"Shhhh.. lepas.. hnghhh" daging lembut itu mengecap cuping telinga Liona membuatnya tak sengaja mengeluarkan suara desahan. "Tanda yang aku berikan sudah memudar ternyata, mau buat lagi?" jari- jari itu berjalan perlahan menggoda lapisan kulit tipis nan bersih Liona yang sedang mencoba menjaga kewarasannya, ia tidak akan membiarkan dirinya di lecehkan lagi. "Biarkan aku per.. gi hhh." kepalanya menggeleng ke segala arah untuk menangkis ciuman di lehernya, tangannya sudah lebih dulu dipenjarakan oleh tangan kanan Arka, ia hampir putus asa."Ini akibat dari sikap keras kepalamu." "Aku.. aku minta maaf, cukup. Berhenti di sini."Tok.. tok.. tok.. ketukan di pintu mengintrupsi kegiatan mereka."Ckk mengganggu." Arka melepas tangan yang menjerat itu dan membiarkan Liona lolos untuk bangun dan merapikan penampilannya."Masuk." ucap Arka pada orang di luar pintu."Maaf pak." mata itu beralih ke tubuh Liona yang berdiri canggung di samping Arka yang sedang duduk di kursinya."Ini dokumen y
"Jangan asal bicara, pernikahan apa yang kamu maksud. Aku akan pulang sendiri.""Bukankah aku harus bertanggung jawab dengan sesuatu dalam perutmu itu? Aku bersedia menikahimu." Mata Liona membulat sekestika kalimat itu di ucap Arka."Kenapa kamu mengatakannya begitu enteng, jangan membahas itu lagi denganku. Pokonya aku akan pulang sendiri." jelasnya tak kalah penuh penekanan."Kalau begitu tidak usah pulang sama sekali." pungkasnya masih tetap keras kepala."Kenapa kamu mengatur apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan. Kamu terlalu ikut campur terlalu banyak." Liona menyudahi makan malamnya, tidak, dia tidak mood lagi untuk makan. Liona masuk ke kamar dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut.Suara pintu terbuka lagi, Arka masuk ke kamar yang sama tempat dimana Liona tidur. "Kenapa kamu masuk?" Kepala Liona menyembul dari selimut yang semula menutupi sepenuhnya."Ini kamarku, kamu lupa?" Arka cuek naik ke kasur dan menimpati posisi kosong di sebelah Liona."Kamu tahu apa y
"Ini gak mungkin, alatnya pasti rusak. Gak mungkin aku beneran hamil." Liona berjongkok menangkup wajahnya yang berantakan. Hidupnya seakan menjadi benang kusut, bagaimana ia akan merajutnya kembali. Liona ke luar dari kamar mandi dan di kejutkan oleh Arka yang sedang berdiri tepat di depan pintu. Saking terkejutnya tespack yang ia pegang terjatuh."Sudah di cek?" Arka memungut tespack yang tergeletak di lantai dengan menyeringai tanpa Liona sadari."Benihku lebih cepat tumbuh dari yang aku kira, kamu milikku sepenuhnya Liona, ada sesuatu yang hadir di perutmu hasil dari buah cinta kita." ucapnya bangga, mengelus perut bawah Liona di luar baju yang Liona kenakan."Jangan sentuh aku, ini pasti salah, hasilnya pasti salah." Liona lari ke kamarnya dan mengunci pintu."Aku gak mau hamil, aku gak mau..." menangis putus asa sambil meremas perutnya yang rata.Liona mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Hik..hikk Met, tolong gue Met. Gue gak tau harus bilang sama siapa lagi. Gue gak s
"Na, gmna rencana gue? Lo berhasil bikin Arka mabuk dan nemuin rekaman itu kan?" Liona hanya meratapi pesan temannya tanpa membalas. Fakta baru yang ia dapat beberapa jam lalu setelah Arka mengatakan semuanya di sela- sela mabuknya membuat Liona tak bisa berucap lagi. Liona tak percaya Arka telah mengatur semua muslihat dari awal untuk mengukung hidupnya."Jadi itu alasan kenapa dia tau dimana aku tinggal bahkan saat pertama kali dia mengantarkan aku pulang? Dia yang menguntitku selama ini sampai aku memutuskan pindah kosan? Kenapa aku bodoh." Liona lagi- lagi memukul kepalanya, ia tak menyadari bahwa semua keanehan yang terjadi padanya adalah kelakuan Arka."Aku harus pergi dari sini, dia mengerikan, tak waras." Liona beranjak dari kasur dan menuju pintu yang membuatnya berhenti. Tak ada kunci disana, Arka terbiasa menyimpannya karena takut Liona akan pergi diam- diam."Dimana ia menyimpannya." Dejavu, Liona meraba semua saku di pakaian yang Arka kenakan. Tubuh itu tak bergerak sama
"A.. aku harus pergi." Liona sontak berdiri dari kursi Arka, namun sebelum sempat kakinya melangkah, tautan di tangannya membuat ia kembali pada posisinya."Tidak perlu pergi." mengetatkan pegangan saat Liona mencoba melepas tautan itu, ingat bahwa ada sepasang mata masih berada di depan mereka."Dia pacarku, dan apa yang kamu lihat tadi aku minta untuk kamu merasahasiakannya. Jika sampai hubunganku dengan Liona sampai di ketahui karyawan lain, maka kamu orang pertama yang akan aku cari." wanita lain yang masih mematung di ujung pintu memilin ujung bordir pada rok yang ia kenakan. "Baik pak. Dan, maaf atas kelancangan saya. Saya hanya membawa file yang bapak minta." Nadine melewati Liona yang masih tertunduk di sana dan menyerahkan seberkas kertas ke meja Arka."Saya permisi." Liona tak sabar mengutuk pria di depannya. Bisa- bisanya ia mengklaim bahwa dia adalah kekasihnya."Kenapa kamu mengatakan hal itu padanya? Siapa yang kamu maksud sebagai pacar?" Pria di depannya bergerak kelew
"Kenapa kamu datang?" di depan pintunya sudah berdiri Arka dengan setelan rapinya."Ayo, kita berangkat. Aku bangun lebih pagi untuk jemput kamu." Ia menyandarkan sikut di kusen pintu, tepat dimana Liona menopang berat tubuhnya."Kamu pasti lupa aku udah punya motor, aku bisa berangkat sendiri Arka. Kamu duluan aja." Liona mengingatkan."Tapi aku udah sampe sini, kamu nyuruh aku pergi?" Liona mengurut pertengahan alisnya, ingin sekali memaki, siapa juga yang meminta untuk di jemput. Toh meski Liona belum punya motor sekalipun, ia biasa pergi ke kantor sendiri."Pokonya aku akan tetap bawa motor pagi ini." tegasnya lagi, tidak, kali ini ia yang harus menang dalam argumennya. Liona janji ia tidak akan terus patuh pada perintah Arka."Kalau gitu aku ikut kamu naik motor." Kalimat itu sukses membuat mata Liona berputar ke arahnya. "Kamu serius? Jangan mengada- ngada. Kamu ke sini bawa mobil, lagian aku gak bisa bawa boncengan. Kamu berat." Liona menolak, tetap bersikuku."Siapa yang suruh
"Gue rasa gue suka sama orang lain." kalimat Bily mengundang perhatian Liona lagi."Jadi kamu bener selingkuh dari Tasya? Dia pasti kecewa sama kamu, dia sayang banget sama kamu Bil. Aku bisa lihat dari semua perhatiannya selama kamu sakit kemarin." mata itu menatap nanar, menyuarakan ketidaksukaannya."Gue juga gak tau kenapa hati gue bisa berkhianat setelah sekian lama menjalin hubungan dengannya." Tatapannya lurus ke depan, meninggalkan mata penasaran dari lawan bicaranya."Apa cewe itu tau kamu pacaran sama Tasya? Dia tau perasaan kamu ke dia?" kicaunya lagi, Liona benar- benar di buat penasaran."Hmmm dia orang yang gak peka terhadap sekitarnya." Bibirnya mengulas senyum miring."Ekpresi macam apa itu, Bil kamu harus memikirkannya sekali lagi. Mungkin saja itu karena kamu kesepian karena kamu dan Tasya berhubungan jarak jauh." "Udah lah, lupain aja. Ayo, gue anter lo pulang." "Aku.. aku bisa pulang sendiri." jarinya tertaut gelisah."Lo masih gak mau ngasih tau tempat lo tinggal
"Kenapa tiba- tiba lo ngajak kita liburan? Gak biasanya lo begini" Livy membuka kaleng minumannya sambil menggunjing ayam goreng."Gue cuma butuh liburan, kalian juga kan? Kita kerja tiap hari, anggap aja ini self reward." Mereka baru saja sampai di villa milik keluarga Meta. Saat Liona bersungut ingin liburan, Meta langsung bersuara untuk menawarkan tempat milik keluarganya itu, itung- itung bisa lebih hemat dan lokasinya lebih dekat. Jadi liburan singkat ini tidak akan menghabiskan banyak waktu di perjalanan.Liona menelungkupkam ponselnya dengan layar yang sudah gelap. Sejak keberangkatan, Liona irit sekali bicara."Lo kok diem aja si Na, harusnya happy dong kan lo yang ajak kita." Meta tak biasa dengan Liona yang masih duduk tenang."iya Na, kok lo murung gitu. Bentar ya gue ke toilet dulu." Livy beranjak dari kursinya.Sepeninggalan Livy, Meta yang berada di sebrang kursinya berpindah tempat, merapatkan diri di sebelahnya."Sebenarnya apa yang terjadi? Gue yakin lo gak lagi baik