Pov Rajasa
Flashback
Hp ku berbunyi, kuperiksa untuk tahu siapa yang menelpon. Ternyata Mama yang menelponku setelah lima hari aku tidak pulang kerumah, akhirnya beliau menghubungiku. Aku sengaja tinggal di hotel sebagai aksi protes atas larangan kedua orangtuaku terhadap rencanaku menikahi Miranda. setekah beberapa saat berfikir akhirnya kuputuskan untuk menjawab panggilan telpon dari Mama. "Halo Ma"
"Rajasa, kamu dimana Nak, bagaimana keadaanmu""Rajasa baik""Nak, pulanglah Mama dan Papa khawatir""Tidak usah basa-basi Ma, Rajasa tidak mau dan tidak akan pernah pulang sebelum Mama mengijinkan Rajasa menikahi Miranda""Oke, oke Mama dan Papa ijinkan, tapi kamu segera pulang dulu kita bicarakan baik-baik dirumah""Oke, nanti Rajasa pulang" Jawabku singkat lalu menutup pembicaraan.Sesuai dugaan, mereka mau tak mau akan mengabulkan keinginanku menikahi Miranda. Aku adalah anak satu-satunya, orangtuaku sangat berharap akulah yang akan meneruskan bisnis keluarga dan memang semenjak aku ikut membantu Papa dikantor usaha Papa makin maju, tak heran jika Mama dan Papa khawatir dengan ancamanku untuk tidak mau menjalankan bisnis keluarga apabila mereka tetap bersikeras melarangku menikahi Miranda.
Misi berhasil, aku akhirnya pulang kerumah menemui Mama dan Papa yang sudah menungguku diruang keluarga. Kulihat mimik Papaku terlihat serius menatapku yang baru saja duduk diruang keluarga
"Rajasa" Papa mulai membuka percakapan, kali ini Mama diam"Ya Pa""Apakah niatmu sudah bulat untuk menikah dengan Miranda?""Ya" Jawabku mantap"Oke, Papa ijinkan kamu menikahi Miranda, tapi silahkan nikahi dia di kampung halamanya, dan kami tidak akan membuat pesta pernikahan disini""Maksud Papa?" Aku tak paham dengan jalan pikiran Papaku, bagaimana mungkin aku anak satu-satunya tapi beliau tak mau membuat pesta pernikahan untuku"Papa tidak ingin merusak hubungan Papa dengan ayah Alexa, beliau sangat berharap kamu dan Alexa berjodoh, tapi Papa juga tak dapat memaksamu, Papa akan sangat malu jika ayah Alexa mengetahui kamu lebih memilih Miranda daripada Alexa, jadi tolong Rajasa demi menjaga semuanya Papa harap kamu bisa mengerti""Oke Pa" Jawabku lirih, mencoba memahami posisi Papa.***
Saat itu aku pergi seorang diri menemui kedua orangtua Miranda di desa. Mereka berdua sangat hangat dan ramah, menyambutku dengan sukacita. Orangtuaku hanya memberiku seratus juta untuk biaya pernikahan ku dengan Miranda. Aku yang tidak tahu harus bagaimana untuk mengatur uang itu agar bisa cukup untuk biaya pernikahan, akhirnya menyerahkan sepenuhnya uang seratus juta tersebut kepada orangtua Miranda.
Tak disangka orangtua Miranda justru sangat kaget dan merasa uang yang kuberikan terlalu banyak. "Loh Nak, apakah harus sebanyak ini uang yang kamu berikan ke kami?" ucap Ayah Miranda
"Ini untuk biaya pernikahan aku dan Miranda Pak, semoga cukup""Ini lebih dari cukup Nak, nanti akan kami buatkan pesta pernikahan terbaik buat kalian berdua"Benar saja, pernikahanku dengan Miranda yang dilaksanakan di desa benar-benar meriah, dihadiri oleh hampir seluruh warga desa. Seluruh perangkat desa mulai dari kepala desa sampai dengan rt juga terlihat hadir dipernikahan kami. Tak lupa hiburan wayang kulit sebagai kesenian khas daerah pun turut memeriahkan pesta pernikahan kami dimalam harinya.
Aku dan Miranda benar-benar menjadi raja dan ratu sehari semalam saat itu. Aku berjanji pada Miranda untuk membahagiakanya. Miranda terlihat sangat cantik, dia juga terlihat sangat bahagia. Semua orang berbahagia pada hari itu.
Sampai akhirnya Alexa datang kembali dalam kehidupanku. Alexa Andriani, aku berharap dia segera menjauhiku setelah mengetahui aku menikah dengan Miranda. Aku berharap dia segera move on dan mencari pria lain yang lebih baik dari aku. Aku yakin sangat mudah bagi Alexa mendapatkan pria yang sesuai dengan kriterianya.
Ternyata aku salah. Alexa bukan wanita seperti yang aku pikirkan. Dia akan mengejar apapun yang dia inginkan. Termasuk aku, aku sudah mengatakan berulang kali bahwa hatiku milik Miranda. Tapi dia jawab jika tak dapat memiliki hatiku, maka setidaknya ia dapat memiliki tubuhku.
"Sayang, aku harus kembali ke Bandung untuk menyelesaikan tesisku" ucap Miranda, meminta ijin pada suaminya.Miranda kini kembali tinggal di kediaman keluarga Rajasa. Bedanya, kini sikap Bu Merry berbeda seratus delapan puluh derajat dari pada dahulu. Bu Merry kini sangat menyayangi Miranda dan Mahesa, ia baru menyadari bahwa Miranda adalah perempuan yang baik dan berhati tulus. Miranda kembali fokus menyelesaikan study pasca sarjananya, sebentar lagi Miranda akan mendapatkan gelar psikolog sesuai dengan keinginanya."Mau aku temani?" Tanya Rajasa, kali ini ia benar-benar tak ingin membiarkan istrinya sendirian di Bandung."Tak usah Mas, aku hanya sebentar di sana, nanti aku pulanh setiap Sabtu dan Minggu. Kalo boleh apakah Mahesa bisa tinggal di sini saja sementara aku di Bandung, Mas?" tanya Miranda, ia masih sedikit trauma meninggalkan Mahesa di daycare saat dia bekerja dan kuliah di Bandung."Tentu saja, Mahesa akan aman bersamaku" ucap Rajasa. Miranda tersenyum lega mendengar jaw
"Aku harus melapor ke polisi!" Ucap Rajasa serius"Untuk apa, Mas?" Tanya Miranda khawatir melihat reaksi suaminya setelah mengetahui bahwa Tommy yang menculik Mahesa."Tentu saja untuk memberikan dia hukuman!" Rajasa menjawab dengan amarah yang membara di hatinya."Aku rasa tidak perlu, bukankah Mahesa bilang, Tommy memperlakukanya dengan baik? Bahkan Mahesa juga sampai merindukanya" Miranda mencoba menjelaskan dengan hati-hati, ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah dengan melaporkan pada polisi. Namun Miranda juga khawatir jika Rajasa salah paham dengan sikapnya."Dia sudah membahayakan Mahesa, Mir? Kamu mau diamkan dia begitu saja?" Benar saja, Rajasa tak terima dengan sikap istrinya."Tidak Mas, aku kenal Tommy dengan baik" Miranda merasa yakin, ada alasan yang masuk akal mengapa Tommy sampai tega menculik Mahesa."Kamu kenal dia dengan baik? Lalu bagaimana dengan aku Mir? Apakah kamu juga mengenalku dengan baik? Aku suamimu dan dia orang lain, kamu sedang membela laki-laki l
Kondisi Mahesa semakin hari semakin membaik. Miranda dengan telaten menunggui putranya, ia sangat siaga jika Mahesa membutuhkan sesuatu. Begitu juga dengan Rajasa, ia pun rela meninggalkan pekerjaanya di perusahaan untuk sementara demi menemani Miranda dan Mahesa di rumah sakit.Hingga saat ini, belum diketahui siapa yang telah menculik Mahesa. Miranda dan Rajasa pun masih enggan menanyakan langsung pada putranya yang baru sembuh dari sakit dengan alasan khawatir akan memunculkan trauma. Mereka lebih berfokus pada kesembuhan Mahesa dari pada harus mengusut penculik tersebut untuk saat ini.HP Rajasa bergetar, ternyata Bu Merry yang menelpon. Rajasa pun segera mengangkat telpon dari mamahnya."Halo, Mah" Ucap Rajasa menjawab panggilan dari Bu Merry"Rajasa, bagaimana keadaan Mahesa? Apakah sudah bisa di bawa ke Jakarta? Mamah sudah kangen" Ucap Bu Merry"Sudah mulai membaik Mah, tapi untuk saat ini biarkan dulu kondisi Mahesa stabil baru kita bawa pulang. Begitu saran dokter" Rajasa me
"Mahesa, itu Mahesa kita Mas!" Pekik Miranda saat melihat Mahesa di ruang ICU rumah sakit.Miranda tak dapat menahan air matanya, perempuan muda itu menangis di pelukan Rajasa. Perasaan Miranda dan Rajasa campur aduk saat ini, mereka senang karena bisa kembali melihat putranya namun juga sedih karena kondisi Mahesa saat ini. Di sisi lain, mereka penasaran bagaimana Mahesa bisa sampai di rumah sakit ini. Namun juga bersyukur karena ada yang menolong putranya."Apakah Bapak dan Ibu adalah orang tua pasien?" Ucap seorang dokter yang tiba-tiba mendekati Miranda dan Rajasa. Miranda langsung menghapus air matanya demi melihat dokter tersebut."Ya, benar! Kami orang tuanya, kami juga membawa semua dokumen yang dibutuhkan sebagai bukti bahwa kami adalah orang tua kandungnya" Ucap Rajasa mantap."Baiklah, ikut saya!" Ucap dokter tersebut tanpa basa-basi. Dokter laki-laki yang terlihat seumuran dengan Rajasa tersebut berjalan menuju sebuah ruangan, diikuti oleh Miranda dan Rajasa.Miranda dan R
"Mas, ada telpon dari rumah sakit" Ucap Miranda menyampaikan pada suaminya dengan penuh harap."Apa ada kabar baik, Mir?" Rajasa pun tak kalah berharap mendapatkan kabar baik"Ya, ada pasien anak tanpa orang tua dan tanpa identitas yang baru saja dirujuk ke rumah sakit tersebut, mungkin saja itu Mahesa, Mas!" Ucap Miranda bersemangat"Ayo kita ke sana sekarang juga, Mir!" Ajak Rajasa, Miranda pun setuju.Mereka tidak mau membuang waktu lagi untuk segera menemukan putra semata wayangnya. Miranda pun segera bersiap dengan membawa berbagai macam perlengkapan, mulai dari alat mandi dan bantu ganti, mengingat daerah yang akan di tuju cukup jauh dari kediaman mereka."Perjalanan kita cukup jauh Mas, apakah tidak apa-apa jika menggunakan mobil? Aku khawatir Mas akan kecapean di jalan" Ucap Miranda pada suaminya."Tak apa sayang, kita akan lebih fleksibel jika menggunakan kendaraan pribadi" Jawab Rajasa sambil menaikan koper ke dalam bagasi.Tak menunggu lama, mereka kemudian segera berjalan
"Om, Mahesa pusing, mau bobo" Ucap Mahesa pada pria yang ada di dekatnya. Pria itu kemudian membopong Mahesa ke dalam kamar dan menidurkanya. Ia menyadari bahwa suhu tubuh anak kecil itu terasa sangat panas, tidak seperti biasanya. "Gawat, anak ini demam" Ucap pria tersebut."Mahe, om keluar sebentar membeli obat dan makanan, Mahe bobo dulu ya!" Ucap pria tersebut."Om, kapan Mahe pulang? Mahe kangen Mamah om" Ucap Mahesa menyampaikan kerinduanya pada Miranda."Hm,, sabar yah! Nanti kalau sudah waktunya Mahesa bisa bertemu Mamah!" Pria itu beralasan. Mahesa mengangguk pelan, Anak kecil itu terlihat sangat lemah dan lelah. Ia kemudian memejamkan matanya dan tertidur sambil merasakan rasa lelah di tubuhnya. Tak menunggu lama, pria penculik itu kemudian pergi meninggalkan Mahesa. Ia membeli obat penurun panas untuk anak dan sebungkus bubur ayam. Setelah keduanya didapatkan, pria itu segera kembali ke rumah di mana Mahesa berada."Mahesa, Om datang! Mahesa makan dulu terus minum obat y