Malik benar-benar bingung.
Apa yang terjadi malam ini membuatnya terkejut bukan main.Seperti mendapat sebuah keajaiban saat dia bisa merasakan miliknya yang kembali merespons atas rangsangan yang diterimanya dari seorang perempuan.Merasa penasaran, Malik akhirnya membawa wanita yang kini berada dalam pelukannya ke dalam kamar hotelnya.Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan wanita yang telah menabrak mobilnya itu hingga bisa berakhir di tangan bajingan-bajingan tengil tadi. Dua berandal yang telah berhasil Malik tipu hingga berlari kocar-kacir saking takut.Tubuh Malik yang tinggi besar dengan sedikit brewok yang tumbuh di wajahnya membuat Malik terlihat seperti seorang polisi preman dan hal itu cukup menguntungkan baginya.Di dalam kamar, Malik merebahkan tubuh wanita itu di tempat tidur.Lalu memperhatikannya dengan seksama.Wajah wanita itu manis. Terlebih dengan make up natural yang membuat kecantikannya alami.Wajahnya yang berbentuk oval dengan dagu lancip dan gigi gingsulnya menjadi daya tarik tersendiri bagi Malik. Terlebih dengan postur tubuhnya yang ideal meski cukup pendek untuk ukuran Malik yang tinggi dan besar.Jika diperkirakan, bisa jadi usia wanita ini baru menginjak 20 atau 22 tahunan.Malik terus berpikir, kira-kira apa yang harus dia lakukan sekarang?Apakah dia harus menelepon polisi?Ah, tidak!Tidak!Malik menggeleng.Hal itu terlalu beresiko.Bagaimana jika nanti sampai ada wartawan yang tau dan menjadikan berita ini viral di infotaiment? Bisa-bisa bukan hanya reputasinya yang hancur, tapi hubungannya dengan Aryan pun pastinya akan semakin memburuk.Malik berjalan mundar-mandir di sisi tempat tidur. Terus berupaya berpikir keras tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Naluri kelelakiannya yang kian terpancing saat tatapannya harus lagi dan lagi tertuju pada si wanita membuat Malik terus dilanda gelisah berkepanjangan.Hingga akhirnya, Malik pun memutuskan untuk membiarkan wanita itu di sini sampai dia tersadar dari mabuknya.Saat itu, Malik lekas beranjak ke kamar mandi untuk bersih-bersih karena dia harus segera tidur. Besok dia ada syuting ke luar kota untuk menjadi juri masak di salah satu acara Tv swasta.Selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, Malik keluar dengan tubuh yang lebih segar. Lelaki itu hanya mengenakan jubah mandi karena dia memang tidak membawa pakaian ganti.Betapa terkejutnya Malik saat dia tak melihat keberadaan wanita tadi di atas tempat tidur, celakanya, hanya ada pakaian si wanita yang tergeletak di lantai.Malik yang panik lekas mencari keberadaan si wanita dan mendapati wanita itu kini berdiri di balkon hotel dengan tubuhnya yang nyaris bugil.Buru-buru Malik menarik si wanita itu kembali ke dalam kamar."Ih, apaan sih? Aku mau di luar... Di sini panas..." gumam si wanita masih dalam keadaan mabuk.Malik menarik selimut dan menutupi tubuh wanita itu dan kembali merebahkannya ke atas tempat tidur.Kenapa dia jadi menyusahkan?Malik jadi mengeluh. Mengutuk kecerobohannya sendiri."Diam di sini, besok asistenku yang akan mengantarmu pulang, oke?" ucap Malik meski dia tahu hal itu menjadi sia-sia.Tak ada gunanya juga bicara dengan orang mabuk!Malik baru saja berbalik hendak menuju sofa untuk beristirahat ketika tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari belakang oleh si wanita.Napas lelaki itu tercekat."Wildan, jangan pergi..." gumam si wanita lagi.Tak hanya memeluk, bahkan dengan nakalnya, jemari si wanita mulai bergerilya masuk ke balik jubah mandi yang dikenakan Malik.Malik yang memang saat itu tak mengenakan pakaian apapun lagi kembali merasakan sesuatu yang tak biasa pada dirinya.Dorongan untuk membalas perlakuan wanita itu begitu kuat dalam dirinya. Tak tertahankan.Bahkan saat bagian terpenting yang dia miliki sebagai seorang lelaki yang selama ini terus saja asik dalam tidur panjangnya, kini kembali bereaksi akibat sentuhan lembut tangan si wanita.Bagian itu kembali pada fungsinya semula.Mampu menegang dan keras saat memperoleh rangsangan.Apa aku sudah sembuh?Tanya Malik pada dirinya sendiri.Jubah mandi yang dikenakan Malik sudah berhasil dilepaskan oleh si wanita yang kini mulai menciumi punggung Malik.Susah payah Malik menahan diri untuk tidak terpancing hingga miliknya terasa sakit."Aku mencintaimu, Wildan..." bisik si wanita yang kini merubah posisinya di depan Malik. Wanita itu kembali berjinjit hendak mencium bibir Malik hingga setelahnya, pergerakan Malik yang begitu tiba-tiba sedikit mengejutkannya.Wanita itu tertawa saat Malik kini sudah menindih tubuhnya di atas tempat tidur."Lakukan Wildan... Lakukan..."Malik masih berusaha untuk berdamai dengan nafsunya meski kali ini rasanya sangat sulit.Hingga akhirnya, semua terjadi.Malam itu.Malam di mana untuk pertama kalinya seorang Malik mampu terbebas dari penyakit impoten yang dideritanya selama ini.Malik khilaf.Lelaki itu gelap mata.Tak mampu berpikir jernih karena nafsu yang sudah terlanjur berkuasa.Hidup belasan tahun tanpa pernah mampu menyalurkan hasrat kelelakiannya membuat Malik justru tak mampu berhenti.Bahkan gilanya, Malik tetap menyetubuhi wanita itu berkali-kali meski dia tahu wanita itu masih suci.Malam itu, benar-benar menjadi malam yang panjang bagi seorang Malik Indra Wahyuda.*****Isna terbangun.Kedua mata bulatnya mengerjap terkena sorot cahaya matahari yang menerobos dari jendela kamar.Kepalanya sedikit pening.Kedua tangan wanita itu meraba ke samping.Tempat tidur yang dia tiduri terasa lebih luas dan nyaman dibanding biasanya.Saat Isna mencoba menggerakkan kakinya, dia merasakan sesuatu yang tak biasa di daerah kewanitaannya.Perih.Sakit.Wajah manis Isna meringis.Hingga pada saat nyawanya sudah terkumpul sempurna, Isna baru menyadari ada sesuatu yang salah dengan dirinya saat itu.Isna menatap bingung ke langit-langit kamar dan menoleh ke kanan dan kiri.Wanita itu terkejut bukan main saat mengetahui bahwa dirinya bukan berada di kamar pribadinya.Dan menjadi lebih terkejut saat dia mengetahui dirinya tertidur tanpa busana, hanya seorang diri di dalam kamar super besar yang dia tidak tahu ini di mana.Astaga?Apa yang sudah terjadi padaku?Bukannya kemarin itu...Isna berpikir keras.Berusaha mengingat kembali apa yang dia alami malam tadi.Seingatnya, dia mengalami kecelakaan saat dirinya hendak berbelok di tikungan.Meski hanya kecelakaan kecil yang tak menyebabkan dirinya terluka.Namun, saat itu motor Isna mogok dan tak bisa digunakan lagi.Alhasil, dua orang lelaki yang menabraknya menaruh motor Isna di bengkel dan menawarkan bantuan pada Isna untuk mengantarnya ke rumah sakit.Ya, rumah sakit!Astaga!Ibu?Mengingat tentang rumah sakit, Isna langsung teringat pada percakapannya di telepon dengan Hasna sebelum dirinya mengalami kecelakaan.Hasna sang adik bilang bahwa ibunya kini masuk rumah sakit karena jatuh dari kamar mandi.Panik, Isna bangkit dari tempat tidur dan mencari pakaiannya.Tapi tak ada.Saat itu, hanya ada sebuah kantong belanjaan bermerk terkenal yang berisi pakaian wanita lengkap.Sebuah ponsel dan beberapa lembar uang seratus ribuan.Saking khawatir akan kondisi sang ibu, Isna tak perduli lagi pada barang-barang itu milik siapa, apa yang terjadi dengan dirinya tadi malam hingga menyebabkan dirinya berakhir dalam keadaan seperti sekarang, yang dia tahu, dia harus lekas ke rumah sakit untuk menemui ibunya."Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van
"Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe
Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess
Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as
Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti
Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van