Share

Bab 6 Dunia Sendiri

Penulis: Dama Mei
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-21 11:42:19

Di sekitar meja, para anggota The Dominion Club duduk menikmati malam dengan minuman di tangan masing-masing. Dante duduk di ujung meja. Posturnya santai tetapi auranya tetap mendominasi. Dia mengetukkan jari di sisi gelas anggurnya. Tatapannya tajam saat mengamati setiap orang di ruangan itu.

“Jadi,” Dante memulai, suaranya rendah tetapi menarik perhatian semua orang. “Apa yang kalian lakukan tadi malam?”

Percakapan ringan sebelumnya langsung terhenti. Semua orang tahu bahwa Dante bukan tipe yang melontarkan pertanyaan remeh semacam itu.

Lex tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Aku? Aku sibuk mengurus acara amal perusahaan. Jangan tanya berapa banyak foto yang harus kuambil bersama orang-orang yang bahkan tidak kukenal,” kelakarnya.

Jamie menyusul dengan cerita tentang koleksi mobil barunya, tetapi Dante tidak terlihat tertarik. Matanya bergerak ke arah Eddie, yang duduk di ujung lain meja dengan ekspresi tenang.

“Eddie,” panggil Dante. “Apa yang kau lakukan semalam?”

Semua mata di ruangan itu beralih ke Eddie. Pria itu tetap tenang, memutar gelas anggur di tangannya sejenak sebelum menjawab.

“Aku memutari kota,” katanya dengan nada santai. Seolah pertanyaan Dante adalah hal sepele. “Aku butuh udara segar setelah hari yang melelahkan,”

Dante menyipitkan mata. “Sendiri?”

“Ayolah, Dan!” Lex tertawa pelan, mencoba meredakan suasana yang terasa sedikit tegang. “Kau tahu Eddie itu penyendiri. Kenapa kau tanya hal konyol padanya?”

Vicky yang duduk di sebelah Dante, mengibaskan rambut. “Kau tidak tanya aku, Dan?”

Sebagai mantan kekasih Dante, hingga kini Vicky masih terus mencoba menggoda Dante. 

Dante hanya memberi anggukan singkat. Tidak peduli. Dia kembali memusatkan perhatiannya pada Eddie. 

“Dan, kalau kau ingin memberikan pelajaran pada wanita itu, kau tahu aku selalu siap. Kau tinggal sebut saja apa yang kau inginkan,” tukas Lex.

Dante tidak langsung menjawab. Dia hanya memutar gelas anggur di tangannya. Dia terus memikirkan kejadian semalam, saat Belle dan Eddie bertemu.

“Kau terlalu agresif, Lex,” ejek Nate dengan nada ringan. “Apa kau menyukai Belle?”

Dante seketika menoleh ke arah Nate. Matanya melotot tidak suka. Nate yang sadar dengan tatapan Dante, langsung mengangkat gelasnya.

“Selera Lex terlalu tinggi, kau tahu,” ralat Nate. Dia memang tidak pernah ingin membuat keributan dengan Dante.

“Jika kau bertanya padaku,” ujar Vicky. “Kau tidak hanya perlu memperingatkan gadis itu. Kau harus menghancurkan harga dirinya,”

Dante mengangkat alis, matanya bergerak lambat ke arah Vicky. “Kau punya ide?”

Vicky menyandarkan dagunya di tangan. “Aku punya banyak ide,” jawabnya. “Kita bisa membuatnya merasa seperti berada di puncak dunia, lalu menjatuhkannya begitu keras hingga dia tidak akan pernah bisa bangkit lagi,”

Lex tertawa pelan, terlihat sangat tertarik. “Kau memang licik, Vicky!”

“Oh, ayolah,” Jamie bersuara. “Dia bukan siapa-siapa. Hanya wanita kelas menengah yang bekerja sebagai asisten. Kau yakin itu layak?”

“Justru karena dia bukan siapa-siapa, itu akan lebih mudah,” seru Vicky. “Kau bisa mengerahkan para anak buahmu untuk ikut membantu kita,” ucapnya pada Jamie.

Jamie angkat bahu. “Mereka pekerja lapangan yang melakukan kekerasan. Apa aku harus memerintahkan mereka memukuli wanita itu?”

“Hentikan, kalian,” Dante akhirnya bersuara lagi. “Aku tidak butuh sesuatu yang besar. Hanya … sesuatu yang bisa membuatnya jera,”

“Tapi itu membosankan, Dan!” Vicky merajuk. “Setidaknya biarkan aku bersenang-senang sedikit,”

Dante menghela napas pendek. Kemudian memandang ke arah Lex. “Lex, pantau dia,”

Lex mengangguk dengan senyum puas. “Kau bisa mengandalkanku,”

Dante meneguk habis gelas minumannya. Sambil terus melirik ke arah Eddie, yang sama sekali tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan pembicaraan. Seakan dia punya dunia sendiri.

***

Pagi itu, suasana di kantor Hudson Group lebih ramai dari biasanya. Gumaman dan bisikan memenuhi lorong-lorong. Para karyawan berkumpul dalam kelompok kecil, memandangi layar ponsel mereka dengan ekspresi terkejut atau terkadang sinis.

Belle baru saja tiba di meja kerjanya ketika dia mulai merasakan tatapan aneh dari rekan-rekannya. Mereka tidak mengatakan apa-apa, tetapi cara mereka mencuri pandang dan saling berbisik membuat Belle merasa tidak nyaman.

“Pagi, Belle,” Salah satu rekan kerja menyapanya.

Belle membalas sapaan itu, tetapi ada sesuatu yang tidak beres.

Beberapa menit kemudian, Rachel, teman Belle yang bekerja di departemen lain, muncul dengan wajah serius. Dia membawa ponsel dan langsung menarik Belle ke sudut ruangan yang lebih sepi.

“Kau sudah lihat forum kantor?” bisik Rachel.

Belle mengernyit. “Forum kantor? Tidak, kenapa?”

Rachel menggigit bibirnya, tampak ragu sebelum akhirnya menunjukkan layar ponselnya pada Belle. “Ini ... ini tentangmu,”

Belle memandang layar itu. Dan detik berikutnya, darahnya terasa membeku. Sebuah unggahan anonim dengan judul mencolok berbunyi:

Asisten Eksekutif yang Bermasalah: Belle Monaghan dan Rahasia Kelamnya!

Unggahan itu mengatakan bahwa Belle pernah melakukan aborsi di masa lalu. Komentar-komentar di bawahnya jauh lebih buruk—mencaci, menghakimi, dan mempermalukan.

“Ini tidak benar!” Belle berseru, matanya membelalak. “Aku tidak pernah ... Siapa yang melakukan ini?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 91 Tidak Akan Menyerah

    Langkah kaki Dante terdengar mantap menapaki anak tangga satu per satu. Dari arah dapur, Emily hendak memanggilnya kembali, namun Patrick hanya menggeleng pelan."Biarkan," katanya pelan. "Mereka butuh bicara,"Di lantai atas, Liam berjalan dengan malas menuju kamarnya. Mendorong pintu tanpa tenaga dan membiarkannya terbuka. Dia melempar tubuh ke kasur, membenamkan wajah di bantal.Suara ketukan halus membuatnya mendongak. Belum sempat Liam menanggapi, Dante sudah muncul di ambang pintu. Berdiri dengan tubuh tegak. Tatapannya netral, tapi ada sedikit sorot khawatir di sana.“Boleh bicara sebentar?” tanya Dante.Liam tidak langsung menjawab. Dia hanya berbalik ke sisi ranjang dan duduk sambil menyilangkan tangan, menatap Dante tidak ramah.Dante melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Dia berdiri beberapa langkah dari Liam. “Kau tidak suka aku melamar Belle. Aku mengerti,”Liam mengangkat satu alis. “Kau pikir aku hanya tidak suka? Aku muak,”Dante tetap tenang. “Kenapa?”Lia

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 90 Menjemputmu

    Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengilat—Rolls-Royce Ghost berhenti perlahan di depan rumah keluarga Belle. Suara mesinnya nyaris tak terdengar, tapi kehadirannya langsung menarik perhatian warga sekitar. Beberapa orang melongok dari jendela, sebagian lain menyapukan pandang kagum.Dante keluar dari mobil. Penampilannya tetap rapi—setelan jas abu gelap, rambut tersisir sempurna, dan aura dingin yang melekat padanya seperti bayangan. Tapi hari ini ada sedikit perubahan. Sorot matanya tak setajam biasanya. Ada sesuatu yang lebih lunak, lebih dalam—sebuah rasa rindu.Dia berdiri beberapa saat di depan pagar rumah sederhana itu. Memandang pintu kayu yang sudah mulai termakan waktu. Rumah ini tidak ada apa-apanya dibanding properti-properti milik Dante. Tapi di dalam rumah inilah Belle menemukan tawa, ketenangan, dan cinta.Pintu terbuka. Belle muncul mengenakan blouse putih sederhana dan celana jeans. Rambutnya diikat longgar ke belakang, dan di tangannya masih tergenggam lap dapur. Dia

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 89 Kesan

    Setelah suasana sedikit tenang dan luka Cassie sudah dibalut, Eddie mengajaknya duduk di bangku kayu panjang di teras belakang restoran. Cassie menatap langit, lalu menunduk pelan. "Aku menyesal, Ed,"Eddie yang duduk di sampingnya tak langsung menoleh. "Menyesal yang mana?” timpalnya. “Meninggalkanku demi pangeran itu, atau menyesal karena dia bukan seperti yang kau bayangkan?"Cassie tersenyum pahit."Keduanya, mungkin," Dia menarik napas. "Saat itu, aku pikir aku membuat pilihan terbaik. Demi statusku, demi masa depan. Tapi aku kehilangan satu-satunya pria yang benar-benar peduli padaku… tanpa syarat,"Eddie masih diam. Tangannya terlipat, pandangannya lurus ke kebun kecil di belakang restoran."Aku lihat caramu memandang Belle," lanjut Cassie. "Penuh ketulusan. Dan... aku cemburu. Bukan karena Belle, tapi karena aku tidak pernah bisa menghargaimu saat kau jadi milikku,""Aku mencintaimu dulu, Cass. Tapi aku sudah melepasmu kini," suara Eddie akhirnya terdengar. Tenang, tapi menyim

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 88 Meninggalkanmu

    Di dalam mobil, suasana sempat sunyi sesaat. Cassie menyetir pelan menyusuri jalan desa yang teduh dengan pepohonan. Musik klasik mengalun lembut dari radio mobil. Belle duduk tenang di sampingnya, memandangi jendela.Cassie menoleh sekilas. "Kau memang baik, Belle. Tidak heran Eddie merasa nyaman bersamamu,"Belle menoleh, tersenyum tipis. "Dia juga baik. Banyak membantu keluargaku,"Cassie tertawa pelan. "Aku dulu terlalu sibuk melihat masa depanku sendiri… sampai lupa, hati seseorang tidak bisa dilukai begitu saja,"Belle tidak menjawab. Matanya kembali menatap keluar.Cassie ikut terdiam. Untuk pertama kali sejak mereka masuk mobil, ekspresinya menunjukkan sedikit kerapuhan. Tangannya menggenggam kemudi sedikit lebih erat.“Bolehkah aku menanyakan sesuatu, Belle?”Belle menatapnya, tenang. “Apa?”Cassie menoleh, mata cokelatnya tajam. “Hubunganmu dengan Dante… seperti apa sebenarnya?”Belle terdiam sesaat. Dia menunduk, merasakan detak jantungnya berubah saat nama Dante disebut. “

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 87 Bantuan Kecil

    Restoran kecil keluarga Belle sudah mulai dipadati pelanggan. Belle mengenakan apron berwarna krem, rambutnya diikat rapi ke belakang, tengah melayani pelanggan dengan senyum ramah. Sementara Eddie berada di dapur, membantu mengatur bahan makanan.Suasana riuh itu tiba-tiba mereda ketika sebuah mobil mewah berhenti di depan restoran. Pintu terbuka perlahan dan dari dalamnya keluar seorang wanita anggun dengan setelan linen putih gading yang sempurna. Kacamata hitam besar menutupi separuh wajahnya.Cassie.Eddie yang sedang menyusun bahan di meja langsung membeku begitu sosok itu melangkah masuk. Senyumnya lenyap, ekspresinya menegang dalam sekejap. Eddie mematung di tempat, mata tidak berkedip menatap wanita yang dulu pernah dia lamar—dan yang kemudian meninggalkannya demi gelar bangsawan.Belle juga ikut menoleh begitu melihat Eddie berubah drastis. Tatapannya kemudian beralih ke pintu masuk… dan dia segera memahami segalanya.Cassie membuka kacamatanya dengan anggun, matanya langsun

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 86 Paling Kuat

    Sejak pagi, Belle sudah berada di restoran kecil keluarganya. Membantu menyiapkan hidangan, melayani pelanggan, dan membersihkan meja. Tangannya bergerak lincah, namun hatinya terasa berat. Wajah Dante, kata-katanya, semua itu berputar tak henti dalam benak Belle."Belle, tolong ambilkan saus tambahan di dapur!" seru Liam dari balik meja kasir.Belle segera mengangguk dan bergegas ke belakang. Di dapur, Belle bersandar sejenak pada meja, menarik napas panjang. Tangannya gemetar tanpa dia sadari."Kau harus kuat, Belle," gumamnya pelan.Tetapi mengusir Dante dari hidupnya... tidak pernah terasa semenyakitkan ini."Belle?" suara langkah kaki terdengar mendekat.Belle menoleh dan melihat Eddie berdiri di ambang pintu, membawa dua gelas air dingin di tangannya."Kau kelihatan lelah," kata Eddie, menyerahkan salah satu gelas padanya. "Istirahatlah sebentar,"Belle memaksakan senyum kecil dan menerima gelas itu. Eddie mengamati Belle dalam diam."Kalau ada yang mengganggumu, kau tahu kau bi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status