Falri masih tertidur pulas. Kulitnya terlihat pucat pasi. Bibir tipisnya kering, seperti tidak bertenaga.
Glen yang melihat keadaan adik angkatnya hanya tersenyum sendu. Dia sudah mengetahui bahwa tadi malam, Falri mendonorkan darahnya ke Papa kandungnya. Glen tentu saja tahu, dia punya banyak intel. Jadi, jangan pernah heran jika Glen tahu sendiri tanpa diberitahu terlebih dahulu.
Glen berusaha membangunkan Falri. Falri juga butuh makan meskipun sedang sakit.
Falri mengerjapkan matanya perlahan. Rasa pusing masih menyergap di ubun-ubun kepalanya. Dia memegang keningnya, mencoba untuk meredakan rasa pusing itu.
"Eh, bang Glen." Falri menyapa dengan suara serak karena habis bangun tidur dan masih sakit.
Glen berdehem pelan. "Gue bangga sama lo, Ri."
"Maksudnya, Bang?"
"Lo pikir gue nggak tau apa yang lo lakuin semalem? Sampai-sampai lo jadi jatuh sakit gini?"
"Tahu darimana? Gue belum ngasih tahu, deh."
"Gue tau sendiri, lah. Gini, deh. Ya kali seorang Falri tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab. Kemarin lo donorin darah ke bokap lo?"
"Iya, bang." Falri berusaha duduk di pinggir ranjang. Dia dibantu oleh bang Glen.
"Lo masih peduli sama bokap lo setelah dia buang lo?"
"Gue yang salah, Bang. Seharusnya dulu gue ---" Falri menghentikan kalimatnya.
"Gue apa?"
Falri menggelengkan kepalanya cepat. "Gue bakal kasih tau di waktu yang tepat aja, Bang."
"Oke. Lo sekarang mandi terus makan bubur ayam yang udah gue beliin. Jarang-jarang gue baik hati gini."
"Terus syutting gue?"
"Gue udah bilang produser film kalau lo lagi sakit. Ya kali mereka maksa lo ikutan syutting film padahal tau lo lagi sakit. Bisa-bisa mereka gue tuntut," cerocos Glen.
Falri tertawa kecil. "Iya, deh. Bang Glen the best emang!"
"Gue mau keluar dulu. Ada meet sama temen lama," kata Glen.
"Cewek or cowok, bang?" tanya Falri, sedikit mengejek.
"Cewek, bro. Cakep banget, asli. Dulu pas masa sma burik, anjir. Eh, pas udah lama nggak ketemu malah cakep." Glen menyugar rambutnya dengan jemarinya. "Semoga aja gue jadi pacarnya dia, HAHA!"
"Dih, mandang fisik."
"Fisik itu nomor dua. Yang penting mandang akhlak," ujar Glen, bijak.
"Emang kenapa, Bang?"
"Gini, ya." Glen duduk di pinggir ranjang, di sebelah kanan Falri. "Kalau fisik bisa diubah asal ada duit. Nah, kalau akhlak itu walaupun ada duit juga, tetap nggak bisa dirubah. Ngerti lo?"
Falri menguap lebar seraya mengangguk singkat. "Kalau misalnya cewek kagak cakep terus gak ada akhlak gimana, Bang?"
"Nah, kalau itu beda cerita. Kudu jauhin orang kayak gitu, dah."
"Terus kalau cowok yang rusak masa depan ceweknya, gimana Bang?"
Eh, kok ini malah masukin diri sendiri ke kandang harimau! Dasar mulut laknat, batin Falri.
"Beh! Gue sebagai cowok aja, nih. Nggak berani kayak begitu. Jangankan ngerusak, pegangan tangan sama cewek aja masih gemeter, cuy!" Glen bergidik ngeri. "Kalau gue tau ada cowok yang kayak begitu udah gue hajar habis-habisan! Biar kapok. Udah tau cewek itu masih sesama jenis kayak emaknya. Nggak ngotak emang buat cowok bajingan," lanjut Glen, dengan nada menggebu-gebu.
Falri menahan nafasnya sejenak. Dia meneguk ludahnya kasar. Jangan sampai Glen tahu duluan jika dia dulu pernah ---- sudahlah!
"Bang, lo masih mau di sini?" tanya Falri, mengalihkan topik pembicaraan.
Glen menoleh ke arah Falri. "Iya juga, ya. Gue, kan pengen ketemu sama temen cewek gue."
"Yaudah, sana pergi! Hush ... hush ... hush ...."
Glen mendelik sinis. "Gue daritadi di sini juga gara-gara lo, Ri!"
Falri meledakkan tawanya. Meskipun dia masih merasa sakit, tetapi sudah ada sedikit tenaga. Berkat bang Glen beserta candaan berisi petuah yang menghibur.
Glen pamit pergi. Falri hanya mengangguk sekilas. Sepeninggalan Glen, Falri mencari sesuatu di dalam rak nakas mejanya. Dia tersenyum kecil sesaat menemukan sebuah bingkai kecil berisi foto bersama dengan keluarga.
Falri mengusap bingkai itu. Dia tersenyum miris. "Andai dulu gue nggak melakukan hal itu. Mungkin sampai saat ini, gue masih bisa bersama Mama, Papa, dan Kak Fani." Falri menghembuskan nafas panjang.
"Semua gara-gara gue," kata Falri, "Kalau dulu gue nggak kelewatan cium pipi Jeslyn pasti nggak akan pernah kejadian kayak gini."
***
Falri sudah tampak lebih segar dari sebelumnya. Dia sudah mandi. Berpakaian rapi dan keren. Makan bubur ayam dari bang Glen hingga tandas.Falri sedang duduk di sofa ruang TV. Di depannya sudah ada TV berukuran 42 inchi. Sangat besar, seperti ingin nonton bioskop, haha.
Falri memegang remot TV. Kemudian menghidupkan TV lewat remot yang berada di bawah kendalinya.
Falri terus memencet tombol ganti. Tidak ada yang menarik dari berita-berita gosip di pagi ini. Semua tampak membosankan. Artis terjerat narkoba untuk kesekian kalinya. Artis mabuk-mabukkan di pinggir jalan. Artis yang tengah panjat sosial di media sosial. Sampai artis yang bercerai padahal baru menikah kurang dari ssbulan.
Falri mendengus malas. Saat semua channel TV menyiarkan segala berita gosip yang sudah pasaran, berlalu lalang di media sosial. Apakah tidak ada berita yang lebih berbobot lagi? Seperti bencana alam yang tengah melanda atau prestasi siswa Indonesia yang membanggakan negaranya di kancah internasional.
Falri menghentikan jemarinya yang sedari tadi bergerak lincah memencet tombol pindah channel. Dia termangu sejenak saat ada berita menyangkut dirinya! Berita gosip lebih tepatnya. Apa?!
Falri meneliti isi berita tentangnya. Dia mendengarkan baik-baik si presenter gosip itu. Bahkan volume Tv-nya ditambah lagi secara sengaja.
"Dikabarkan Falri, seorang aktor yang tengah naik daun ini sedang menjalin hubungan spesial dengan dua orang sekaligus." Begitulah kira-kira ucapan si prensenter memulai pemberitaan
Lanjut, dengan dua video yang katanya tengah beredar di media sosial. Falri mencermati setiap video yang ditampilkan. Dua video itu adalah, video di saat dia berbicara dengan Jeslyn dan Kak Fani di kafe dengan waktu dan tempat yang berbeda.
"Siapa yang nyebar gosip kayak gini, astaga!" Falri meraup wajahnya kasar. Tidak habis pikir pada orang yang menyebarkan gosip sampah seperti ini.
Falri segera mengambil ponselnya. Kemudian mengetikkan sesuatu di kolom pencarian di salah satu akun media sosialnya. Terdapat sebuah akun bernama Serba Turah.
Di postingan terbaru dari akun Serba Turah terdapat dua slide video. Dengan isi caption: Si abang ganteng ternyata sudah punya dua gebetan sekaligus!
Falri menarik nafas panjang. Lalu menghembuskannya perlahan. Siapa pemilik akun Serba turah itu?
"Ada aja cobaan gue. Udah baik-baik gue nggak pernah diberitakan dengan gosip sampah gini. Eh, sekarang gara-gara si Serba Turah. Gue bakal diserang wartawan buat klarifikasi. Sayangilah, hambamu ini, ya Allah."
"Demi aleks, gue nggak apa-apa," lanjut Falri, kemudian mendesah frustasi.
***
Falri, Glen, Satya, Fani, dan Jessica sontak berlari masuk ke rumah. Mereka terkejut mendengar suara teriakan dari Jeslyn dan Deslyn di dalam rumah.Jeslyn dan Deslyn menghampiri mereka. Membuat Falri, Glen, Satya, Fani, dan Jessica menatap khawatir keduanya."Jes, tadi kenapa?" tanya Falri.Jeslyn dan Deslyn saling tatap. Kemudian mereka berdua tertawa renyah. Hal itu lagi, lagi membuat mereka berlima menatap bingung keduanya."Kok ketawa?" cengo Jessica."Kita nggak apa-apa," ulas Jeslyn, "kita tadi cuma mau ngagetin aja. Eh taunya bener-bener kaget."Deslyn tertawa kecil. "Muka kalian lucu kayak Shaun The Sheep, hihi ....""Kita dikerjain?" culas Glen yang diangguki semangat oleh Deslyn dan Jeslyn."Pengen ngomong kasar tapi ada bocil," ucap Satya mengelus dada."Bocil siapa, Papa?" tanya Deslyn bingung."Bocil ya lo, Deslyn," ceplos Glen."Bocil emang apa, Om?" tanyanya lagi.Glen mendesah frustasi. "Bocil y
Seminggu kemudian ...Jeslyn sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Sontak hal itu membuat Falri dan Deslyn begitu antusias membawa pulang Jeslyn.Dibantu Satya, Glen, Fani, dan Jessica, Jeslyn akhirnya keluar dari rumah sakit. Falri masih menggendong Deslyn sampai di depan mobil.Glen duduk di kursi pengemudi. Fani di sebelah sisi Glen. Sedangkan Falri, Jeslyn, dan Deslyn duduk di bangku tengah. Hanya Satya yang duduk di belakang bersama Jessica."Lo bener udah sehat, Jes?" tanya Satya."Iya, Kak.""Jes, pokoknya ntar harus makan banyak ya!" seru Jessica begitu semangat, "ntar gue masakin, deh. Serius!""Gue ikutan masak, dong," timpal Fani ikut nimbrung."Skuy, lah. Yang penting bahannya udah ada di dapur. Ya, nggak, Yara?" Jessica menaik-turunkan kedua alisnya sembari menatap Satya."Gue belum belanja, astaga.""Gampang, Sat. Lo tinggal beli aja ntar sama Glen." Fani memberi solusi.Kedua lelaki yang dititah
Falri menatap gundukan tanah di hadapannya. Hatinya terasa sakit. Seperti ditikam beribu belati tajam.Falri menangis. Meratapi nasibnya. Ia direngkuh hangat oleh Fani, kakaknya.Falri mengecup pelan batu nisan. Tak lupa ia memanjatkan beribu doa."Fal," panggil Fani mencoba menahan isak tangis.Falri menghentikan tangisnya. Ia menatap sang kakak, kemudian memeluknya begitu erat."Fal, kita harus sabar," lirih Fani."Tapi kenapa harus Mama dan Papa yang tiada?" tanya Falri. Ia menitikkan air mata untuk kesekian kalinya. "Gue ngerasa kalau gue ...." Falri menjeda ucapannya sebab terhalang oleh suara isakan tangisnya."Gue nggak bisa banggain Mama dan Papa. Gue nyesel, Kak."Memang benar, Dira dan Bran dinyatakan meninggal dunia akibat kecelakaan. Kemarin, tepat di saat usai Jeslyn tertembak. Dira dan Bram berinisiatif membawa mobil sendiri, karena mobil ambulance sudah penuh.Naas, di jalan menuju rumah sakit, mobil ya
Falri diambang kebingungan. Di satu sisi, ia tidak ingin menerima tawaran Alda. Namun, di sisi lainnya ia tidak bisa berlama-lama menyelamatkan orang-orang yang dikenali.Falri mengusak rambutnya frustasi. Ia menatap Alda dengan tatapan lelah bercampur gusar."Lo udah buat drama banyak banget di hidup gue. Apa lo nggak cape juga?" Falri berujar, seolah-olah ia ingin bernegoisasi dengan Alda.Alda menggeleng cepat. "Aku nggak akan pernah cape! Sebelum kamu jadi pacarku, Fal.""Lo cinta sama gue?" Alda menggeleng sekali lagi. Membuat Falri mengernyit heran."Aku nggak cinta sama kamu.""Terus kenapa lo seolah-olah maksa gue untuk jadi pacar lo?""Kepo! Jadi, cowok gak usah kepo!" tukas Alda.Falri berdecih pelan. "Ngeselin lo jadi cewek!""Gak ngejek aku buta lagi?" tantang Alda.Falri menggeram marah. Bagaimana ia mengejek Alda buta jika Alda sendiri saja sudah bisa melihat. Ada-ada saja perempuan sialan itu!"Fal, per
***Dengan perasaan mantap, Falri menaiki satu per satu anak tangga. Ia harus berhati-hati karena lantai tangga juga tak kalah licin. Nyatanya rasa penasaran Falri masih mampu mengalahkan rasa takutnya.Celana Falri sudah basah kuyup. Diakibatkan oleh genangan air dan air ngompol yang tanpa disengaja. Falri tetap berteriak, meneriaki si perempuan misterius. Namun, semakin waktu berjalan sudah tidak lagi terdengar suara perempuan menggema."Duh, ini gue milih pilihan yang tepat, kan?" tanya Falri jadi bimbang sendiri.Falri menggeleng seraya berdecak. "Bodo, ah. Siapa tau ntar di lantai dua ada harta karun gitu. Kan, nggak ada yang tau."Falri terus menggerutu. Begitu juga dengan hatinya yang terus meneriaki kalimat, "Demi gue, Jeslyn, dan Deslyn!"Falri menghela nafas lelah saat sudah berada di lantai dua. Matanya menelisik sekitar, banyak pintu kamar di sepanjang tembok hingga ujung tangga.Falri mengusap kasar keringat. Ia kembali berteriak,
Falri memutuskan untuk masuk ke gedung seram itu. Mau bagaimana lagi? Ini sudah cara terakhir mendapatkan petunjuk tentang drama di hidupnya.Saat Falri membuka pintu utama gedung. Tiba-tiba air dari dalam gedung meluruh keluar, sehingga kedua kakinya terpaksa basah karena air itu. Falri hanya bisa berdecak kesal.Matanya berkeliaran melihat sisi-sisi di dalam gedung. Tidak ada yang spesial. Hanya ada lorong-lorong gelap di sisi kanan, kiri, depan. Tak hanya itu, lorong-lorong itu digenangi banyak air.Bahkan juntaian rumput liar ikut menghiasi pemandangan dalam gedung. Falri bergidik ngeri. Dia menatap kedua kakinya, takut ada ular yang tiba-tiba melilitkan diri di kakinya. Jangan sampai, deh!Falri mencoba maju tiga langkah. Di saat itu juga sibakan air menggema di seluruh gedung. Falri mengumpulkan keberanian. Meskipun dia lelaki, tetapi jangan salah jika ia juga punya takut. Apa lagi kegelapan adalah salah satu phobianya."Please, ya ... di sini ada