Share

Bab 2. Jadilah Sekretaris!

"Siapa yang tidak mengenalmu, mahasiswi primadona di kampus Arga Nusantara."

"Hanya itu?" Alissa tersenyum miris.

"Cewek yang sok jual mahal, nyatanya–"

"Cukup Tuan! Anda tidak boleh merendahkanku hanya karena kejadian semalam. Anda keterlaluan!" Dada Alissa bergumuruh, air matanya hampir lolos. Ia berbalik, berlari keluar ruangan menuju pintu lift. Di dalam lift yang sepi tangisnya tumpah. Setelah pintu lift terbuka Ia bahkan berjalan pelan menuju ruangannya tanpa tenaga.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Silvi, teman satu devisi dengannya.

Alissa menyeka air mata yang menetes di pipi. Baginya ucapan Nicholas sangatlah kurang ajar. Setelah seenaknya masuk kamar semalam dan menyentuh tanpa izin, hari ini pria itu menawarkan dirinya untuk menjadi wanita simpanannya. Alissa merasa Nicholas telah benar-benar menganggap dirinya wanita murahan.

"Alissa mengangguk. Pipinya yang putih mulus kini memerah, pun dengan hidungnya. Dia hanya menjawab pertanyaan Silvi dengan anggukan. Tangannya begitu cekatan mengetik sesuatu pada komputer. Selesai, ia merapikan meja. Setelahnya, Alissa langsung beranjak ke ruangan HRD untuk memberitahukan perihal pengunduran dirinya.

Di ruangan HRD, kepala HRD tengah memijit kepala. Dia pusing dengan permintaan Nicholas untuk tetap mempertahankan Alissa bekerja di sana.

"Pokoknya saya tidak mau tahu, jika karyawan yang bernama Alissa datang dan mengajukan pengunduran diri, jangan diterima!" Suara Nicholas tadi terngiang-ngiang di telinga. Meskipun melalui telepon suaranya terdengar begitu tegas dan penuh ancaman.

"Ah, bukannya ini menyalahi aturan?" Pak Sandi mengacak kasar rambutnya sendiri. Saat pusing-pusingnya terdengar pintu ruangan diketuk dari luar.

"Masuk!"

Tubuh Alissa menyembul dari balik pintu. "Pagi Pak!" sapa Alissa sambil berusaha tersenyum walaupun rasanya sangat berat di tengah kesedihannya saat ini.

"Pagi, silahkan duduk!"

Alissa menarik kursi lalu duduk. Ia menaruh map di atas meja dengan gerakan pelan.

"Ada apa?"

"Saya ingin mengajukan surat pengunduran diri."

Pak Sandi terdiam sejenak, memikirkan kalimat yang sekiranya masuk akal dan bisa diterima oleh Alissa.

"Bukannya kamu masih punya cicilan di perusahan? Kenapa harus resign jika belum lunas?"

Alissa tertunduk.

"Sebenarnya tidak ada hakku untuk menahanmu selama kamu sudah tidak terikat kontrak kerja, tapi mohon maaf saya tidak bisa merelakan uang yang kamu pinjam begitu saja. Uang itu bahkan bisa membayar beberapa karyawan dalam sebulan."

"Saya akan tetap menyicilnya walaupun sudah tidak bekerja di sini." Wajah Alissa memelas, dalam hati berharap Pak Sandi memberikan keringanan tentang masalah pinjaman.

"Saya tidak mau ambil resiko. Apakah ada jaminan kamu akan membayar jika kamu out dari perusahan? Hutangmu tidak bisa dianggap sepele. Seharusnya kau bisa mengabdikan diri di perusahaan ini lebih lama karena telah membantumu sampai sejauh ini. Saya tahu hanya kamu karyawan yang punya hutang sebesar ini karena Tuan Barata begitu simpati dengan keluargamu. Harusnya kau tahu diri!"

Wajah Alissa nampak pucat. Ia terdiam tanpa kata. Apa yang dikatakan Pak Sandi memang benar, Tuan Barata telah memberikan pinjaman lebih dari 50 juta dari uang perusahaan saat ibunya dulu bolak-balik rumah sakit untuk melakukan kemoterapi dan operasi beberapa kali walaupun pada akhirnya meninggal juga.

Nicholas saat ini berdiri di luar pintu dengan senyuman tipis. Sebenarnya ia kasihan melihat Alissa yang terlihat lemas. Namun, apalah daya, apapun yang terjadi Alissa harus bertahan di perusahaan ini agar dirinya bisa bertemu setiap hari. Wajah wanita itu seakan candu baginya apalagi saat melihat Alissa marah seperti tadi mengingatkan sikap agresif Alissa semalam. Melihatnya saja membuat kejadian semalam terngiang-ngiang dalam ingatan. Nicholas bisa stress kalau tidak bisa melihat wajah Alissa lagi. Pria itu segera mengirimkan chat pada Pak Sandi.

"Ada penawaran baik dari Pak Niko, kau jadi sekretarisnya maka hutangmu dianggap lunas."

Alissa menggeleng, penawaran itu pasti sebuah jebakan. Nicholas bukanlah pria yang baik di mata Alissa. Pasti ada keinginan lain dibalik kebaikannya. Bukannya pria itu tadi menginginkan dia menjadi wanita simpanan? Ngeri membayangkan dirinya akan dijadikan sekretaris penghangat ranjang. Terlebih, dia tidak ingin melihat wajah Nicholas lagi.

"Silahkan datang ke ruangannya kalau bersedia, tapi kalau tidak, lunasi pinjamannya dalam kurun waktu 24 jam!"

Kini Alissa merasa dilema. Ia memandang lurus ke depan dengan pikiran kacau. Ingin menerima merasa takut, ingin menolak tidak punya uang sebanyak itu dalam waktu 24 jam untuk membayar.

"Kalau menurut saya sebaiknya Bu Alissa ambil saja. Ini adalah kesempatan langka. Banyak karyawan lain yang menginginkan posisi ini tapi tidak tergapai. Anda harus bisa memanfaatkan peluang, anggap saja seperti berenang sambil minum air. Gaji tetap dapat dan hutang lunas."

Apa yang dikatakan Pak Sandi memang benar. Sayangnya Alissa berpikiran rumit dan tidak bisa menganggap enteng begitu saja. Pasti ada harga mahal yang harus dibayar dalam penawaran ini. Terlebih Nicholas menganggapnya hina.

"Selain itu perusahaan juga butuh ganti Bu Misya sebagai sekretaris yang sudah mengundurkan diri."

Saat kepala begitu pusing memikirkan, ponsel Alissa berdering. Setelah memeriksa ternyata dari Virgo.

"Lis, aku butuh uang 10 juta secepatnya!"

"Apa?!" Alissa nyaris tidak bisa bernafas. Dalam kerumitan Virgo malah menambah masalah.

"Lis cepat, kalau tidak aku bisa dibawa ke kantor polisi!"

"Astaga!" Alissa hampir pingsan mendengarnya. Dengan langkah gontai ia keluar dari ruangan HRD menuju ruangan Nicholas.

"Aku tahu kau pasti akan ke sini!" Nicholas menatap wajah Alissa dengan aura dingin lalu kembali menunduk, berkutat dengan berkas-berkas. Ekspresinya terlihat serius.

"Saya ... te–ri–ma tawaran Tuan."

Nicholas mengerutkan kening.

"Tapi ada syaratnya." Alissa menunduk dengan kedua tangan saling meremas. Bola matanya berkaca-kaca. Kalau tidak terpaksa mana mungkin dia melakukan ini. Setelah direndahkan malah merendahkan dirinya sendiri.

Nicholas mengangkat wajah dan kembali menatap Alissa tanpa kata. Namun, ekspresinya menyiratkan agar Alissa segera bicara.

"Saya butuh pinjaman 10 juta lagi."

Bukannya menjawab, Nicholas malah diam. Beberapa menit menunggu jawaban membuat Alissa bosan.

"Kalau begitu, tidak jadi." Alissa balik badan lalu bersiap pergi.

"Tunggu!"

Alissa diam dan menoleh.

"Tawaranmu aku terima asal kau bisa menuruti semua perintahku!"

"Saya ... saya ...."

"Terima atau bayar pinjamanmu!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fatmah Azzahra
kok pada jahat ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status