Share

Bab 4. Tak Menerima Penolakan

"Saya tidak dari mana-mana Bu! Saya memang baru pulang dari kantor." Alissa mencoba menjelaskan. Sayangnya mertua perempuannya menggeleng tidak percaya.

"Saya jujur Bu, tolong beri saya jalan. Saya ingin beristirahat di kamar, saya lelah sekali." Pekerjaan Misya selama seminggu ini harus dikerjakan dalam satu hari oleh Alissa sebab selama ini Nicholas belum menemukan sekretaris pengganti yang cocok.

"Ya ampun, nih orang seenaknya sendiri ya, pulang-pulang langsung mau tidur. Hei kau sadar tidak? Kau ada suami yang harus diurus! Seenaknya sendiri bersikap. Pantas saja Tuhan menakdirkan kamu mandul. Urus suami aja nggak becus apalagi urus anak."

Dada Alissa terasa sesak meskipun cap mandul sudah melekat dari dulu dan langsung diberikan oleh mertuanya.

"Bu, tolong jangan bahas itu saya benar-benar lelah."

"Sudahlah Bu, biarkan dia masuk, sepertinya dia memang terlihat lelah." Virgo bicara disela-sela makan mie instan. Dia terlihat begitu lahap.

"Kau ini, nggak bisa mendidik istri. Kalau kau biarkan begini terus bisa-bisa dia ngelunjak. Yang tegas dong jadi suami Vir!" Rahma membentak putranya.

"Bukan begitu, Ibu tidak tahu saja kalau hari ini dia telah bekerja keras. Ibu tidak tahu kan uang yang saya kasih ke Ibu itu, dia yang ngasih. Kalau tidak ada itu semua ibu pasti sudah dikejar rentenir dan Vira masih dihina teman-temannya karena hapenya sudah retak sana sini."

"Apa? Jadi uang itu untuk–?" Alissa membungkam mulutnya sendiri. Ternyata Virgo telah menipu dirinya.

"Kenapa, nggak ikhlas? Alah paling uang itu hasil dari kerja yang tidak benar." Rahma tersenyum meremehkan.

"Apa maksud Ibu?"

"Jangan pura-pura tidak tahu, pasti uang sebanyak itu hasil jual diri. Kalau tidak, bagaimana bisa dapat uang banyak dalam satu hari?"

"Astaghfirullah, Ibu!" Alissa menaikkan oktaf suaranya, geram, perjuangannya sama sekali tidak dihargai bahkan dirinya sampai dihina.

"Jangan meninggikan suaramu di hadapan Ibu! Aku tidak suka!" Rahma membentak Alissa.

"Ibu keterlaluan." Alissa berlari masuk ke dalam hingga tubuhnya tak sengaja menabrak tubuh Rahma sampai terjatuh.

"Kurang ajar kamu ya!" Rahma segera bangkit dan mendekati Alissa.

Plak! Plak! Plak!

Tamparan bertubi-tubi hinggap di pipi Alissa hingga meninggalkan bekas kemerahan.

"Mas–"

Dulu, Virgo selalu menjadi pelindung saat Rahma sering bersikap kasar padanya. Sekarang jangankan membela, pria itu bahkan sering ikut-ikutan berbuat kasar. Entah apa yang terjadi dengan Virgo sehingga berubah, Alissa benar-benar tidak tahu. Hanya saja saat ini mood Virgo sedang membaik, jadi ia memilih acuh daripada harus terlibat dalam perdebatan antara istri dan ibunya.

"Selesaikan urusan kalian sendiri, aku mau fokus makan," ujarnya sambil terus menyantap mie instan.

Di tempat lain. Nicholas juga baru sampai di rumah. "Nik, malam ini jadi, kan ke syukuran teman bisnis papa kamu?"

"Nggak tahu Ma, Niko sedang tidak enak badan," ujar Nicholas lalu masuk ke dalam kamar. Ia melonggarkan dasi dan melepasnya dengan raut wajah lelah. Ia duduk di pinggir ranjang dan membuka sepatu lalu menjatuhkan tubuhnya ke belakang hingga terlentang di atas ranjang.

"Ya ampun nih anak," ujar sang mama yang kemudian menyusul putranya ke dalam kamar dan membantu membukakan kaos kaki putra semata wayangnya.

"Udah Ma biarkan saja, biar Niko yang buka sendiri aja nanti," ujarnya sambil memejamkan mata. Sang mama melanjutkan pekerjaan membuka kaos kaki kemudian duduk di samping putranya yang terbaring.

"Ada masalah, hemm? Ada yang tidak dimengerti tentang perusahaan?"

"Nggak ada Ma, Niko hanya capek aja." Sang Mama mengangguk.

"Oh ya, kalau bisa hadir ya. Bagaimanapun Tuan Erwin adalah relasi papamu semenjak dulu, nggak enak kalau sampai nggak datang ke syukuran 7 bulan kehamilan menantunya. Putranya, Erik, itu juga sama kayak kamu, baru melanjutkan bisnis papanya, Tuan Erwin."

Nicholas mendesah kasar, membuka mata dan menatap wajah mamanya dengan memelas.

"Kenapa tidak Mama sama papa aja yang datang?"

"Papa nggak bisa makanya mama minta kamu yang nemenin, atau kalau kamu malu datang sama Mama, ya kamu aja yang datang, ngajak siapa gitu, sekretaris atau cewek kamu gitu," saran sang mama membuat Nicholas membeku.

"Nanti kami telepon Tuan Erwin dan ngabarin tentang keadaan papa, lagipula beliau sudah tahu kok sama kamu."

"Malas Ma."

"Makanya cari cewek biar nggak malas ke pesta, kenalin ke Mama dan nikah biar nggak jomblo dan ada yang bisa dibawa kemana-mana."

"Lagian berapa tahun sudah kuliah ke luar negeri, belum dapat jodoh juga?" Sang mama tersenyum menggoda.

"Niko ke luar negeri buat kuliah Ma, cari ilmu, bukan mau cari istri," protes Nicholas membuat mamanya langsung menggeleng.

"Kan bisa dua-duanya Sayang, ada banyak waktu di sana untuk sekedar jalan-jalan setelah rutinitas kuliah kamu."

"Nggak ada satupun gadis yang bisa menarik di hati Niko, Ma."

"Jangan bilang kamu belum move on, kalau itu alasannya maka sudah dipastikan kau tak akan menemukan wanita yang klop di hatimu dimanapun kamu berada, karena hatimu tertinggal di sini."

"Mama benar, Niko masih mencintai Alissa."

"Astaga Nak, dia mungkin sudah menikah, yasudah semoga saja dia belum berkeluarga."

"Doakan saja Ma." Melati mengangguk, dalam hati berharap putranya segera menemukan belahan jiwanya agar bisa cepat-cepat mengakhiri masa lajang.

"By the way, apakah setelah kembali dari luar negeri kamu pernah bertemu Alissa?" Sebenarnya Melati belum tahu siapa Alissa yang diceritakan oleh Nicholas. Nicholas mengangguk antusias sambil senyum-senyum tidak jelas dan Melati hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum pula.

"Jangan lama-lama, segera lamar dia!"

"Kalau Mama tahu aku tidak hanya sekedar bertemu, tapi melakukan hal yang lebih jauh pada Alissa, tanggapan apa yang akan mama berikan padaku?" batin Nicholas. Namun, dia tidak ingin membuka aib itu meski pada mamanya sendiri. Cukup dia dan Alissa saja yang tahu, termasuk Tuhan Yang Maha Tahu.

"Masih pendekatan." Nicholas menjawab malas.

"Mandilah agar tubuhmu segar!" perintah sang Mama sambil menepuk pundak putranya.

"Nanti aja Ma, biarkan Niko beristirahat sebentar."

"Baiklah, Mama turun dulu."

Nicholas mengangguk dan memiringkan tubuh lalu matanya terpejam kembali. Tidak sampai lima menit dia membuka mata dan langsung menelepon Alissa.

"Maaf Tuan, malam ini saya ada acara keluarga. Jadi tidak bisa ikut ke pesta dengan Tuan." Penolakan Alissa membuat Nicholas berdecak.

"Pokoknya aku tidak mau tahu, sesuai kesepakatan kamu harus menuruti setiap perintahku! Satu jam lagi aku tunggu di depan rumah kamu! Awas saja kalau telat!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status