukan siapa-siapa, gue juga nggak kenal," jawab Malik jujur. Batin lelaki itu terus bergejolak hebat, berpikir keras, apakah dia harus menceritakan pada Emir mengenai kebejatannya tadi malam terhadap wanita itu?

Terhadap wanita yang bahkan tidak dia kenal, tapi dengan begitu berani dia malah menodainya.

Malik meraup wajahnya, gusar.

Sejak tadi dia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik saat syuting hingga melakukan beberapa kesalahan. Untung saja tidak fatal.

"Kalau nggak kenal kenapa tuh cewek bisa nyasar ke kamar lo?" tanya Emir lagi. Curiga.

Malik menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. Dada lelaki itu bergemuruh menahan beban rasa bersalah yang teramat sangat.

Sebut Malik bodoh!

Ya, Malik memang manusia super bodoh yang sudah kalah dengan nafsunya sendiri.

Nafsu iblis yang membawanya pada jurang penyesalan yang mendalam.

Tak Malik pungkiri, dia sangat menikmati kejadian tadi malam hingga dia melakukan hal itu berulang-ulang. Setan sudah benar-benar membuatnya buta dan khilaf.

Padahal selama ini, Malik tak pernah bersikap kurang ajar pada wanita mana pun.

Malik menegakkan tubuhnya condong ke arah Emir. Dia menatap ke sekeliling tempat di mana dirinya dan Emir saat ini duduk.

Di sana memang ramai, tapi semua orang yang menjadi kru terlihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Sepertinya, Malik tidak bisa merahasiakan hal ini dari Emir lebih jauh. Dia butuh teman untuk membagi masalahnya. Membantunya mencari jalan keluar agar dia tidak terus menerus dihantui perasaan bersalah.

Malik menatap Emir lekat dan berbisik.

"Gue udah memperkosa cewek itu, Mir!"

Emir pun tertegun mendengarnya.

*****

Sore harinya selepas syuting, Emir mengajak Malik untuk membicarakan lebih lanjut perihal kejadian tadi malam yang telah dilakukan sahabat sekaligus bosnya itu.

Mereka memilih kediaman Emir sebagai tempat yang paling aman untuk membicarakan hal-hal yang berbau rahasia.

"Silahkan diminum kopinya Mas Malik," Lani, istri Emir mempersilahkan sang tamu untuk meminum kopi yang dia suguhkan.

"Iya, terima kasih Lan," jawab Malik yang juga sudah kenal dekat dengan Lani.

Sepeninggal Lani, Emir kembali mengintrogasi Malik.

"Lo serius Lik, udah perkosa tuh cewek? Tapi bukannya lo..." Emir menggantung kalimatnya. Merasa tak enak untuk meneruskan karena hal ini memang sangat memalukan bagi seorang lelaki.

"Justru karena hal itu, gue pada akhirnya nggak bisa nahan diri, Mir! Cewek itu mabok, dan berada dalam pengaruh obat perangsang, dia agresif banget. Dan anehnya, sentuhan tuh cewek bikin punya gue turn on! Gue juga bingung kenapa bisa begitu?" tutur Malik menjelaskan.

Emir cukup terkejut mendengar pengakuan Malik. Hal ini memang terdengar tidak masuk akal, karena sebelumnya yang Emir ketahui, Malik bahkan sudah digugat cerai empat kali oleh istri-istrinya karena lelaki itu lemah syahwat. Jadi, mana mungkin dia bisa turn on dengan begitu tiba-tiba oleh wanita yang bahkan tidak dia kenali?

"Lo bener-bener nggak kenal sama tuh cewek?" tanya Emir lagi.

"Nggak! Dia nggak bawa apapun pas ketemu gue tadi malem," jawab Malik jujur.

"Terus gimana cerita awalnya dia bisa masuk ke kamar lo?"

"Jadi gini..."

Malik pun menceritakan kronologi kejadian yang dia alami tadi malam di hotel, sampai pada kejadian kecelakaan saat dia bertemu dengan wanita itu untuk pertama kalinya di jalanan. Tak ada sedikit pun hal yang dia sembunyikan dari Emir.

"Lo kan punya nomornya, coba lo hubungi?" perintah Emir setelahnya.

"Terus, gue harus ngomong apa? Kalo gue jujur, terus dia lapor polisi gimana, Mir?" balas Malik khawatir.

"Semua perbuatan itu harus ada pertanggung jawabannya Lik, lo nggak bisa lari dari tanggung jawab lo yang udah menodai wanita yang sedang mabuk. Jangan jadi pengecut!" saran Emir telak. "Kalau lo nggak mau di penjara, satu-satunya cara untuk lo memperbaiki semuanya, ya dengan cara menikahi cewek itu."

Kedua bola mata Malik terbelalak lebar. "Nikahin tuh cewek? Gila kali lo! Nggak ada saran lain apa?"

"Sayangnya nggak ada. Pilihannya cuma dua, lo tanggung jawab dengan menikahi cewek itu, atau lo bakal masuk penjara! Pilih mana?"

"Kalo gue di penjara, lo bakal kehilangan pekerjaan, Mir!" ancam Malik agar Emir tak terus menyudutkannya.

"Pekerjaan masih banyak kali," jawab Emir dengan santai. "Gue tinggal cari pekerjaan lain! Lagipula, kalau memang lo tetap kekeuh pada pendirian lo untuk lari dari tanggung jawab, gue juga akan memilih untuk mundur jadi asisten lo!"

"Kok lo gitu sih?" Malik semakin serba salah. Dia tahu betul watak Emir yang memang paling anti berhubungan dengan lelaki brengsek yang suka mempermainkan hati wanita. Emir itu sosok lelaki religius yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Itulah sebabnya dirinya dan Emir bisa menjalin hubungan baik sampai sekarang, karena sejak awal sikap mereka terhadap perempuan memang sama, sama-sama menghormati dan menghargai.

"Lo tau guekan? Kalau dulu gue merasa prihatin dan simpatik sama kehidupan lo sejak Kinara meninggal, tapi setelah mendengar tentang apa yang udah lo lakuin tadi malam itu bener-bener buat gue ilfeel, Lik! Jujur gue kecewa sama lo, kok bisa-bisanya lo ambil kesempatan dalam kesempitan dengan memperkosa perempuan mabuk!" Emir jadi geleng-geleng kepala.

Malik mengesah. Dia menegakkan posisi duduknya, berupaya untuk menjelaskan kembali apa yang sudah dia alami dan rasakan selama ini.

"Oke, gue akui gue emang brengsek! Tapi, lo nggak pernah ngerasain jadi gue, Mir! Tujuh belas tahun, Mir! Tujuh belas tahun gue hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah gue terhadap Kinara! Dan semua itu nggak mudah untuk gue lalui! Gue udah coba untuk berdamai dengan diri gue sendiri, bahkan gue berusaha membuka hati gue buat orang lain, mengajak mereka menikah dengan harapan gue bisa kembali menjalani kehidupan normal seperti laki-laki kebanyakan, tapi apa? Pada akhirnya gue cuma bisa menelan kekecewaankan? Bahkan dari semua perempuan yang udah gue nikahi, nggak ada yang bisa bertahan lebih dari satu tahun hidup sama gue!"

"Intinya apapun itu alasannya, lo tetap salah dan harus bertanggung jawab kalau lo mau hidup lo berubah menjadi lebih baik," potong Emir yang tetap dengan pendiriannya. Meski dalam hati dia merasa begitu prihatin dengan takdir kehidupan yang dijalani sahabatnya itu, namun Emir tetaplah Emir yang berusaha memutuskan hal terbaik bagi masalah yang sedang dialami Malik saat ini.

"Tapi gue udah janji sama Aryan untuk nggak menikah lagi, Mir," ucap Malik putus asa.

Mendengar nama Aryan disebut, Emir jadi serba salah. Sebagai orang terdekat, Emir jelas tahu bagaimana sikap Aryan terhadap Malik selama ini.

"Kita kesampingkan dulu masalah Aryan. Intinya, sekarang, lo temui dulu baik-baik cewek itu. Bicarakan semuanya secara baik-baik dulu, gimana?"

Malik terdiam.

Hingga akhirnya, lelaki itu mengangguk juga.

Malam itu, diantar oleh Emir, Malik berusaha menghubungi wanita itu melalui nomor ponsel yang dia berikan tadi pagi di kamar hotel.

Sayangnya puluhan kali Malik mencoba hubungi tapi tak kunjung ada jawaban.

Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melacak keberadaan ponsel itu saat ini.

Setelah mengikuti petunjuk, akhirnya Malik dan Emir sampai di sebuah Gang bernama Gang Belimbing.

Karena lokasi gang yang sempit akhirnya Malik memparkirkan kendaraannya di tepi jalan. Keduanya berjalan kaki memasuki Gang tersebut.

Sampai di sebuah rumah sederhana paling ujung, Malik memberitahu Emir bahwa di sinilah lokasi keberadaan ponsel tersebut.

Bendera kuning dan tenda yang terpasang di sana menandakan bahwa si pemilik rumah kini sedang berduka.

Tak ingin mengulur waktu, Emir langsung berinisiatif untuk bertanya pada warga setempat.

"Permisi Pak, ini siapa yang meninggal ya?" Tanya Emir pada salah satu pelayat.

"Ibunya Isna, Mas," jawab si Bapak tua itu.

"Isna? Isna itu pemilik rumah ini?" tanya Emir lagi.

"Iya, dia anak pertama Pak Dharma dan Ibu Sari. Pemilik rumah ini."

Emir menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Kalau boleh tau, meninggalnya kenapa Pak? Sakit?" tanya Emir lebih lanjut.

"Bukan, Ibu Sari itu sehat awalnya. Dia meninggal karena jatuh dari kamar mandi. Pembuluh darah otaknya pecah dan dia tidak tertolong. Kasihan sih, padahal selama ini, dia yang cari uang jadi kuli gosok dan cuci untuk biaya kehidupan keluarganya semenjak suaminya kecelakaan," jelas si Bapak panjang lebar.

Setelah mendapat cukup informasi, Emir pun berterima kasih pada bapak itu.

Kini, kedua lelaki itu berembuk untuk memutuskan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

Dan hasilnya, Emir meminta Malik untuk menunggu sampai acara tahlilan itu selesai dan para warga pulang.

Pukul sembilan malam, kediaman Isna sudah sepi.

Malik dan Emir pun hendak menyambangi kediaman Isna, namun lagi-lagi mereka justru dikejutkan dengan suara bentakan dan bantingan beberapa barang yang terjadi dari dalam rumah Isna.

Dan betapa terkejutnya Malik dan Emir ketika mendapati beberapa lelaki bertato dengan tubuh besar layaknya preman pasar kini sedang memporak-porandakan kediaman Isna.

"Ini udah jatuh tempo! Kalian harus bayar hutang kalian! Kalau tidak rumah ini kami sita!" teriak salah satu lelaki itu.

"Saya akan segera lunasi hutang-hutang kami, tolong beri kami waktu sedikit lagi, tolong..." terdengar suara Isna berteriak.

Isna dan Hasna hendak menghalangi aksi premanisme para penagih hutang yang hendak menghancurkan barang-barang mereka tapi tubuh Isna yang justru malah ikut terkena sasaran amukan mereka.

Tubuh Isna terdorong keluar dari rumahnya hingga kepalanya terbentur lantai dan berdarah.

Isna menangis tersedu-sedu.

Seorang lelaki yang tiba-tiba mendekatinya dan membantunya bangkit membuat Isna terkejut.

"Kamu?" gumam Isna dalam ketidakberdayaannya.

Bagaimana ini?

Belum selesai masalah dengan para debt collector itu, kini Isna harus berhadapan dengan lelaki yang sudah dia tabrak mobilnya kemarin malam.

Pasti, lelaki ini pun hendak meminta ganti rugi padanya?

Isna benar-benar bingung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status