"Kamu?" kata Isna kaget begitu dilihatnya sosok lelaki yang tiba-tiba mendatangi kediamannya.
Lelaki itu adalah lelaki yang sudah dia tabrak mobilnya kemarin malam.Pasti sekarang lelaki itu datang untuk meminta ganti rugi?Bagaimana ini?Isna benar-benar bingung."Ng... Maaf," gumam Isna yang benar-benar tak tahu harus bicara apa. Keadaan hidupnya yang begitu memprihatinkan membuatnya cukup malu.Isna hendak bicara namun tertahan saat dilihatnya gerakan Malik yang tanpa di sangka-sangka justru menerobos masuk ke dalam rumahnya dan menahan aksi para debt collector yang hendak memporak-porandakan seluruh isi perabotan milik Isna di dalam sana."Saya yang akan melunasi semua hutang-hutang keluarga ini, tolong hentikan aksi kalian," ucap Malik saat itu.Isna, Hasna dan Dharma jelas terkejut dan hanya bisa saling melempar pandang."Mari, kita bicarakan baik-baik di luar," kata Malik lagi meminta para debt collector itu mengikuti langkahnya keluar karena rumah itu yang begitu sempit.Mereka duduk di bangku tenda di depan rumah Isna untuk menyelesaikan masalah hutang piutang itu.Hasna mendorong kursi roda sang Ayah keluar. Wanita itu berdiri di sisi Isna seraya berbisik pada sang Kakak. "Itu siapa, Mba? Mba kenal?""Nggak," jawab Isna dengan suara pelan disertai gelengan kepala.Hasna kembali memperhatikan sosok Malik dengan tatapannya yang meneliti, hingga kedua mata gadis itu membelalak lebar. "Diakan Chef Malik, Mba? Chef terkenal itu," bisik Hasna lagi pada sang Kakak.Kening Isna berkerut. "Chef terkenal?" tanyanya bingung."Iya, Chef Malik. Waktu itu berita seputar kehidupan dia sempet Viral di medsos yang bilang kalau dia itu lelaki tukang kawin! Satu tahun menikah, terus cerai, tahun besoknya menikah lagi, terus cerai lagi, nggak tahu deh mantan istrinya udah berapa."Tangan Dharma menepuk tangan Hasna memberi kode untuk tidak menggosipi orang lain saat orang itu ada di hadapan mereka. Hasna pun langsung terdiam. Sementara Isna masih larut dalam ketidakmengertiannya tentang siapa sebenarnya sosok lelaki yang sudah ditabraknya itu.Sejauh ini, kehidupan Isna terlalu disibukkan dengan pekerjaan hingga dia tak ada waktu untuk bersantai-santai ria larut dalam dunia maya.Setiap harinya, Isna selalu bangun pagi sebelum shubuh untuk pergi ke pasar. Lalu dia memasak lauk pauk untuk dimakan seluruh keluarganya sekalian membuat kue untuk dijual ke warung pinggir jalan yang menyajikan kue-kue basah dan nasi untuk sarapan pagi.Lalu jam delapan pagi Isna sudah harus berangkat bekerja. Isna bekerja di sebuah rumah sakit sebagai cleaning service. Alasan mengapa Isna memilih rumah sakit sebagai tempatnya bekerja, karena dia yang memang sangat ingin menjadi seorang dokter. Tak apalah cita-citanya itu tak terwujud, setidaknya dia bisa tetap berkecimpung di rumah sakit setiap harinya dan melihat para dokter dan suster yang berseliweran di sekelilingnya dengan seragam putih kebanggaan mereka.Sepulang bekerja, pukul empat sore, Isna langsung bergegas menuju sebuah restoran di bilangan Kemang Jakarta untuk kembali melanjutkan tugasnya sebagai seorang waitress paruh waktu. Dan pekerjaan ini akan selesai paling cepat pukul sepuluh malam dan paling lambat pukul dua belas malam.Begitulah seterusnya rutinitas yang Isna jalani setiap harinya. Bahkan di hari libur pun Isna harus tetap bekerja membantu Ibunya mencuci dan menggosok pakaian tetangga.Isna bekerja keras sedemikian rupa bukan karena semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, namun karena dia ingin melihat adiknya sukses. Tidak seperti dia yang harus memendam cita-cita karena terhalang biaya dan keadaan. Isna rela dirinya berlelah ria bekerja asal semua biaya pendidikan sang adik terpenuhi.Hasnalah satu-satunya harapan Isna selama ini. Harapan bahwa suatu hari nanti Hasna berhasil dalam menapaki jenjang pendidikan hingga tahap yang tertinggi dan mampu membanggakan Bapak dan Ibu mereka."Baiklah, Pak Dharma, Mba Isna, hutang kalian sudah beres. Lain kali jika memang kalian hendak meminjam uang lagi, tolong segera dilunasi jika tidak ingin kejadian seperti ini akan terulang kembali, permisi," ucap salah satu debt collector tadi yang langsung pergi diikuti oleh kelompoknya.Malik dan Emir tampak berjalan mendekati Isna dan keluarga yang masih terdiam di teras."Terima kasih, Nak. Sudah membantu. Biar nanti uang-uang yang sudah kamu keluarkan untuk melunasi hutang-hutang kami, Isna, anak saya yang akan menggantinya," ucap Dharma selaku kepala keluarga.Malik tersenyum. "Tidak apa-apa Pak. Uang itu tidak usah diganti. Saya ikhlas," kata Malik.Lagi dan lagi Dharma, Isna dan Hasna dibuat kaget dengan perkataan Malik.Jelas-jelas hutang mereka pada debt collector itu sangat banyak, hingga puluhan juta, mana mungkin lelaki yang tak mereka kenal begitu baik hati bersedia melunasi semua hutang-hutang itu secara cuma-cuma.Pasti ada udang di balik batu?Pikir Isna yang langsung bernegative thingking.Jelas-jelas kemarin malem, nih om-om ngotot banget minta ganti rugi sama aku cuma gegara mobilnya yang lecet sedikit! Tapi malam ini dia justru dateng bak malaikat dan ngelakuin hal yang bertolak belakang banget sama apa yang dia lakukan kemarin?Aku nggak boleh percaya gitu aja!Ucap Batin Isna.Setelah mengucapkan terima kasih dan meminta Hasna membawa sang Ayah ke dalam, Isna mengajak Malik untuk bicara secara rahasia, hanya dirinya dan Malik saja, bahkan Isna tak mau Emir ikut campur."Mobil Om di mana?" tanya Isna saat itu."Di pinggir jalan," jawab Malik."Yaudah, kita bicara aja di mobil!" Isna langsung menarik tangan Malik keluar dari gang rumahnya dan membiarkan Emir menunggu di tenda depan kediamannya."Maaf Om, ini sebenarnya ada apa ya? Kenapa Om dateng tiba-tiba ke rumah saya terus sok-sok baik lunasin semua hutang keluarga saya, secara cuma-cuma lagi? Sebenernya, Om itu mau apa sih?" tanya Isna to the point begitu keduanya kini sudah berada di dalam mobil.Malik terdiam.Bukan karena dia tidak tahu harus bicara apa, tapi karena dia terlalu larut dengan perasaan aneh yang terus dia rasakan, tepatnya sejak jemari Isna yang tiba-tiba dengan leluasa menggamit jemarinya dan menggenggamnya erat. Menuntunnya hingga ke lokasi di mana Malik memparkirkan mobil.Sentuhan Isna membuat pikiran Malik kacau terlebih saat tubuhnya yang terus merasakan getaran-getaran aneh yang menggelitiki area perut dan selangkangannya.Sentuhan Isna layaknya sengatan listrik ribuan volt yang mampu membuat Malik tegang bahkan hanya dalam hitungan detik.Malik membuka cardigannya saat suhu di dalam mobilnya terasa panas. Dia menaruh cardigan itu dipangkuannya, berusaha menutupi sesuatu di balik celananya yang saat itu mengeras hingga membuat celana itu menjadi lebih sempit dan sesak."Om, jawab dong!" Isna kembali berteriak. Bukan hanya berteriak, tapi dia juga memukul paha Malik, membuat lelaki itu terkejut setengah mati.Malik menoleh dan menatap Isna dengan deru napasnya yang kian memburu, terbakar oleh nafsu.Sepertinya, benar apa yang dikatakan Emir padanya.Malik harus lekas meresmikan hubungannya dengan Isna.Dia harus menikahi perempuan ini sebelum kekhilafannya menjadi lebih fatal lagi.HARUS!"Menikah dengan saya Isna? Anggap saja itu bayaran atas semua hutang-hutang keluargamu yang sudah saya lunasi."Pada akhirnya, Malik tetap tak bisa berkata jujur tentang apa yang sudah dia lakukan terhadap Isna tadi malam.Dia memang pengecut!"Menikah dengan saya Isna? Anggap saja itu bayaran atas semua hutang-hutang keluargamu yang sudah saya lunasi."Isna mengerutkan kening. Dari ekspresinya dia terlihat kaget, tapi juga bingung.Mendengar kata menikah, dalam sekejap ingatan Isna dipaksa berputar pada kejadian yang dialaminya kemarin malam.*"Maaf-maaf, kamu nggak kenapa-napa?" ucap seorang lelaki pemilik kendaraan roda empat yang baru saja bertabrakan dengan motor Isna.Lelaki itu keluar dari mobil dan berlari tergesa menghampiri Isna yang terjatuh di tepi jalan.Spion motor Isna hancur dan stang motornya pun rusak. Alhasil motor matic itu tidak bisa digunakan dan harus masuk bengkel. Untungnya, tubuh Isna hanya lecet sedikit dan tidak mengalami benturan berat."Kenalkan, aku Julian dan ini temanku Adi. Kamu mau kemana?" tanya laki-laki bernama Julian yang tadi menabrak Isna."Aku mau ke rumah sakit, Ibuku kecelakaan," jawab Isna jujur.Kedua lelaki di hadapannya saling pandang sebelum akhirnya mereka kembali tersenyum
Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Isna.Di rumah sakit tadi Isna harus dipusingkan oleh pengunjung rumah sakit yang mengotori lantai kamar mandi dengan muntahan anaknya. Hebatnya bukannya meminta maaf, si pengunjung justru memarahi Isna karena persediaan tissue di toilet habis. Padahal seingat Isna, dia sudah mengganti tissue toilet dengan yang baru, tapi anehnya belum sampai tengah hari, tissue tersebut sudah habis?Setelah lelah bekerja di rumah sakit, Isna harus kembali tertimpa musibah saat dirinya tanpa sengaja salah menyajikan pesanan untuk pengunjung resto tempatnya bekerja.Malam ini pengunjung resto sangat ramai terlebih rekan kerja satu shift Isna yang bernama Awan tidak masuk. Jadilah Isna kerja rodi sendirian. Dari mulai membersihkan meja, kursi dan lantai resto, mengantarkan pesanan makanan dan minuman serta memastikan para pengunjung mendapatkan tempat kosong untuk makan."Saya tidak mau tau, saya mau menu ini diganti," ucap salah satu pengunjung yang merasa pesan
"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!" ajak Malik saat itu."Apa? Berkeliaran? Saya itu habis pulang kerja! Enak saja berkeliaran! Anda pikir saya binatang ragunan berkeliaran!" omel Isna tidak terima.Sebenarnya Malik ingin tertawa, tapi sebisa mungkin dia tahan."Darimana anda tahu saya ada di sini?" tanya Isna setelah dirinya mampu mengendalikan rasa terkejut sekaligus kesal melihat kedatangan Malik secara tiba-tiba."Tadi saya mampir ke rumah dan Pak Dharma beritahu saya bahwa kamu bekerja di restoran Seafood daerah sini," jawab Malik apa adanya.Isna menatap tajam Malik. Sebuah tatapan menyelidik."Pak Dharma yang menyuruh saya untuk menjemput kamu," ucap Malik lagi."Cih! Bisa-bisanya anda pakai cara licik dengan mendekati Bapak saya? Nggak usah sok-sok baik apalagi cari perhatian dengan keluarga saya! Saya udah paham seberapa mesumnya kadar otak anda! Jangan berpikir saya akan kalah cuma gara-gara hutang! Kehidupan dan masa
"Dan inilah yang sudah saya katakan sejak awal mengenai penyakit yang Pak Malik derita selama ini, bahwa penyakit impoten yang Pak Malik derita bukan berasal dari faktor organik, tapi psikogenik. Semua ini hanya Pak Malik sendiri yang mampu menjawabnya, karena dari semua pemeriksaan medis, tidak ada yang bermasalah dalam diri Pak Malik. Pak Malik sehat secara fisik, hanya saja, batiniah Pak Maliklah yang selama ini terganggu. Mungkin, tidak cukup ketika Pak Malik dinyatakan sudah sembuh dari penyakit depresi yang pernah Pak Malik derita belasan tahun lalu, karena pada kenyataannya, dalam diri Pak Malik, Pak Malik belum bisa menerima takdir yang telah ditetapkan Tuhan terhadap diri Pak Malik," jelas seorang dokter yang selama ini menjadi Dokter pribadi Malik dalam menangani penyakit yang dideritanya.Malik dan sang Dokter kini sudah selayaknya sepasang teman karib karena semua rahasia pribadi terkelam yang pernah Malik rasakan dalam hidupnya kini sudah diketahui oleh sang Dokter."Apa s
"Halo, Wil?" ucap seorang lelaki di seberang. Dia baru saja menghubungi sahabat satu fakultasnya di Jogya yang bernama Wildan."Ya, ada apa?" tanya Wildan yang saat itu baru saja memparkirkan kendaraannya di depan restoran seafood tempat sang kekasih bekerja."Lo di mana? Clubbing yuk?""Sorry Yan, gue nggak bisa. Gue mau jemput Isna," jawab Wildan.Lelaki bernama Aryan yang menelepon Wildan tampak mengesah. Sebelah tangannya mengepal dengan ekspresi bengis yang nampak di wajah tampannya. "Gue kirain lo udah putus sama cewek itu?" ucapnya sinis."Putus? Putus gimana? Hubungan gue sama Isna baik-baik aja kali," ujar Wildan santai. Dia membuka pintu mobil untuk menunggu kedatangan Isna.Saat itu Aryan tidak berbicara apapun lagi dan langsung memutus sambungan teleponnya dengan Wildan, membuat lelaki berkemeja biru itu terheran-heran dengan tingkah sahabatnya.Palingan juga abis berantem lagi sama bokapnya!Gumam Wildan dalam hati.Wildan dan Aryan sudah saling mengenal saat mereka SD.Aw
Isna duduk termenung di Halte menunggu metromini lewat.Dia hendak pulang.Ditatapnya layar ponsel di tangannya.Tampil di wallpaper ponsel itu gambar dirinya bersama seorang lelaki yang telah memberikan ponsel itu secara cuma-cuma padanya, sekitar dua bulan yang lalu.*"Aku mau kamu terima ini. Kalau kamu tolak, aku akan marah," ucap Wildan saat lelaki itu memberikan Isna sebuah ponsel baru.Saat itu, malam terakhir Isna dan Wildan bertemu sebelum Wildan kembali ke Joyga untuk melanjutkan pendidikan.Isna terdiam dengan kedua tangan yang sudah menerima bungkusan berisi ponsel pemberian Wildan. Wildan memberikannya secara paksa."Jangan tersinggung. Aku beri kamu ponsel ini karena aku nggak mau kita sampai lose contact. Gimana aku bisa hubungi kamu di Jogya nanti kalau kamu nggak pegang Hanphone? Kalau aku kangen gimana? Kamu nggak kasian sama aku?" Suara Wildan terdengar manja. Jari telunjuknya menarik dagu Isna agar mendongak. Dia ingin menatap wajah Isna sampai puas malam ini.Sebe
"Yah? Nggak ada apa-apa? Kak Is nggak masak?" Uucap Hasna saat tak mendapati lauk pauk apapun di dapur. Padahal dia begitu lapar karena hari ini dia tidak jajan di sekolah."Kakakmu sakit, tadi pagi dia muntah-muntah pas lagi buat kue," jawab Dharma yang sedang menonton TV."Terus jadi nggak jualan hari ini?" tanya Hasna masih cemberut."Nggak. Tadi juga Bapak larang supaya nggak usah masuk kerja, tapi Isna kekeuh mau masuk kerja, yasudah. Katanya sudah minum obat."Hasna tidak menyahut. Gadis itu sibuk membuat mie di dapur. Dia tidak pernah terlalu perduli tentang apapun hal yang terjadi pada Isna, yang Hasna tau dirinya saat ini sangat lapar, dan dia harus segera makan.Selepas mie matang, Hasna memakannya di kamar.Gadis itu makan dengan lahap.Selesai makan, ketika sang Ayah tertidur, Hasna diam-diam masuk ke dalam kamar sang Kakak seperti yang biasa dia lakukan.Uang simpanan untuk ongkos kerja yang ditaruh Isna di selipan lipatan pakaian milik Isna diambilnya separuh.Hari ini H
Isna hamil.Jalan 8 minggu.Itulah yang dikatakan oleh dokter klinik yang memeriksa Isna tadi.Kini, keadaan Isna terlihat kacau.Gadis itu tak henti menangis di dalam mobil Malik, sementara Malik sendiri tidak tahu harus melakukan apa.Rasa bersalahnya semakin besar pada Isna. Sayangnya Malik terlalu pengecut untuk mengakui kesalahannya kepada gadis itu.Gadis yang telah dia rusak masa depannya."Isna, apa sebaiknya kita pulang saja?" Tanya Malik memberanikan diri.Isna tersadar saat mendengar suara Malik menyapanya. Tangisnya perlahan mereda meski rasa sesak di dadanya tak kunjung menghilang.Dia sudah diperkosa dan kini dia harus mendapati dirinya hamil hasil pemerkosaan itu.Isna yang kalut, bingung dan takut hanya bisa menangis dan menangis. Dia bahkan tak tahu kemana dirinya harus mengadu saat ini. Bahkan Isna merasa dirinya kini kehilangan harga diri di hadapan Malik.Pasti lela