Share

Merintih Dalam Senyuman

“Aku mulai menyadari ada yang berbeda dengan Bang Zaidan sejak tiga bulan terakhir ini, Rin. Awalnya aku masih berusaha untuk berpikir positif. Aku masih berusaha memaklumi kabar darinya jika harus lembur sampai larut malam. Aku masih berusaha menerima kalau penampilannya lebih rapi dengan alasan tuntutan pekerjaan. Sampai aku bertemu Iwan, salah satu teman kantor Bang Zaidan," tutur Hanun dengan lirih.

Lalu mengalirlah cerita tentang kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan suaminya dari bibir  Hanun. Dari mulai lembur yang seharusnya tidak terjadi setiap hari. Makan siang yang jarang di kantor dan masih banyak lagi rentetan peristiwa lainnya yang memang sepertinya sangat tepat untuk memberi label pada suaminya sebagai seorang pengkhianat pernikahan mereka.

“Bicaralah baik-baik pada Bang Zaidan, Nun. Tanyakan terus terang, apakah semua dugaanmu itu benar,” ujar Rindu sembari menyeruput cairan kental keputihan dari gelas berkaki tinggi yang ada di depannya itu.

"Apa Bang Zaidan akan mengaku, Rin? Aku tak yakin.  Kalau selama ini saja Bang Zaidan berani membohongiku, bukan tak mungkin dia akan terus menutupi semuanya. Membuatku seolah-olah wanita bodoh yang tak tahu apa-apa," tukas Hanun sembari menggelengkan kepalanya.

Hanun lantas menyeka pipinya yang terus membasah dengan menggunakan beberapa helai tisu yang tersedia di atas meja. Tak peduli jika banyak tisu yang dihabiskan olehnya.

"Tapi itu memang yang harus kau lakukan, Nun. Kau harus memastikan kebenaran dugaanmu. Jangan membuat pikiranmu justru kacau dengan dugaan-dugaan yang belum terbukti kebenarannya,” tukas Rindu dengan tegas.

"Kamu harus mendengar kenyataan yang ada, seburuk dan sepahit apa pun itu. Hal itu akan jauh lebih baik ketimbang terpuruk dalam kecurigaan yang tak jelas seperti sekarang, Nun."

Hanun kembali meneguk air mineral dari botol yang masih menyisakan setengah isinya itu. Segelas jus sirsak yang ada di hadapannya, diabaikan sama sekali oleh wanita itu.

"Kalau ternyata dugaanku benar dan Bang Zaidan mengakuinya. Lantas apa yang harus kulakukan, Rin?  Meminta berpisah? Rasanya  terlalu besar resiko yang akan aku terima.  Almira akan kehilangan sosok ayahnya," ujar Hanun sembari menghela napasnya. Sesak itu mulai terasa di dadanya.

"Aku hanyalah wanita rumah tangga biasa saat ini.  Tidak bekerja. Hanya bergantung pada suamiku selama ini. Kamu mungkin bisa dengan mudah membuat keputusan berpisah, Rin. Kamu punya penghasilan sendiri, tak pernah bergantung pada Bang Yusuf. Beda dengan aku yang tak punya apa-apa sebagai sumber keuangan," lanjut Hanun sembari berkali-kali menghela napasnya.

Hanun kembali meraih tisu yang tersedia di meja mereka. Entah sudah berapa banyak tisu yang sudah dia habiskan. Hanun tak peduli. Sakitnya hati oleh duri yang diam-diam telah menorehkan goresannya tak mampu lagi Hanun pendam sendiri saat ini.

Ayam bakar yang mereka pesan masih tergeletak dengan sempurna. Sama sekali belum tersentuh oleh mulut mereka. Mungkin rasa lapar sudah menguap dari kedua wanita itu. Mereka sepertinya harus menghadapi jalan cerita kehidupan yang hampir sama sebentar lagi.

“Kamu harus tahu kebenaran semuanya, Nun. Itu yang terbaik menurutku. Kamu wanita yang kuat, Nun. Jangan menjadikan dirimu lemah di hadapan Bang Zaidan! Tanyakan apa yang sebenarnya yang telah terjadi! Jika memang duri itu ada, silahkan kamu mengambil keputusan yang terbaik! Aku selalu akan ada untuk mendukungmu, Nun.”

Lagi-lagi Rindu menggenggam kedua tangan Hanun. Mencoba menguatkan sahabat terbaiknya itu. Walaupun Rindu tahu, luka itu sangat perih. Dirinya pernah merasakan sayatan luka yang sama. Bahkan, waktu yang lama tak mampu menyembuhkannya sampai sekarang.

Pertemuan siang itu berakhir tanpa ada keputusan pasti apa yang akan dilakukan Laras selanjutnya.  Tak sanggup untuk mendengarkan kebenaran yang akan terungkap sekaligus tak mampu menerima kemungkinan buruk yang akan terjadi membuat Hanun tetap saja memilih tak mau menerima usulan sahabatnya itu.

Wajah tirus cantik itu tak lagi memancarkan cahayanya. Genangan air mata senantiasa tumpah di saat-saat membenamkan wajah di hamparan sajadah panjang yang menjadi curahan gundahnya.

Hanun memilih untuk tak menceritakan masalah yang sedang dihadapinya kepada siapapun, termasuk kepada ibu kandungnya sendiri. Hanya Rindu yang menjadi tempatnya untuk berbagi.

Terlalu banyak melibatkan orang dalam urusan seperti ini justru akan membuat harga dirinya akan semakin hancur. Wanita yang gagal menjadi suaminya sendiri, itu label yang akan didapatkan Hanun nanti.

Bayangan semua orang yang akan menelisik sisi kehidupan rumah tangganya selama ini. Mencari celah dimana letak kesalahan yang telah diperbuatnya sehingga laki-laki yang selama ini dibanggakan sebagai imam terbaik dalam hidup Hanun itu mencari kenyamanan yang lain. Ini sungguh sangat menakutkan untuk Hanun. Biarlah semua akan dihadapinya seorang diri.

Hanya satu nama yang membuat Hanun harus tetap bertahan dalam kekuatan penuh untuk menghadapi masalah ini. Almira, gadis mungil yang menjadi saksi bagaimana mahligai indah rumah tangga itu pernah berjalan begitu sempurna di matanya.

Wajah sendu Hanun akan berganti dengan senyuman hangat saat menyambut kepulangan suaminya setiap hari. Tak ada yang berubah.  Bahkan pelayanan yang diberikannya lebih prima dalam setiap hal, tentunya tak lain untuk memberi kepuasan dan kenyamanan pada laki-laki itu. 

Masih berharap hanya ada satu nama yang terukir di hatinya, sama seperti sepuluh tahun yang lalu saat laki-laki itu menjabat erat tangan ayahnya meminta gadis semata wayangnya sebagai pendamping hidup. Masih berharap bahwa pasangan tulang rusuk laki-laki itu hanyalah tulang rusuknya, bukan yang lain.

Hanun merintih dalam senyumnya. Duri pernikahan telah hadir dalam biduk rumah tangganya. Walaupun tak nyata, tapi Hanun mampu merasakannya.

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Martha Samsuri
bukan menyidiki malah ngeluh terus cerita Thor bertele- tele.
goodnovel comment avatar
Endang Kusmantiyah
mengapa menjadi wanita bodoh hanun, jadilah wanita yg kuat dan mandiri demi anakmu almira.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status