Share

Bab 7 Tidak Pantas

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2025-01-21 11:42:54

Vicky tersenyum puas, memainkan ponselnya sambil melihat unggahan forum itu. 

“Bagaimana?” tanyanya, menatap Lex. “Cukup untuk ‘peringatan kecil’, kan?”

Lex menyeringai. “Sempurna,” balasnya. “Meski aku tidak yakin berita seperti ini akan berdampak besar?”

“Tentu saja!” sahut Vicky cepat. “Orang rendahan seperti dia, akan menganggap gosip ini seperti aib,”

Lex manggut-manggut dengan bibir melengkung. Dia tidak mengerti tentang pertikaian sesama wanita. 

“Dan, bagaimana menurutmu?” Lex kini memusatkan perhatian pada Dante.

Dante yang duduk di sudut dengan tatapan gelap, tidak mengatakan apa-apa. Meski ini sesuai dengan rencananya untuk mengintimidasi Belle, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

“Aku mau semua beres. Jangan sampai nama kita dibawa,”

“Tentu saja tidak, Dan! Kau tahu betapa jeniusnya Vicky, kan?” Lex melirik Vicky sambil menyeringai. Lalu keduanya saling adu kepalan tangan. Cara kerja otak Lex dan Vicky memang hampir sama.

***

Di meja kopi, sekelompok karyawan tertawa kecil sambil melirik ke arah Belle yang baru saja keluar dari ruangan Nate.

“Dia kelihatan polos, ya?” Salah satu dari mereka berbisik dengan nada mencemooh. “Siapa sangka dia punya masa lalu seperti itu?”

“Makanya,” sahut yang lain sambil menyeruput kopinya. “Lihat saja caranya berjalan. Dia pura-pura tidak tahu, padahal kita semua tahu rahasianya sekarang,”

Belle berjalan melewati mereka dengan kepala tertunduk, berusaha keras untuk mengabaikan cemoohan itu. Dia bisa merasakan tatapan mereka menusuk di punggungnya, seolah-olah setiap orang di kantor tengah menghakimi Belle.

Di lorong, sekelompok karyawan lain berhenti bicara begitu Belle lewat. Salah satu dari mereka—seorang wanita dengan lipstik merah mencolok, pura-pura berbisik keras pada temannya.

“Kau tahu kan, kalau rumor itu biasanya benar?” katanya dengan nada yang sengaja dibuat keras. 

Belle berhenti sejenak, ingin membalas. Tetapi mulutnya terasa terkunci. Dia melangkah cepat menuju kamar kecil, berharap bisa menemukan tempat untuk menenangkan diri. Begitu masuk, Belle mengunci pintu salah satu bilik dan membiarkan air mata yang ditahannya sejak pagi tumpah. 

Tiba-tiba Belle teringat pada malam gala itu. Wajah-wajah angkuh The Dominion Club muncul di pikirannya. Terutama Dante Hudson. Belle mulai merangkai potongan-potongan kejadian, menyadari bahwa semua ini mungkin bukan kebetulan.

“Sialan, Dante … “ desisnya geram.

***

Di ruang rapat, Nate berdiri di depan timnya memberikan arahan seperti biasa. Matanya sesekali melirik Belle. Meski Nate tidak ikut menyebarkan rumor itu, dia tahu betul bagaimana hal ini bisa terjadi.

“Baiklah, rapat selesai,” kata Nate akhirnya. “Belle, tetap di sini. Aku ingin bicara denganmu,”

Setelah semua orang meninggalkan ruang rapat, hanya Nate dan Belle yang tersisa. Nate berjalan perlahan ke ujung meja. Tangannya menyusuri permukaan kayu yang mengkilap.

“Belle, aku langsung saja pada intinya,” tukas Nate setelah beberapa saat diam. “Situasi yang terjadi saat ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,"

Belle menatap Nate dengan mata melebar. “Situasi?”

Nate mengangkat alis. "Gosip atau bukan, itu tidak bisa diterima. Terutama untuk perusahaan sebesar Hudson Group,"

"Dengan segala hormat, Pak Whitmore. Saya tidak pernah melakukan apa pun yang dapat mencemarkan nama baik perusahaan ini. Ini semua adalah fitnah." Belle keras membela diri.

Nate menyilangkan lengannya, berdiri tegak. "Mungkin itu benar, mungkin tidak. Tapi persepsi adalah segalanya dalam bisnis, Belle. Dan saat ini, persepsi publik tentang perusahaan kita sedang terancam,"

Tubuh Belle gemetar. "Jadi, apa maksud Anda?" Belle bertanya dengan suara serak.

Nate menarik napas dalam. Dia memejamkan mata sejenak. "Aku meminta kamu untuk mengundurkan diri. Dengan tenang, tanpa membuat keributan. Itu akan menjadi langkah terbaik untuk semua pihak,"

Belle terhenyak. "Mengundurkan diri? Kenapa saya yang harus pergi? Saya tidak bersalah!" belanya. “Kenapa Anda tidak mengusut dulu semuanya dan mencari tahu dalang dibalik semua ini?”

"Ini bukan soal bersalah atau tidak," jawab Nate tanpa emosi. "Ini soal melindungi citra perusahaan. Jika kamu tetap di sini, situasi hanya akan semakin memburuk. Orang-orang akan terus bicara, dan dampaknya akan lebih besar daripada yang bisa kita tanggung," Jawaban Nate diplomatis. Sekaligus tanpa belas kasihan.

Mata Belle mulai berkaca-kaca, tetapi dia menahan air matanya. Dia menatap Nate dengan pandangan penuh luka. "Jadi Anda lebih peduli pada reputasi perusahaan daripada mencari tahu kebenaran?”

Nate mendesah. Dia memalingkan pandangan dari Belle. "Belle, aku tidak punya pilihan,” ujarnya. “Kau tahu aku sangat senang kau ada di sini. Tapi ini bukan keputusan pribadiku,”

“Lalu keputusan siapa?” sambar Belle. Suaranya hampir parau karena menahan tangis.

Belle menegakkan punggung. Meskipun hatinya terasa hancur. "Saya akan membersihkan nama saya," lanjut Belle dengan suara yang gemetar karena emosi. "Dan saya akan membuktikan bahwa saya tidak pantas diperlakukan seperti ini,"

Nate mengerutkan dahi. Tidak menyangka Belle akan menolak begitu keras. Tanpa menunggu jawaban, Belle berbalik dan meninggalkan ruangan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 173 Menantu Kesayangan (END)

    Dua bulan berlalu sejak perjalanan bulan madu mereka di Bora-Bora. Malam ini, Dante dan Belle melangkah memasuki salah satu ballroom termegah di pusat kota Manhattan—Hudson Grand Hall, gedung megah milik keluarga Hudson yang sering menjadi tempat acara-acara besar diadakan. Lampu kristal bergemerlap dari langit-langit tinggi, memantulkan cahaya ke dinding marmer putih berornamen emas. Musik orkestra klasik mengalun lembut, menambah atmosfer prestisius malam itu.Pesta malam ini diadakan oleh Valeria Hudson sendiri. Tujuannya untuk memperkuat citra keluarga Hudson di mata publik setelah berbagai gejolak rumor dan insiden belakangan ini. Secara khusus, acara ini dikemas sebagai Hudson Charity Gala—malam penggalangan dana untuk yayasan kesehatan dan pendidikan yang berada di bawah naungan Hudson Group. Para tamu undangan adalah deretan orang-orang penting seperti politisi, konglomerat, hingga bangsawan yang datang dari luar negeri.Semua mata seolah otomatis menoleh setiap kali Dante d

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 172 Amat Mencintaimu

    Malam itu ruang makan utama terasa lebih hangat dari biasanya. Dante duduk di sisi kanan, Belle di kiri, sementara Valeria di ujung meja, dengan ekspresi tenang namun sulit ditebak. Aroma sup krim bercampur dengan wangi daging panggang memenuhi udara. Tapi yang membuat suasana berbeda adalah kehadiran Valeria yang hingga kini belum juga kembali ke kediamannya sendiri.Sejak Dante pulang, Belle mengira Valeria akan pergi. Tapi kenyataannya sang mertua tetap bertahan, memilih tinggal di rumah ini demi alasan menjaga Adrian. Meski canggung, Belle tidak menolak. Toh Valeria tidak pernah mengomentari apapun tindakannya di rumah.Makan malam berlangsung dengan obrolan singkat. Dante sesekali menatap Belle untuk memastikan kondisinya sudah lebih baik. Belle tersenyum tipis, menegaskan bahwa ia baik-baik saja. Hingga tiba-tiba, Valeria meletakkan garpu dan pisaunya. Lalu menegakkan tubuhnya dengan anggun.“Lawrie,” panggilnya.Dari arah belakang, Lawrie yang sejak tadi berdiri tegak melangkah

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 171 Saling Bertaut

    Kabar penyerangan itu sampai ke Dante lebih cepat dari yang diduga. Lawrie langsung melaporkan insiden tersebut lewat sambungan khusus yang hanya bisa diakses oleh Dante Hudson. Begitu mendengar detailnya—bagaimana Belle hampir ditusuk pria bayaran Evelyn, darah Dante mendidih.Setelahnya, tidak ada lagi rapat atau agenda bisnis yang berarti. Fabian melihat tuannya bertransformasi, dari pebisnis tenang menjadi sosok yang siap membunuh siapa pun yang menyentuh keluarganya.Malam itu, mereka menuju ke sebuah penthouse mewah di distrik Shinjuku, tempat Evelyn menginap. Dua penjaga pribadi Evelyn di pintu hanya sempat menoleh sebelum Dante dan Fabian melangkah masuk tanpa permisi. Aura yang Dante pancarkan membuat siapa pun tak berani menghalanginya.Evelyn sedang duduk anggun di sofa, dengan segelas anggur merah di tangan. Bibirnya melengkung sinis saat melihat Dante datang. “Oh, Dante. Kau benar-benar tidak bisa jauh dariku, ya?”Dante tidak menjawab. Ia melempar sebuah map tebal ke me

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 170 Mengirimkan Perlindungan

    Siang itu Dante berada di Tokyo, tepatnya di lantai atas sebuah hotel mewah yang digunakan Hudson Group untuk mengadakan pertemuan dengan mitra Jepang. Dari jendela kaca besar ruang VIP tempatnya menunggu, pemandangan kota tampak jelas. Gedung pencakar langit berkilauan, jalanan sibuk, dan papan neon warna-warni yang tak pernah mati.Fabian berdiri tak jauh, sibuk meninjau dokumen di dalam tablet. “Tuan, rapat dengan Yamashita Corporation dimulai lima belas menit lagi. Mereka sudah tiba di ruang konferensi.”Dante mengangguk singkat, tapi matanya tidak lepas dari layar ponsel yang baru saja bergetar di tangannya. Sebuah pesan masuk dari nomor asing.Dengan alis sedikit berkerut, ia membuka pesan itu. Dan seketika napasnya tertahan sepersekian detik.Salah satu foto menampilkan Belle tersenyum sambil menyentuh lengan Eddie, seolah mereka tengah berbagi momen intim. Di foto lain, Eddie berdiri dekat sekali dengan Belle saat membawa kotak besar. Sudut pengambilan foto membuat segalanya t

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 169 Masih Mencintaimu

    Sore itu, rumah baru Belle dipenuhi aroma masakan hangat. Meja makan besar di ruang makan sudah ditata rapi dengan piring porselen putih bergaris emas, lilin-lilin kecil beraroma vanila di tengah meja, dan bunga mawar segar di vas kaca.Belle sedang memeriksa pengaturan kursi ketika suara bel pintu terdengar. Salah satu pelayan membukakan pintu. Dan di sana osok Lex dan Lila datang bersamaan.“Lumayan juga. Untuk ukuran rumah yang bukan mansion Hudson,” tukas Lex, pandangannya menyapu seluruh area ruangan.Belle menahan tawa, sudah terbiasa dengan komentar sekenanya itu. Sebelum ia sempat membalas, Lila memutar bola matanya dan menepuk lengan Lex.“Apa itu ucapan selamat versimu? Kalau iya, jelek sekali caranya,” gerutu Lila.Lex hanya mengangkat bahu, menyeringai tipis. “Hei, aku jujur.”Belle terkekeh, lalu memeluk Lila sebentar. “Terima kasih sudah datang.”Tak lama, suara pintu kembali terdengar. Kali ini, Jamie melangkah masuk. Penampilannya rapi dengan setelan kasual. Senyumnya

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 168 Ancaman Lama

    Pagi itu, udara masih dingin dan lembut ketika cahaya matahari baru mulai menyelinap di balik tirai rumah. Belle sudah bangun lebih dulu. Ia menyiapkan secangkir kopi hitam untuk Dante dan segelas susu hangat untuk dirinya sendiri, sambil sesekali melirik jam dinding.Di ruang tamu, koper hitam besar milik Dante sudah tertata rapi di dekat pintu masuk. Fabian berdiri tak jauh dari situ, memegang tablet berisi jadwal dan dokumen perjalanan.“Kau mau kopi, Fab?” tegur Belle.Fabian sedikit menunduk. Pertanda bahwa dia baik-baik saja meski tampak berdiri diam seperti robot.Dante muncul dari lorong kamar, mengenakan mantel panjang warna hitam di atas setelan gelapnya. Matanya langsung mencari Belle begitu i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status