Share

Dara Ameera
Dara Ameera
Penulis: Senja Bulan Juni

Chapter 01

Beberapa tahun yang lalu...

"Kami dari pihak kepolisian, membawa surat penangkapan untuk saudara Febri Sanjaya,"

Beberapa anggota kepolisian, tiba-tiba saja datang memasuki kediaman keluarga Sanjaya. Membuat sepasang suami istri yang tengah bersantai di ruang televisi itu, tampak sangat terkejut dengan kedatangan mereka.

Febri Sanjaya, sang kepala keluarga di rumah itu, berdiri dari duduknya. Wajahnya tampak begitu sangat panik, ketika anggota kepolisian mengatakan akan menangkapnya.

"Tunggu ... tunggu. Apa maksudnya ini? Kenapa saya tiba-tiba di tangkap?" protesnya.

"Anda di tangkap, karena terbukti telah melakukan tindak korupsi pada perusahaan anda. Anda terbukti, menggelapkan dana perusahaan dan menipu para kolega and,." jelas mereka.

Febri menggelengkan kepalanya, ia sungguh tidak pernah merasa melakukan tindak kejahatan seperti itu, apalagi di perusahaan miliknya sendiri. "Pak, ini tidak mungkin! Saya tidak pernah--"

"Anda bisa menjelaskannya di kantor polisi," mereka langsung meringkus Febri begitu saja.

"Tunggu pak, ini pasti ada kesalahpahaman. Suami saya mana mungkin seperti itu!" jerit Amara. Namun, mereka tetap membawa Febri pergi bersama mereka.

"Mulai saat ini, seluruh aset milik keluarga Anda, akan kami sita. Anda bisa segera pergi, sebelum 24 jam,"

"Pak, tolong ... Ini pasti--"

"Maaf bu, sebaiknya ibu segera bersiap sekarang. Kami permisi!" Seru salah satu dari mereka.

"Ayah!" Amara, sang istri mencoba berlari mengejar para anggota kepolisian yang membawa suaminya tersebut. Namun, mereka sudah membawa suaminya itu pergi.

Sesaat setelah kepargian mereka semua, Amara memukul dadanya yang terasa sesak. Kenapa ini semua bisa terjadi kepada keluarganya? Ia tahu betul, jika suaminya bukanlah tipe orang yang seperti itu dan semua harta kekayaan yang mereka miliki, murni dari hasil kerja kerasnya sendiri. Ya tuhan, jika semua ini akan di sita, kemana lagi ia dan anaknya harus pergi?

Tiba-tiba saja sosok wanita berpakaian modis muncul, dia adalah Dara Ameera, permata mereka satu-satunya. Ia terkejut saat melihat bebrapa orang membawa semua mobil milik keluarganya. "Bu, apa yang terjadi? Kenapa mereka membawa ayah, dan ... mereka juga menyita mobil-mobil kita?" tanyanya.

Amara menghampiri putrinya, menangkup wajah putrinya, dan menatapnya dengan linangan air mata. "Nak, kita sudah kehilangan semuanya. Ayahmu ... terbukti telah melakukan tindak korupsi, dan penipuan terhadap para koleganya," terangnya, sembari terisak di hadapan putrinya.

Dara menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin bu! Ayah tidak mungkin melakukan hal seperti itu, kenapa ibu diam saja ? Kenapa ibu tidak mencegah mereka untuk membawa Ayah?" tanyanya dengan sedikit kesal.

Amara terisak pelan, "Nak, ibu sudah melakukannya. Tapi mereka memiliki bukti kuat yang mengacu kepada Ayahmu. Mereka memberi kita waktu, sampai 24 jam, untuk meninggalkan rumah ini,"

Dara melepaskan kedua tangan ibunya, yang berada di kedua sisi wajahnya. "Tidak bisa! Mereka tidak bisa melakukan ini semua kepada kita bu. Dara yakin, jika Ayah tidaklah bersalah!" serunya, "Dara akan menemui paman, memintanya untuk membantu Ayah, dan melepaskan Ayah dari tuduhan ini."

"Nak, percuma. Mereka memiliki bukti yang kuat," Ucap Amara lagi, namun Dara tidak menggubrisnya. Wanita muda itu bergegas memesan transportasi online, yang akan membawanya ke rumah pamannya, yang bekerja sebagai manajer di perusahaan milik ayahnya.

Namun siapa sangka, ketika Dara sampai kesana, dan meminta tolong kepada pamannya. Ia hanya mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan apa pun untuk ayahnya.

"Paman pasti bercanda. Aku tahu ... paman pasti bisa membantu Ayah. Paman juga mengenal seorang jaksa, paman bisa saja kan, memintanya untuk--"

"Dara, dengar ... Semua bukti sudah mengarah kepada ayahmu. Dan paman, sungguh tidak bisa membantu. Maafkan paman .... " katanya.

Dara menggelengkan kepalanya, apa ini? Bahkan, adik dari ayahnya saja tidak percaya kepada ayahnya? Ya tuhan ... apalagi yang harus ia lakukan?

Dara belum menyerah, ia mencoba menemui para sahabat dan kerabat ayahnya, meminta mohon agar mereka membantunya, namun lagi-lagi, mereka menolak.

Dan hari itu akhirnya telah tiba, hari yang menetapkan bahwa ayahnya terbukti bersalah, dan di vonis hukuman penjara minimal 10 tahun. Dan hari itu, kehidupan Dara dan Amara benar-benar sangat hancur. Tidak ada yang sudi membantu mereka, di kala mereka tidak memiliki apa pun. Pada akhirnya, ia dan Dara hanya bisa menempati sebuah rumah kontrakan kumuh, dan Dara terpaksa harus berhenti kuliah. Semua harta dan kekayaan milik mereka di renggut begitu saja secara tidak adil. Bahkan, di saat mereka sedang seperti ini, kerabat, serta adik kandung Febri sekalipun tidak sudi untuk menolong mereka. Dan itu membuat Amara merasa sangat sakit. Kini, ia dan Dara harus bekerja dan menghasilkan uang sendiri, untuk kelangsungan hidup mereka.

"Dara!"

Wanita berusia 23 tahun itu menoleh dan mendapati sosok Raisa yang melambaikan tangan kepadanya. Wanita dengan nama lengkap Dara Ameera itu, baru saja tersadar dari ingatan masa lalunya yang begitu sangat menyedihkan. Dara segera bergegas menghampiri sosok Raisa yang hanya berjarak beberapa senti darinya.

"Tebak, apa yang akan aku sampaikan kepadamu?" Wajah Raisa tampak berseri-seri.

Dara mengerutkan keningnya, sebelum akhirnya ia menggeleng dengan pelan. "Apa itu? Aku tidak tahu,"

Raisa berdecak pelan, "Ck! Kau tidak seru,"

Dara terkekeh pelan, "Kau tahu betul jika aku tidak suka basa-basi, kan?"

Raisa mendelik kesal, "Iya, aku tahu. Dan itu menyebalkan!" sungutnya.

"Baiklah Raisa yang cantik jelita, hal apa yang akan kau sampaikan kepadaku?" rayunya, Dara mencoba membuat Raisa sedikit senang.

Raisa mendekat, dan berbisik di telinga Dara. "Akhirnya, aku di terima kerja di perusahaan yang aku inginkan!" seru Raisa.

Dalam beberapa saat Dara terdiam, tidak tahu harus bagaimana membalas ucapan Raisa. Bukan ... bukan karena ia tidak senang dengan kabar yang Raisa bawa, tapi ia merasa tuhan begitu tidak adil kepadanya. Ia juga ingin mendapatkan pekerjaan dengan mudah seperti orang-orang pada umumnya. Kenapa hanya ia yang merasa mengalami banyak kesulitan di hidupnya?

Dara merubah ekspresinya menjadi cerah dan bahagia. Ia tidak ingin mengecewakan temannya, dan membuat Raisa merasa kasihan kepadanya. "Oh ya? Selamat! Kapan kau akan mulai bekerja?"

Raisa tersenyum senang, "Besok. Aku bisa mulai kerja. Tapi Dara ... bagaimana denganmu? Kau belum mendapatkan pekerjaan, sedangkan ibumu--"

"Eh ... tidak apa-apa. Kau jangan memikirkan ku, oke? Aku bisa mencari pekerjaan lain nanti. Sekarang, kau harus fokus bekerja." sela Dara.

Raisa tersenyum kecut. Menggelengkan kepalanya. Ia tahu, pasti Dara sangat sedih. "Ah, apa aku mengundurkan diri saja ya besok," Putusnya

Dara langsung melotot kesal. "Apa?! Jangan gila Raisa! Dengar, kau tidak perlu khawatir tentang aku. Aku senang jika kau mendapatkan pekerjaan."

"Tapi Dara .... "

Dara menggelengkan kepalanya, "Berhenti mengkhawatirkan ku oke."

Raisa kemudian mengangguk, lalu memeluk tubuh Dara dengan erat. Ia sangat mengetahui tentang kehidupan macam apa yang tengah di hadapi oleh Dara. Ia tahu bagaimana sulitnya kehidupan Dara saat ini, terlebih lagi kini ibunya mulai sering sakit-sakitan. Di tambah lagi, ia harus memikul beban yang sangat besar, sebagai tulang punggung keluarga, pengganti ayahnya yang saat ini masih mendekam di balik jeruji besi.

*****

Dara Ameera, mungkin dulu semua orang sangat mengenal dirinya sebagai orang yang sangat berkecukupan, hidup dalam keadaan bergelimang harta, di kelilingi kemewahan dan memiliki banyak uang. Dahulu, semua orang mengenal sosok ini sebagai sosok wanita yang sombong, angkuh dan terlalu jahat. Tapi, beberapa tahun setelah ia memasuki universitas, tiba-tiba ayahnya di tangkap polisi atas kasus korupsi, dengan nominal uang yang tidak sedikit.

Kejaksaan menyita rumah, mobil, dan segala property yang mereka miliki. Ia terpaksa berhenti kuliah di tengah jalan, karena keadaan ini. Semua kekayaan dan kemewahan itu redup begitu saja, menenggelamkan dirinya ke jurang paling dalam di dunia ini.

Ia dan ibunya tidak berdaya atas apa yang telah menimpa mereka, mereka pergi meninggalkan rumah mewah itu dengan membawa pakaian mereka, tanpa uang sepeser pun. Terlunta-lunta di jalanan selama beberapa hari, hingga kemudian ia dan ibunya bertemu dengan ibu Raisa, yang telah berbaik hati memberikan mereka tempat tinggal. Tidak mewah memang, tapi itu sudah sangat cukup untuk mereka berdua. Sejak saat itu, Dara si anak manja dan angkuh itu membuat sang ibu tidak menyangka, bahwa anak itu begitu sangat kuat, dan begitu tegar. Keadaan mereka yang sekarang memang mengharuskan Dara bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ia melakukann pekerjaan apa pun, ia juga sering bekerja sebagai tukang cuci gosok dari rumah ke rumah, semua ia lakukan untuk ibunya yang sudah mulai sakit-sakitan.

Sejak hari itu, Dara Ameera sudah berubah menjadi sosok yang mandiri, tanggung jawab dan pekerja keras. Dara benar-benar bersikap keras kepada dirinya, ia masih ingat bagaimana ketika ibunya meminta tolong kepada semua teman-teman sosialitanya, alih-alih menolong, mereka justru malah mengejek hidup mereka yang menyedihkan. Untuk sekarang, ia tidak bisa bergantung kepada siapa pun di dunia ini, selain kepada dirinya sendiri. Kejadian itu membuat dirinya tersadar, jika kehidupan yang sebenarnya itu benar-benar sangat keras dan kejam. Dara belajar banyak dari kejadian yang menimpa keluarganya, belajar bahwa tidak semua orang itu baik seperti yang terlihat. Dara juga belajar untuk memperbaiki sikap dan perilakunya yang dulu menjadi Dara yang sekarang di kenal oleh orang di sekitar tempat tinggalnya.

Dara menghela napas pelan, sebelum akhirnya memasuki rumah kontrakan yang kecil dan berada sangat jauh dari kota yang selama tiga tahun terakhir ini menjadi tempat tinggal mereka. Terkadang Dara sering menangis setiap kali ibunya mengingat masa-masa ketika mereka masih hidup bergelimang harta, memakan makanan paling enak, dan hidup sejahtera.

"Ibu, Dara pulang ...." ucapnya. Ia sudah terbiasa memasang topeng kuat ketika berhadapan dengan ibunya, bagaimanapun ia tidak ingin ibunya semakin terpuruk dengan keadaan mereka saat ini.

Dara menghampiri sang ibu yang berbaring di atas lantai beralaskan sebuah tikar usang, "Bagaimana keadaan ibu hari ini?" tanyanya.

Amara, sang ibu masih bergeming. Dara lagi-lagi merasa sangat sedih. Setiap hari,  ibunya selalu diam, dan melamun seperti ini. Dara tahu jika semua ini tidaklah mudah, tapi apa gunanya jika kita terus diam dan meratapi nasib?

"Ibu …. " lirihnya, sang ibu membalikkan tubuhnya menghadap tembok. Menyatakan jika hari ini, ia tidak ingin berbicara dengan Dara, seperti hari-hari yang lain.

Dara menghela napas pelan, dadanya semakin terasa sangat sesak. Kenapa ... Kenapa tuhan melakukan hal ini kepadanya? Ia sudah kehilangan sosok ayah yang kini mendekam di sel tahanan, ia kehilangan kehidupannya yang dulu, dan juga kehilangan segala perhatian dari sosok sang ibu.

"Kita harus kuat bu. Kita sama-sama tidak menginginkan kehidupan yang seperti ini. Tapi apa boleh buat, tuhan telah mengatur semuanya." lirihnya, sembari berbaring memeluk tubuh ibunya yang masih menghadap ke tembok.

"Kita harus kuat, demi Ayah ...." tambahnya lagi, dan tangis keduanya kembali pecah.

Ia harus kuat, demi ayah dan juga ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status