Lagi-lagi, ia di tolak.
Dara kembali tersenyum pedih, kenapa nasib malangnya tidak pernah berakhir? Bahkan setelah berhari-hari ia menjalani panggilan interview, semua perusahaan menolaknya, dengan alasan pendidikannya hanya sebatas SLTA saja. Serta tidak memiliki pengalaman pekerjaan di perusahaan besar, ia hanya memiliki pengalaman kerja di cafe kecil yang tidak terlalu ramai.
Dara sudah tidak ingin menyalahkan takdirnya begitu menyedihkan. Ia hanya ingin terus semangat mencari pekerjaan untuk menghidupi ia dan ibunya. Tapi, mencari pekerjaan dengan Ijazah SLTA saja tentu sangatlah sulit. Di zaman sekarang ini, tempat mana yang akan mempekerjakannya tanpa peduli dengan Ijazah yang ia miliki.
"Aww--" Dara meringis pelan, ketika turun dari angkutan umum.
Wanita itu bergegas berjalan dengan kakinya yang sakit, ke sebuah halte. Sampai di sana, ia bergegas membuka sepatu Heels miliknya, dan benar saja tumitnya tampak lecet. "Mungkin, karena beberapa hari ini aku terus memakai heels ini," gumamnya.
Sembari meringis pelan, Dara memilih membuka kedua sepatu heels itu. Ia belum beranjak dari halte itu, dan masih duduk merenungi nasibnya. Jika terus seperti ini, bagaimana ia dan ibunya bisa hidup di kota yang keras ini?
Dara rasanya ingin menangis dan berteriak, kenapa hidupnya begitu sangat menyedihkan dan seolah penderitaannya tidak pernah berhenti. Di mulai dari ayahnya yang di penjara, penyitaan aset milik keluarganya, kuliahnya yang harus putus di tengah jalan, ia yang di pecat dari pekerjaan satu-satunya, dan sekarang ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan dimana pun.
Dara mengusap air mata yang mulai mengalir di wajahnya. Padahal ia telah bersumpah tidak akan menangis lagi karena nasibnya yang sangat menyedihkan. Tapi air matanya sudah mengalir dengan deras tanpa ia sadari. Dara sudah lelah dengan semua ini, tapi ia tidak bisa menyerah karena ia butuh biaya untuk kelangsungan hidupnya.
Ia menangis karena nasib dan juga luka di kakinya yang terasa sangat sakit. "Hiks ... Hiks .... " akhirnya, tangis Dara mulai pecah sembari menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ia tidak peduli jika saat ini ia menjadi pusat perhatian orang-orang di halte ini. Ia hanya ingin menangis untuk meringankan beban penderitaan di hatinya.
Tanpa ia sadari, ada sebuah mobil mewah yang terparkir agak jauh dari tempatnya. Tanpa ia tahu juga, bahwa mobil mewah itu telah mengikutinya selama beberapa hari ini.
"Aku tidak tahu, jika ternyata kau begitu pengecut. Jika kau peduli padanya, kenapa tidak memberikan dia pekerjaan yang layak saja. Kau pikir, ia dan ibunya tidak butuh uang untuk makan dan membayar sewa kontrakan mereka huh?" Orang yang barusan mengoceh itu adalah Andra, dokter tampan yang selama beberapa hari ini menutup rumah sakitnya sementara, hanya untuk menjadi sopir pribadi seorang Danu Alfarez.
Benar sekali, mobil yang selama beberapa hari ini mengikuti Dara adalah milik seorang Danu Alfarez, yang di kemudikan oleh Andra.
"Siapa yang peduli kepadanya?" sangkalnya.
Andra berdecak kesal. "Kau bertanya siapa yang peduli padanya? Tentu saja dirimu bodoh! Jika tidak, untuk apa kau terus mengikutinya selama beberapa hari ini?" oceh Andra yang mulai muak dengan kelakuan Danu.
Kini giliran Danu yang berdecak pelan, sembari mengusap kedua telinganya dengan kasar. "Ck, kau ini berisik sekali!" seru Danu dengan kesal.
Andra mengerang, menahan kesal di dadanya. Ya tuhan, apa pria itu pikir dirinya tidak memiliki pekerjaan, hingga terus memintanya menjadi sopir? Ck.
Sesaat, keduanya tampak terdiam. Danu kembali menatap Dara yang masih duduk di sana, dengan wajah penuh keputusasaan, bahkan air matanya masih menggenang di kedua kelopak matanya. Aissh! Kenapa dirinya mendadak tidak tega melihat Dara seperti itu?
"Andra," panggil Danu.
"Apa?" tanya Andra dengan kesal.
"Berikan obat luka untuk Dara. Ada di laci dashboard!" perintah Danu tiba-tiba.
"Eh?" Andra terkejut dengan apa yang barusan Danu katakan.
"Aku tidak akan mengulangnya lagi," ucap Danu dengan datar.
Andra berdecak pelan, "Ck, sudah ku bilang jika kau memang peduli padanya," ucap Andra, kemudian ia mengambil obat luka di tempat yang Danu katakan tadi.
"Jangan katakan, jika itu dariku," pesannya.
"Ayolah Danu, kenapa kau harus bersikap seperti pengecut?" keluh Andra.
Danu menatap Andra dengan tajam. "Lakukan, atau aku akan menyuruh Alby meruntuhkan--"
"Iya, iya. Aku akan melakukannya, puas?" kesalnya, dan BAM! Andra membanting pintu mobilnya dengan kasar.
Danu masih memperhatikan Andra yang perlahan mendekat kepada Dara. Kemudian, ia mengambil ponselnya, menghubungi Rio sang asisten pribadinya.
"Ya tuan!"
"Tolong buka lowongan pekerjaan di perusahaan kita mulai hari ini. Ingat, hanya untuk perempuan,"
"Tapi tuan, perusahaan kita--"
"Lakukan saja perintahku. Aku akan ke kantor untuk membahas ini denganmu," ucapya dingin. Kemudian, ia memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
Tak lama, sosok Andra sudah kembali masuk ke mobilnya. "Bagaimana?" tanya Danu, memastikan jika Andra sudah melakukan apa yang ia perintahkan.
"Sudah selesai,"
Danu mengangguk pelan. "Ayo pergi ke kantor!" perintahnya.
Andra menatap Danu dengan kesal. "Kau benar-benar menganggapku sebagai sopir ya?"
"Kau memang sopirku, kan?"
"Sialan kau Danu Alfarez!" teriak Andra dengan kesal.
Andra tidak tahu, apa yang sebenarnya rencana Danu selanjutnya. Mengingat pria itu sangat sulit untuk di tebak, seperti barusan, mengapa ia memintanya untuk memberikan obat luka kepada Dara?
*****
"Aku pulang ...." ucap Dara dengan lesu. Sang ibu langsung menghampiri Dara, dan memperhatikan tampilan putrinya, yang berjalan tanpa alas kaki, serta tampilan dirinya yang terlihat sudah lusuh. Dan, jangan lupakan kedua tumitnya yang terlihat lecet.
"Nak? Apa yang terjadi denganmu?" tanya sang ibu.
Dara terisak pelan, akhirnya setelah sekian lama, ibunya mau berbicara kepadanya. Setelah sekian lama, akhirnya ia berhasil mendapatkan cinta dari sang ibu. Ya tuhan, rasanya seluruh rasa kesal dan lelahnya hari ini, hilang begitu saja saat ibunya sudah bisa bersikap seperti semula.
"Nak, kenapa menangis?" ucap sang ibu,dengan panik.
Dara tidak menjawab, ia hanya semakin terisak, lalu memeluk ibunya yang masih bingung dengan sikap putrinya. Namun, akhirnya ia membalas pelukan Dara dengan erat dan penuh kasih sayang. Ia sadar, selama ini putrinya itu telah bekerja sangat keras untuk kehidupannya dan telah berjuang sendirian. Sedangkan dirinya, masih saja berdiam diri tanpa melakukan apa pun untuk membantu putri semata wayangnya itu.
"Tidak apa-apa Dara, kau sudah berusaha keras selama ini. Jangan terus menyalahkan dirimu sendiri," tutur sang ibu.
Dara semakin terisak, sudah lama sekali ia tidak bersandar pada pelukan nyaman ini. Pelukan yang selalu mampu mengangkat seluruh beban di bahu kecilnya.
'Ibu, tidak mengapa aku kehilangan pekerjaanku. Asalkan ibu tetap menyayangiku seperti ini ....' batinnya.
Dan besok, ia akan kembali berusaha mendapatkan pekerjaan. Tidak peduli ia akan di tolak atau tidak, asalkan sang ibu bisa senang dan terus memeluknya seperti ini.
Ibu ... aku akan bekerja keras untuk mendapatkan pekerjaan yang baru.
Selang beberapa hari setelah terakhir kali ia di tolak saat interview di perusahaan swasta. Hari ini tiba-tiba saja perusahaan besar Alfarez Group telah membuka lowongan pekerjaan untuk para wanita lajang, dengan lulusan SLTA dan juga universitas terbaik di Jakarta. Mereka hanya perlu mengirimkan CV mereka melalui alamat e-mail Perusahaan Alfarez Group. Perusahaan besar itu sedang mencari office girl, tim marketing dan juga sekretaris untuk perusahaan itu.
Semua orang tampak sangat tertarik dan antusias akan kabar itu, kecuali Dara. Wanita itu memilih melamar pekerjaan ke tempat lain, ia tidak akan mungkin lupa dengan nama Alfarez. Pria yang pernah ia permalukan, dan ia injak-injak harga dirinya itu. Pria yang dulu sangat jauh di bawahnya, sekarang telah sukses dan memiliki kekuasaan yang besar dan tentunya ia juga menjadi tokoh yang berpengaruh. Lantas, apa yang akan terjadi jika sampai ia bekerja di kantor Alfarez dan bertemu dengannya setiap hari? Apakah ia akan baik-baik saja saat suatu saat ia tidak sengaja di pertemukan oleh Danu?
Dara terus menulikan pendengarannya dari Raisa yang terus memintanya mencoba melamar ke perusahaan tersebut. Bahkan menurut Raisa, ini adalah kesempatan yang langka sekali, karena biasanya Alfarez Group hanya mengumumkan nya di halaman web khusus, tidak bisa di ketahui banyak orang.
Dara menghela napas pelan, ia merasa dilema. Selama ini, ia sudah puluhan kali gagal mencari pekerjaan, apakah ia harus mencoba juga melamar kerja di Alfarez Group? tapi, ia juga dilema bagaimana nanti nasibnya jika sampai ia benar lolos dan bekerja di sana. Siapa yang tahu, mungkin Danu masih membencinya karena hal yang ia lakukan dulu kepada Danu.
Dara menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh melamar pekerjaan di sana. Ia akan terus berusaha mendapatkan pekerjaan di tempat lain, kecuali di Alfarez Group.
"Ayolah Dara ... Ini kesempatan yang sangat bagus. Kau harus mencobanya," rengek Raisa. Sejak kemarin wanita itu tidak berhenti mengoceh untuk memintanya mencoba melamar pekerjaan di Alfarez Group. Andai saja Raisa tahu, ini tidaklah sesederhana itu. Mereka tidak tahu, jika dulu ia telah menginjak harga diri seorang Danu Alfarez dengan kesombongannya saat itu. Memang sudah lama, tapi mungkin saja kejadian itu masih membekas di dalam hati Danu hingga sekarang.
Amara, sang ibu mengusap bahunya dengan lembut. "Raisa benar nak, kenapa kau tidak mencoba saja," saran sang ibu.
Raisa mengangguk. "Benar Dara. Kenapa kau harus berpikir sangat keras? Kau tahu, mungkin sekarang seluruh Jakarta sudah sibuk mengirimkan e-mail ke Alfarez Group. Lagi pula, siapa yang tidak ingin bekerja disana?" imbuh Raisa.
Dara masih bergeming. "Nak, kami akan selalu mendukungmu. Tidak peduli jika nantinya kau gagal, kami akan tetap mendukungmu," ucap Amara dengan tulus, menguatkan sang anak.
Raisa kembali mengangguk. "Itu benar. Jadi, kau mau ya melamar di Alfarez?" tanya Raisa lagi.
Dara menghela napas pelan, "Akan ku pikirkan nanti," ucap Dara. Ia benar-benar perlu memikirkan ini. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan Danu nanti. Entahlah, ia perlu memikirkan semua inisendiri.
Raisa dan Amara tersenyum senang. "Raisa, kapan pendafratan nya di tutup?" tanya Amara.
Raisa mengecek sesuatu di ponselnya, "Satu minggu lagi, pendaftarannya akan tutup. Dara, jika kau berubah pikiran, aku akan siap membantumu mengirimkan CV mu memalui e-mail." ucap Raisa.
Dara hanya mengangguk pelan, bisakah ia masuk ke sana tanpa hambatan apa pun dari Danu? Bagaimana jika Danu justru langsung menolaknya sebelum melakukan interview?
Kemudian ia menatap wajah sang ibu dan Raisa yang tampak senang. Apakah ia harus melamar pekerjaan di Alfarez, dan membuat ibu serta Raisa semakin senang?
Ya tuhan, ia sangat bingung.
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....