Innalilahi wa innaa ilaihi roji'un. Telah berpulang ke Rahmatullah saudara Satria Kuat dan sang Istri Nurhayati. Baru saja di rumahnya. Mari kita doakan ....
"Woy, orangnya gak jadi meninggal! Bukan meninggal, tapi demam!" teriak Pak RT pada marbot masjid yang mengumumkan perihal wafatnya Satria.
Maaf, tidak jadi meninggal rupanya. Mohon dimaafkan informasi yang salah ini. Terima kasih.
Puluhan warga berkumpul di depan rumah Satria, mereka berbondong-bondong ingin melihat keadaan Satria dan istrinya yang menurut gosip beredar, meninggal dalam keadaan mengenaskan di dalam kamar. Banyak warga yang memotret penampakan rumah Satria dengan caption innalilahi.
Foto pun tersebar cepat kepada teman-teman Satria. Seluruh karyawannya, serta para penyewa kontrakannya. Termasuk Ramlan, pemuda itu kaget dengan berita duka cita yang diterima dari salah satu temannya.
"Kenapa, Bang?" tanya seorang wanita yang duduk di belakang kemudi Ramlan. Saa
"Sayang, kamu masih demam," kata Satria saat meraba kening Haya dengan punggung tangannya. Handuk kecil basah kembali ia rendam ke dalam baskom air, lalu ia peras kuat dan ditaruh kembali di kening istrinya."Bang, AC kamar matikan saja. Saya kedinginan," pinta Haya pada suaminya. Satria pun menuruti keinginan Haya. Malam ini, Samudra tidur bersama Bu Mae karena Bu Mae tidak mau Samudra sakit lagi, karena tertular penyakit ibunya.Satria masih setia menemani Haya sama terus memijat kedua kaki istrinya. Hanya memejamkan mata, tetapi tidak tidur. Seharian ini ia sudah banyak tidur sehingga mata yang terasa panas tidak bisa dilelapkan, hanya bisa dipejamkan saja."Apa yang dirasa, Ya?" tanya Satria sambil berbisik."Matanya panas, Bang. Kepala juga sakit banget. Padahal udah minum obat," jawab Haya lemah."Sabar ya, besok insyaAllah kamu sembuh." Haya hanya bisa mengangguk lemah tanpa mau membuka mata. Rasanya sungguh berat sekali da
Siang ini, Salsa baru saja kembali dari rumah sakit. Ia masih menempati apartemen yang disewa oleh papanya. Bukan tinggal di apartemen milik suaminya. Fajar sudah berangkat ke Amerika untuk urusan pekerjaan. Ia meninggalkan Salsa dan wanita hamil bernama Sintya begitu saja.Salsa memandang pemandangan lalu-lintas dari kamar apartemennya yang berada di lantai enam. Ia termenung memikirkan nasib pernikahan yang tidak tahu harus bagaimana dan ke mana. Ia tidak mau dengan Fajar, tetapi ia juga belum ditalak oleh suaminya. Semua hubungan dibuat menggantung oleh pria itu."Bunda baru tahu kalau Fajar udah berangkat. Apa yang ada di kepalanya meninggalkan istri yang sakit dan seorang wanita hamil di Jakarta sana? Bunda tidak habis pikir bagaimana Papa kamu bisa menjodohkan kamu dengan lelaki seperti itu," omel Juwi sambil mengupas buah apel untuk putrinya."Kenapa kamu tidak bilang, Bunda? Apa dia pamit sama kamu?" cecar Juwi yang masih penasaran."Mas Faj
"Ibu bicara dengan siapa? Siapa yang mau bercerai? Kalau yang Ibu bicarakan saya, maka tidak akan saya menceraikan Haya, apapun alasannya!" tukas Satria dengan rahang mengeras. Ia tidak suka dan sangat trauma dengan kata cerai. Sudah tujuh kali ia berhadapan dengan kata itu dan ia sama sekali tidak ingin mengulanginya.Bu Mae meletakkan ponselnya kembali di atas meja, lalu menghela napas, mengumpulkan tenaga untuk memberikan nasihat untuk putranya."Kamu memang tidak pernah menceraikan istri-istrimu, Satria, tetapi kamu yang digugat cerai oleh mereka. Jika mantan-mantan istrimu terdahulu adalah para perawan ting-ting, janda juga janda tanpa anak, bukan janda satu anak yang masih kecil seperti Samudra. Umurnya saja baru delapan bulan. Bundanya sudah sakit-sakitan sejak menikah sama kamu. Tubuhnya juga semakin kurus sejak sering ditinggal bundanya masuk rumah sakit. Apa kamu tidak kasihan? Begini, jika kamu ingin Haya tidak terus saja sakit, maka kamu yang harus be
Satria pun selesai di rukiyah. Ia pulang ke rumah dengan tubuh teramat lemah. Tak sanggup rasanya ia untuk mengendarai motornya pulang, sehingga Satria meninggalkan motornya di rumah Ustadz Nurdin dan pulang dengan naik taksi online.Bu Mae menyambut kepulangan Satria dengan wajah sumringah sekaligus penasaran. Ke mana motor anaknya?"Motor lu mana, Sat?" tanya Bu Mae."Ditinggal di sana, Bu, saya lemas banget mau bawa pulang motor. Ini saja masih enneg." Satria langsung berbaring di sofa ruang tamu sambil memejamkan mata. Bu Mae pergi ke dapur untuk membuatkan teh manis hangat untuk putranya."Samudra mana, Bu?" tanya Satria saat ia tidak melihat ibunya menggendong Samudra."Diajak Bu Fitri main ke rumahnya. Kasihan balita itu kalau di rumah isinya orang sakit semua. Biarin dia di sana dulu deh. Kamu sakit, Haya sakit, Ibu ya gak kuat ngurusin dua orang dewasa payah ditambah bayi satu." Bu Mae menyodorkan cangkir teh ke bibir anaknya. Satria meneg
"Talak? tidak akan, Haya! Cukup sudah saya berurusan dengan perceraian. Kamu akan tetap menjadi istri saya sampai maut memisahkan kita. Tolong bersabar sedikit lagi, saya sudah berobat dan saya yakin akan sembuh. Kamu jangan mempercayai ucapan Mak Piah. Wanita tua itu bisa-bisanya menyebarkan berita bohong tentang hidupku, padahal dia sendiri tidak bisa mengurus hidupnya. Tolong Haya, percaya saya. Jangan tinggalkan saya." Satria memeluk istrinya dengan begitu erat. Keduanya menangis tersedu untuk beberapa saat.Takdir kembali mempermainkan hatinya. Ya, Haya dan Satria merasa Tuhan tengah mempermainkan perasaan mereka. Saat keduanya sudah dekat dan saling cinta, ujian terus saja datang bertubi-tubi. Entah harus percaya ucapan Mak Piah atau tidak, tetapi pesan Mak Piah cukup mempengaruhi Haya. Wanita itu merasa memang hanya berpisah adalah jalan satu-satunya."Bang," panggil Haya sambil mengurai pelukan."Ada apa?" tanya Satria sambil memegang d
Satria sedang berada di kantor polisi untuk mengurus perihal kebakaran yang menghanguskan bengkelnya. Dua jam ia di sana dan dimintai keterangan sebagai saksi. Termasuk turut serta Sapto dan Murtadi. Ketiganya memberikan keterangan yang diminta oleh pihak kepolisian.Sampai saat ini belum dapat diketahui penyebab kebakaran tersebut terjadi. Polisi hanya mengatakan akan menyelidikinya lebih lanjut."Pak, sepertinya penyelidikan ini dihentikan saja. Saya merasa tidak punya musuh dan saya harus segera membangun bengkel saya kembali. Kasihan anak buah saya kalau terlalu lama saya rumahkan. Bagaimana, Pak?" Satria akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan semua ini. Urusan bakal sangat panjang jika menunggu siapa dalang di balik kebakaran bengkelnya."Bisa saja, tapi Mas, tapi Mas harus menandatangi surat permohonan penghentian penyelidikan dan siap menerima risiko yang terjadi ke depannya.""Baik, Pak, saya siap." Satria sudah bulat dengan keputu
Katakanlah ia penguntit. Tak apa, asalkan hatinya ikut senang melihat senyum bahagia milik Satria yang tengah berbelanja bersama anak dan istrinya. Wajah pria itu begitu tulus dan penuh cinta saat menatap sang Istri. Tangan kanannya kokoh menggendong Samudra sebagai bentuk kasih sayang, sungguh pemandangan yang membuatnya senang sekaligus penuh penyesalan.Satria tidak sungkan menyuapi istrinya makan baso. Ia juga menyuapi Samudra kuah baso dengan ujung sendok. Keluarga yang bahagia sekali. Waktu itu, ia berharap bisa memiliki kebahagiaan saat ia memutuskan untuk menikah dengan Fajar, tetapi semua kandas. Tidak mungkin ia bisa bahagia dengan lelaki yang berani merusak wanita lain kemudian mencampakkannya.Salsa bersembunyi di balik tiang beton di dekat toko mainan. Sebuah ide muncul di benaknya. Ia membeli mainan mobil-mobilan besar yang ada remote-nya dengan harga cukup mahal. Ia juga menghiasnya dengan pita yang ia beli tak jauh dari toko mainan import itu.&nbs
Suara sirine mobil ambulan kembali bergema di lingkungan tempat tinggal Satria. Siapalagi kalau bukan Haya yang kembali tidak sadarkan diri. Mak Piah yang baru saja keluar dari rumah sakit hanya bis mengintip dari jendela kamar sambil menggelengkan kepala.Bandel! Gak mau dengerin omongan orang tua. Percaya atau tidak, gaib itu memang ada. Kenyataan memang Satria terkena kutukan, mau gimana lagi? Batinnya.Bu Mae tidak ikut mengantar Haya ke rumah sakit karena sudah ada yang mengendarai ambulan warga. Ia memilih di rumah saja sambil menimang Samudra yang terbangun karena ulah orang tuanya."Bu Mae, bukannya Haya sudah sembuh saat dijemput Satria?" tanya Bu Fitri yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu rumah Bu Mae."Masuk sini!" Bu Mae meminta tetangga dekatnya itu untuk duduk di dekatnya. Bu Fitri masuk dan menutup pintu rumah walau tidak rapat. Ini masih pukul delapan tiga puluh malam, masih banyak warga yang wara-wiri di depan, ter