Share

Bab 8 (Tak Terduga)

Author: Lovaera
last update Last Updated: 2025-06-28 11:52:11

Pukul sembilan pagi.

Langkahku belum keluar dari halaman ketika jeritan itu terdengar dari arah menara timur. Teriakan seorang wanita. Tinggi, melengking, dan tak kukenal nadanya. Tapi instingku mengenalnya.

Aku menoleh tajam. Ruth yang sedang mencatat sesuatu di tanganku ikut tersentak. Pena bulunya berhenti menari di atas kertas.

“Itu...?” bisiknya, nyaris tanpa suara.

“Zoey,” jawabku—sebelum sempat berpikir.

Aku langsung melesat menuju kastil. Suara sepatu botku menggema keras di lorong batu. Tangga sempit ke lantai atas kulewati dua-dua. Nafasku tercekat, langkahku cepat dan berat, seolah detak jantungku berlomba dengan waktu.

Jeritan lain terdengar. Kali ini lebih parau, lebih mentah—seperti hewan yang terluka dan tak tahu bagaimana caranya mengeluarkan rasa sakit itu dari tubuhnya.

Saat pintu kamarnya terlihat, setengah terbuka dan goyang karena angin dari jendela, aku langsung mendorongnya penuh.

Yang pertama kulihat adalah teko tembaga yang hancur di lantai. Air panasnya mengalir cepat, merembes di antara retakan keramik dan karpet tua. Uap tipis masih melayang ke udara, menambah kesan kekacauan yang baru saja terjadi.

Di sudut ruangan, seorang pelayan muda—bertubuh kecil, mengenakan celemek besar dan rambut disanggul terburu-buru—meringkuk di lantai. Bajunya basah, wajahnya memucat, dan tangannya menutup kepala. Bahunya gemetar, dan dia menangis pelan. Di sisi wajahnya yang lain, ada memar ungu membiru yang baru muncul.

Dan di tengah ruangan, berdiri Zoey.

Rambutnya terlepas dari sanggul, berantakan, menjuntai liar di sisi wajahnya. Penutup kepalanya sudah tak ada. Matanya... kosong, jauh. Napasnya masih terengah, tubuhnya menegang seperti senar busur yang terlalu lama ditarik.

Dan di dadanya, topi militernya.

Dia memeluknya seperti anak kecil memeluk selimut ketika mimpi buruk datang. Jemarinya mencengkeram erat kain hitam itu, seolah benda itu bisa menahannya agar tak hancur.

“Zoey?” panggilku pelan, meski suaraku sendiri terdengar asing.

Dia menoleh. Perlahan. Mata kami bertemu, hanya sebentar. Tapi itu cukup untuk melihat semuanya—ketakutan, amarah, dan sesuatu yang lebih dalam: panik yang tak bisa dijelaskan.

Lalu... dia menangis. Bukan jeritan. Tapi air mata tiba-tiba mengalir, diam-diam, membasahi pipi tanpa suara. Bahunya mulai bergetar.

Aku melangkah maju, hati-hati.

Dan ketika kuraih bahunya, dia tidak menolak.

Aku memeluknya. Perlahan, namun tegas. Tubuhnya dingin. Kaku. Tapi sedikit demi sedikit, dia bersandar. Lalu seluruh berat tubuhnya jatuh ke dadaku seperti beban yang selama ini ditahan terlalu lama.

Tangannya masih memegang topi itu ketika akhirnya dia tertidur dalam pelukanku—seperti api yang kehabisan kayu bakar, padam karena terlalu lelah menyala.

Kami membaringkannya dengan tenang. Ruth menutup jendela, dan aku menyelimuti tubuhnya. Wajahnya tenang dalam tidur—lebih tenang dari yang pernah kulihat sebelumnya.

Di luar kamar, aku duduk di kursi kayu tua yang disandarkan ke dinding. Liliana, pelayan yang tadi diserang, duduk di ujung lorong. Pucat. Jemarinya saling meremas. Ruth menemaninya.

Aku menoleh padanya.

“Ceritakan,” ucapku, tenang tapi tegas.

Liliana mengangguk cepat, lalu berkata dengan suara yang hampir tak terdengar, “Saya… hanya ingin mencuci topinya, Yang Mulia. Kelihatannya kotor. Saya pikir... mungkin Putri akan senang kalau—”

Dia terisak, buru-buru menunduk. “Saya tidak bermaksud menyakitinya…”

Aku menutup mata sejenak, menarik napas panjang.

“Dan dia langsung marah?”

“Dia berteriak... lalu melempar teko. Saya tidak bisa lari. Saya... saya hanya ingin membantu…”

Ruth menyentuh bahu gadis itu. “Kau tidak salah. Tapi mulai sekarang, jangan sentuh apa pun yang milik pribadi Putri. Kami akan mengurusnya.”

Aku berdiri, menatap pintu yang kini tertutup rapat.

Ruth bergumam, “Dia bahkan tidak bisa kehilangan sebuah topi…”

“Bukan soal topinya,” kataku pelan. “Itu... jangkar.”

“Jangkar?”

“Kalau kau sudah terlalu lama tenggelam,” ujarku sambil menatap kosong ke lorong, “kau akan berpegangan pada apa pun yang bisa membuatmu tetap mengapung. Bahkan jika itu hanya seutas kain usang.”

Tak ada lagi suara dari dalam kamar. Tapi aku tahu, badai itu belum reda. Ia hanya beristirahat sebentar.

Dan aku pun mulai bertanya… apakah suatu hari nanti, dia akan membiarkanku menjadi jangkar yang lebih kuat?

🍀🍀🍀

Setelah Lily pergi, dan Ruth kembali ke kantor sementara, aku masih berdiri di luar kamar.

Suasana lorong itu begitu senyap. Lampu minyak berkedip di dinding, melemparkan bayangan panjang ke arah tangga batu. Tak ada suara dari dalam kamar, hanya bunyi napasku sendiri yang terasa terlalu keras di udara yang dingin.

Aku menyentuh gagang pintu. Tak kuputar. Hanya ingin memastikan… dia masih ada di sana.

Lalu aku berbalik, menuruni tangga, dan berjalan cepat menuju kantor utama di sisi barat kastil. Kantor itu belum sepenuhnya selesai dirapikan, tapi cukup untuk tempat berpikir.

Mike sedang menyortir dokumen pengiriman logistik. Dia berdiri dan memberi hormat saat melihatku masuk.

“Yang Mulia,” katanya hati-hati, melihat ekspresiku yang tak biasa. “Ada yang bisa saya bantu?”

Aku duduk, menatap meja sebentar sebelum akhirnya berkata, “Mulai hari ini, tidak ada satu pun pelayan perempuan yang memasuki kamar Putri tanpa izin langsung dariku. Dan kau akan tunjuk satu pelayan yang bisa dipercaya—yang cukup lembut untuk merawatnya, dan cukup bijak untuk tahu kapan harus mundur.”

“Aku ingin anak mantan perawat istana. Dulu pernah dirujuk di rumah sakit militer. Kalau masih ada di wilayah San Jequine, panggil dia ke sini.”

“Bawa dia besok pagi.”

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 40 (Opsi Kecurigaan)

    Langkah sepatu hak tinggi bergema di lantai marmer yang dingin. Wanita itu berjalan perlahan, nyaris angkuh, dengan gaun mewah berwarna merah marun menyapu lantai seperti darah mengalir. Setiap perhiasan di tubuhnya.Ada sesuatu yang ia cari didalam kamar ini… dan ia menemukannya.Sehelai rambut. Lalu dua. Lalu tiga.Ia meraihnya perlahan, hati-hati, seakan menyentuh pusaka rapuh. Diselipkannya rambut-rambut itu ke dalam sapu tangan sutra putihnya, lalu dilipatnya rapi.Namun sebelum ia sempat berbalik, suara langkah lain menggema dari lorong. Tegas. Berwibawa.Kenop pintu berputar keras. Pintu terbuka. BRAK!Sosok kaisar muncul, berdiri tegak di ambang pintu dengan wajah murka. Heran dengan sikap wanita didepannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?” lanjut kaisar. “Aku tidak pernah mengizinkan siapa pun masuk ke kamar putriku sejak ia menikah.”Diam.“Di mana Pangeran Ketiga?” desaknya. “Atau... apa sekarang kau akan mengulangi kejadian mengerikan yang menimpa Axa?”Sorot mata Elira se

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 39 (Apa?)

    Siang turun cepat. Para prajurit duduk terengah-engah di bawah naungan kecil. Air disediakan dalam kendi besar, dan luka ringan diobati oleh dua orang maid.Zergan masih berdiri, tidak minum. Tapi tatapannya berputar, menghitung, mengukur siapa yang cepat lelah, siapa yang bertahan meski kehabisan tenaga.Kemudian, bayangan lembut bergerak di pinggir lapangan.Zoey.Ia berjalan perlahan, diiringi Lily yang membawa tas berisi kuas dan kain lap. Di tangan Zoey, ia membawa lukisan setengah jadi—yang kini warnanya mulai hidup.“Apakah aku mengganggu?” tanyanya pelan dari sisi lapangan.Zergan berjalan menghampirinya, ekspresinya tidak berubah, tapi nada suaranya sedikit melunak.“Kau tidak pernah mengganggu.”Zoey tersenyum kecil. “Aku pikir… tempat ini terlalu banyak warna abu-abu. Jadi aku datang membawa sedikit warna.”Ia menunjukkan lukisannya. Di dalamnya, langit sedikit lebih jingga dari aslinya. Kabut lebih tipis, dan prajurit-prajurit digambar seperti siluet yang tumbuh dari tanah

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 38 (Melukis Ksatria)

    Ruangan itu masih berbau debu tua dan arang terbakar. Namun begitu Zoey duduk, keheningan berubah jadi sesuatu yang lembut—seperti lembaran kain tipis yang melayang dan menyelimuti mereka berdua.Zergan menatap istrinya sebentar, lalu bertanya dengan nada rendah dan hati-hati, “Bolehkah aku mendekat, Zoey?”Zoey menoleh perlahan, matanya menyapu wajah Zergan yang selama ini ia rindukan dari balik mimpi-mimpi kabur. Ia mengangguk kecil.Zergan menggeser duduknya, kini berada tepat di samping perempuan itu.Ia tidak langsung menyentuhnya. Tapi melihat rambut pirang yang kusut oleh tidur panjang itu, Zergan mengangkat satu tangannya dan merapikannya perlahan. Beberapa helai tersangkut di bahunya, seperti bekas dari bantal yang tak pernah nyaman.“Rambutmu... seperti belum disentuh tangan siapa pun sejak semalam,” gumamnya.“Kau masih sedikit demam,” ujar Zergan sambil menyentuh pelan keningnya dengan punggung jari.“Hanya sedikit Zergan,” balas Zoey, suaranya pelan namun jelas.Zergan me

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 37 (Pelatihan 2)

    Hari berikutnya, embun masih menempel di rerumputan ketika Ruth berdiri di pelataran, mengenakan jubah coklat tebal dan ikat pinggang berisi tiga gulungan simbolik. Kuda perak miliknya meringkik pelan, tak sabar. Di hadapannya, Zergan menatap tanpa ekspresi.Zergan tidak langsung menjawab. Ia menatap jendela lantai atas, kamar Zoey.Ruth menaiki kudanya,dia harus pergi keperbatasan San Jequine dengan Geneuine, siluetnya memudar.Dan Zergan pun berbalik.------------------------Satu jam kemudian, tanah lapang dalam halaman kastil mulai terisi.Zergan berdiri di tengah, mengenakan mantel kulit hitam dengan lambang Frendell disulam di sisi kanan dadanya. Di sekelilingnya, dua puluh pemuda dari desa-desa sekitar, sebagian besar belum pernah memegang pedang kecuali untuk menebas semak.Tak satu pun dari mereka bicara.Karena Zergan tidak membuka sesi ini dengan sambutan, pujian, atau janji.Yang ia lakukan adalah melempar tombak ke tanah.Keras.“Satu dari kalian akan mati jika ini adalah

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 36 (Keakraban)

    Ruangan itu masih berbau debu tua dan arang terbakar. Namun begitu Zoey duduk, keheningan berubah jadi sesuatu yang lembut—seperti lembaran kain tipis yang melayang dan menyelimuti mereka berdua.Zergan menatap istrinya sebentar, lalu bertanya dengan nada rendah dan hati-hati, “Bolehkah aku mendekat, Zoey?”Zoey menoleh perlahan, matanya menyapu wajah Zergan yang selama ini ia rindukan dari balik mimpi-mimpi kabur. Ia mengangguk kecil.Zergan menggeser duduknya, kini berada tepat di samping perempuan itu.Ia tidak langsung menyentuhnya. Tapi melihat rambut pirang yang kusut oleh tidur panjang itu, Zergan mengangkat satu tangannya dan merapikannya perlahan. Beberapa helai tersangkut di bahunya, seperti bekas dari bantal yang tak pernah nyaman.“Rambutmu... seperti belum disentuh tangan siapa pun sejak semalam,” gumamnya.“Kau masih sedikit demam,” ujar Zergan sambil menyentuh pelan keningnya dengan punggung jari.“Hanya sedikit, Suamiku,” balas Zoey, suaranya pelan namun jelas.Zergan

  • Darah & Bisikan Istri Terkutuk   Bab 35 (Pelatihan)

    Hari berikutnya, embun masih menempel di rerumputan ketika Ruth berdiri di pelataran, mengenakan jubah coklat tebal dan ikat pinggang berisi tiga gulungan simbolik. Kuda perak miliknya meringkik pelan, tak sabar. Di hadapannya, Zergan menatap tanpa ekspresi.Zergan tidak langsung menjawab. Ia menatap jendela lantai atas, tempat Zoey masih belum bangun.Ruth menaiki kudanya, menarik tali kekang, dan dalam satu hentakan, kuda itu berlari melintasi jembatan batu Frendell. Di balik kabut pagi, siluetnya memudar.Dan Zergan pun berbalik.------------------------Satu jam kemudian, tanah lapang dalam halaman kastil mulai terisi.Zergan berdiri di tengah, mengenakan mantel kulit hitam dengan lambang Frendell disulam di sisi kanan dadanya. Di sekelilingnya, dua puluh pemuda dari desa-desa sekitar, sebagian besar belum pernah memegang pedang kecuali untuk menebas semak.Tak satu pun dari mereka bicara.Karena Zergan tidak membuka sesi ini dengan sambutan, pujian, atau janji.Yang ia lakukan ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status