Share

Chapter 04

Lagi-lagi, ia di tolak.

Dara kembali tersenyum pedih, kenapa nasib malangnya tidak pernah berakhir? Bahkan setelah berhari-hari ia menjalani panggilan interview, semua perusahaan menolaknya, dengan alasan pendidikannya hanya sebatas SLTA saja. Serta tidak memiliki pengalaman pekerjaan di perusahaan besar, ia hanya memiliki pengalaman kerja di cafe kecil yang tidak terlalu ramai.

Dara sudah tidak ingin menyalahkan takdirnya begitu menyedihkan. Ia hanya ingin terus semangat mencari pekerjaan untuk menghidupi ia dan ibunya. Tapi, mencari pekerjaan dengan Ijazah SLTA saja tentu sangatlah sulit. Di zaman sekarang ini, tempat mana yang akan mempekerjakannya tanpa peduli dengan Ijazah yang ia miliki.

"Aww--" Dara meringis pelan, ketika turun dari angkutan umum.

Wanita itu bergegas berjalan dengan kakinya yang sakit, ke sebuah halte. Sampai di sana, ia bergegas membuka sepatu Heels miliknya, dan benar saja tumitnya tampak lecet. "Mungkin, karena beberapa hari ini aku terus memakai heels ini," gumamnya.

Sembari meringis pelan, Dara memilih membuka kedua sepatu heels itu. Ia belum beranjak dari halte itu, dan masih duduk merenungi nasibnya. Jika terus seperti ini, bagaimana ia dan ibunya bisa hidup di kota yang keras ini?

Dara rasanya ingin menangis dan berteriak, kenapa hidupnya begitu sangat menyedihkan dan seolah penderitaannya tidak pernah berhenti. Di mulai dari ayahnya yang di penjara, penyitaan aset milik keluarganya, kuliahnya yang harus putus di tengah jalan, ia yang di pecat dari pekerjaan satu-satunya, dan sekarang ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan dimana pun. 

Dara mengusap air mata yang mulai mengalir di wajahnya. Padahal ia telah bersumpah tidak akan menangis lagi karena nasibnya yang sangat menyedihkan. Tapi air matanya sudah mengalir dengan deras tanpa ia sadari. Dara sudah lelah dengan semua ini, tapi ia tidak bisa menyerah karena ia butuh biaya untuk kelangsungan hidupnya. 

Ia menangis karena nasib dan juga luka di kakinya yang terasa sangat sakit. "Hiks ... Hiks ....  " akhirnya, tangis Dara mulai pecah sembari menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ia tidak peduli jika saat ini ia menjadi pusat perhatian orang-orang di halte ini. Ia hanya ingin menangis untuk meringankan beban penderitaan di hatinya. 

Tanpa ia sadari, ada sebuah mobil mewah yang terparkir agak jauh dari tempatnya. Tanpa ia tahu juga, bahwa mobil mewah itu telah mengikutinya selama beberapa hari ini.

"Aku tidak tahu, jika ternyata kau begitu pengecut. Jika kau peduli padanya, kenapa tidak memberikan dia pekerjaan yang layak saja. Kau pikir, ia dan ibunya tidak butuh uang untuk makan dan membayar sewa kontrakan mereka huh?" Orang yang barusan mengoceh itu adalah Andra, dokter tampan yang selama beberapa hari ini menutup rumah sakitnya sementara, hanya untuk menjadi sopir pribadi seorang Danu Alfarez.

Benar sekali, mobil yang selama beberapa hari ini mengikuti Dara adalah milik seorang Danu Alfarez, yang di kemudikan oleh Andra.

"Siapa yang peduli kepadanya?" sangkalnya.

Andra berdecak kesal. "Kau bertanya siapa yang peduli padanya? Tentu saja dirimu bodoh! Jika tidak, untuk apa kau terus mengikutinya selama beberapa hari ini?" oceh Andra yang mulai muak dengan kelakuan Danu.

Kini giliran Danu yang berdecak pelan, sembari mengusap kedua telinganya dengan kasar. "Ck, kau ini berisik sekali!" seru Danu dengan kesal.

Andra mengerang, menahan kesal di dadanya. Ya tuhan, apa pria itu pikir dirinya tidak memiliki pekerjaan, hingga terus memintanya menjadi sopir? Ck.

Sesaat, keduanya tampak terdiam. Danu kembali menatap Dara yang masih duduk di sana, dengan wajah penuh keputusasaan, bahkan air matanya masih menggenang di kedua kelopak matanya. Aissh! Kenapa dirinya mendadak tidak tega melihat Dara seperti itu?

"Andra," panggil Danu.

"Apa?" tanya Andra dengan kesal.

"Berikan obat luka untuk Dara. Ada di laci dashboard!" perintah Danu tiba-tiba.

"Eh?" Andra terkejut dengan apa yang barusan Danu katakan.

"Aku tidak akan mengulangnya lagi," ucap Danu dengan datar.

Andra berdecak pelan, "Ck, sudah ku bilang jika kau memang peduli padanya," ucap Andra, kemudian ia mengambil obat luka di tempat yang Danu katakan tadi.

"Jangan katakan, jika itu dariku," pesannya.

"Ayolah Danu, kenapa kau harus bersikap seperti pengecut?" keluh Andra.

Danu menatap Andra dengan tajam. "Lakukan, atau aku akan menyuruh Alby meruntuhkan--"

"Iya, iya. Aku akan melakukannya, puas?" kesalnya, dan BAM! Andra membanting pintu mobilnya dengan kasar.

Danu masih memperhatikan Andra yang perlahan mendekat kepada Dara. Kemudian, ia mengambil ponselnya, menghubungi Rio sang asisten pribadinya.

"Ya tuan!"

"Tolong buka lowongan pekerjaan di perusahaan kita mulai hari ini. Ingat, hanya untuk perempuan,"

"Tapi tuan, perusahaan kita--"

"Lakukan saja perintahku. Aku akan ke kantor untuk membahas ini denganmu," ucapya dingin. Kemudian, ia memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

Tak lama, sosok Andra sudah kembali masuk ke mobilnya. "Bagaimana?" tanya Danu, memastikan jika Andra sudah melakukan apa yang ia perintahkan.

"Sudah selesai,"

Danu mengangguk pelan. "Ayo pergi ke kantor!" perintahnya.

Andra menatap Danu dengan kesal. "Kau benar-benar menganggapku sebagai sopir ya?"

"Kau memang sopirku, kan?"

"Sialan kau Danu Alfarez!" teriak Andra dengan kesal.

Andra tidak tahu, apa yang sebenarnya rencana Danu selanjutnya. Mengingat pria itu sangat sulit untuk di tebak, seperti barusan, mengapa ia memintanya untuk memberikan obat luka kepada Dara?

*****

"Aku pulang ...." ucap Dara dengan lesu. Sang ibu langsung menghampiri Dara, dan memperhatikan tampilan putrinya, yang berjalan tanpa alas kaki, serta tampilan dirinya yang terlihat sudah lusuh. Dan, jangan lupakan kedua tumitnya yang terlihat lecet.

"Nak? Apa yang terjadi denganmu?" tanya sang ibu.

Dara terisak pelan, akhirnya setelah sekian lama, ibunya mau berbicara kepadanya. Setelah sekian lama, akhirnya ia berhasil mendapatkan cinta dari sang ibu. Ya tuhan, rasanya seluruh rasa kesal dan lelahnya hari ini, hilang begitu saja saat ibunya sudah bisa bersikap seperti semula.

"Nak, kenapa menangis?" ucap sang ibu,dengan panik.

Dara tidak menjawab, ia hanya semakin terisak, lalu memeluk ibunya yang masih bingung dengan sikap putrinya. Namun, akhirnya ia membalas pelukan Dara dengan erat dan penuh kasih sayang. Ia sadar, selama ini putrinya itu telah bekerja sangat keras untuk kehidupannya dan telah berjuang sendirian. Sedangkan dirinya, masih saja berdiam diri tanpa melakukan apa pun untuk membantu putri semata wayangnya itu.

"Tidak apa-apa Dara, kau sudah berusaha keras selama ini. Jangan terus menyalahkan dirimu sendiri," tutur sang ibu.

Dara semakin terisak, sudah lama sekali ia tidak bersandar pada pelukan nyaman ini. Pelukan yang selalu mampu mengangkat seluruh beban di bahu kecilnya.

'Ibu, tidak mengapa aku kehilangan pekerjaanku. Asalkan ibu tetap menyayangiku seperti ini ....' batinnya.

Dan besok, ia akan kembali berusaha mendapatkan pekerjaan. Tidak peduli ia akan di tolak atau tidak, asalkan sang ibu bisa senang dan terus memeluknya seperti ini.

Ibu ... aku akan bekerja keras untuk mendapatkan pekerjaan yang baru.

Selang beberapa hari setelah terakhir kali ia di tolak saat interview di perusahaan swasta. Hari ini tiba-tiba saja perusahaan besar Alfarez Group telah membuka lowongan pekerjaan untuk para wanita lajang, dengan lulusan SLTA dan juga universitas terbaik di Jakarta. Mereka hanya perlu mengirimkan CV mereka melalui alamat e-mail Perusahaan Alfarez Group. Perusahaan besar itu sedang mencari office girl, tim marketing dan juga sekretaris untuk perusahaan itu.

Semua orang tampak sangat tertarik dan antusias akan kabar itu, kecuali Dara. Wanita itu memilih melamar pekerjaan ke tempat lain, ia tidak akan mungkin lupa dengan nama Alfarez. Pria yang pernah ia permalukan, dan ia injak-injak harga dirinya itu. Pria yang dulu sangat jauh di bawahnya, sekarang telah sukses dan memiliki kekuasaan yang besar dan tentunya ia juga menjadi tokoh yang berpengaruh. Lantas, apa yang akan terjadi jika sampai ia bekerja di kantor Alfarez dan bertemu dengannya setiap hari? Apakah ia akan baik-baik saja saat suatu saat ia tidak sengaja di pertemukan oleh Danu?

Dara terus menulikan pendengarannya dari Raisa yang terus memintanya mencoba melamar ke perusahaan tersebut. Bahkan menurut Raisa, ini adalah kesempatan yang langka sekali, karena biasanya Alfarez Group hanya mengumumkan nya di halaman web khusus, tidak bisa di ketahui banyak orang.

Dara menghela napas pelan, ia merasa dilema. Selama ini, ia sudah puluhan kali gagal mencari pekerjaan, apakah ia harus mencoba juga melamar kerja di Alfarez Group? tapi, ia juga dilema bagaimana nanti nasibnya jika sampai ia benar lolos dan bekerja di sana. Siapa yang tahu, mungkin Danu masih membencinya karena hal yang ia lakukan dulu kepada Danu.

Dara menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh melamar pekerjaan di sana. Ia akan terus berusaha mendapatkan pekerjaan di tempat lain, kecuali di Alfarez Group.

"Ayolah Dara ... Ini kesempatan yang sangat bagus. Kau harus mencobanya," rengek Raisa. Sejak kemarin wanita itu tidak berhenti mengoceh untuk memintanya mencoba melamar pekerjaan di Alfarez Group. Andai saja Raisa tahu, ini tidaklah sesederhana itu. Mereka tidak tahu, jika dulu ia telah menginjak harga diri seorang Danu Alfarez dengan kesombongannya saat itu. Memang sudah lama, tapi mungkin saja kejadian itu masih membekas di dalam hati Danu hingga sekarang. 

Amara, sang ibu mengusap bahunya dengan lembut. "Raisa benar nak, kenapa kau tidak mencoba saja," saran sang ibu.

Raisa mengangguk. "Benar Dara. Kenapa kau harus berpikir sangat keras? Kau tahu, mungkin sekarang seluruh Jakarta sudah sibuk mengirimkan e-mail ke Alfarez Group. Lagi pula, siapa yang tidak ingin bekerja disana?" imbuh Raisa.

Dara masih bergeming. "Nak, kami akan selalu mendukungmu. Tidak peduli jika nantinya kau gagal, kami akan tetap mendukungmu," ucap Amara dengan tulus, menguatkan sang anak.

Raisa kembali mengangguk. "Itu benar. Jadi, kau mau ya melamar di Alfarez?" tanya Raisa lagi.

Dara menghela napas pelan, "Akan ku pikirkan nanti," ucap Dara. Ia benar-benar perlu memikirkan ini. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan Danu nanti. Entahlah, ia perlu memikirkan semua inisendiri.

Raisa dan Amara tersenyum senang. "Raisa, kapan pendafratan nya di tutup?" tanya Amara.

Raisa mengecek sesuatu di ponselnya, "Satu minggu lagi, pendaftarannya akan tutup. Dara, jika kau berubah pikiran, aku akan siap membantumu mengirimkan CV mu memalui e-mail." ucap Raisa.

Dara hanya mengangguk pelan, bisakah ia masuk ke sana tanpa hambatan apa pun dari Danu? Bagaimana jika Danu justru langsung menolaknya sebelum melakukan interview?

Kemudian ia menatap wajah sang ibu dan Raisa yang tampak senang. Apakah ia harus melamar pekerjaan di Alfarez, dan membuat ibu serta Raisa semakin senang?

Ya tuhan, ia sangat bingung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status