Home / Romansa / Dari Meja Kerja ke Hati / Bab 5 – Dalam Kepungan Waktu

Share

Bab 5 – Dalam Kepungan Waktu

Author: RefnNovn
last update Last Updated: 2025-04-20 00:33:12

•••

Pagi itu, Calla merasa udara di kantor terasa lebih berat dari biasanya. Meski langit masih cerah di luar jendela, dan ruangan terasa segar dengan aroma kopi pagi yang khas, hatinya tetap berdebar. Ada yang berbeda, dan itu bukan hanya karena pekerjaan yang semakin menumpuk. Sejak kejadian kemarin sore—ketika Elric berbicara begitu pelan dengan kalimat yang terasa lebih pribadi dari biasanya—ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Apakah itu hanya perasaan sesaat? Ataukah... ada sesuatu yang lebih dalam yang sedang berkembang di antara mereka? Calla berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, namun semakin dia berusaha mengabaikan perasaan itu, semakin jelas perasaan itu mencuat.

Di meja kerjanya, Calla menatap layar komputer yang berisi dokumen-dokumen yang harus dia pelajari. Tumpukan laporan tentang proyek merger, strategi pemasaran, dan berbagai dokumen lainnya memenuhi layar. Elric benar—dia harus lebih dari sekadar sekretaris yang menyiapkan laporan. Ini adalah tentang menjadi bagian dari tim yang lebih besar, lebih rumit, dan lebih berbahaya. Setiap kata yang dia baca terasa seperti bagian dari teka-teki yang semakin rumit, dan Calla tahu, semakin dia terlibat, semakin besar tanggung jawab yang harus dia emban.

Tepat saat itulah, suara interkom memanggilnya.

> “Calla. Masuk ke ruanganku.”

Calla menelan saliva, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Tanpa berpikir panjang, dia meraih berkas yang sudah dipersiapkan sejak pagi dan melangkah menuju ruang Elric.

Saat dia masuk, Elric duduk di balik meja, mengenakan kemeja hitam tanpa dasi yang selalu membuatnya terlihat formal dan rapi. Tak ada senyum di wajahnya—seperti biasa—hanya tatapan tajam yang langsung mengarah padanya. Di atas meja, beberapa tumpukan dokumen dan laptop yang terbuka memberikan kesan bahwa hari ini, Elric benar-benar fokus pada pekerjaan. Tapi ada sesuatu di balik tatapannya yang terasa... berbeda. Sesuatu yang tak bisa Calla jelaskan.

"Calla," kata Elric tanpa menoleh, suara datarnya membuatnya terkejut. "Kamu sudah baca laporan-laporan merger itu?"

“Iya, Pak. Saya sudah mulai memahaminya,” jawab Calla sambil meletakkan berkas di atas meja.

Elric mengangguk pelan, tapi tatapannya tak pernah meninggalkan layar. “Aku ingin kamu siapkan presentasi untuk rapat besok. Investor asing akan hadir, dan aku butuh mereka terkesan. Jangan sampai mereka merasa ragu tentang keputusan yang sudah kita ambil.”

Calla menahan napas sejenak. Meskipun tampaknya Elric sangat percaya padanya, ada rasa cemas yang tak bisa ia hindari. Ini adalah kesempatan besar baginya untuk membuktikan bahwa dia bisa melakukan lebih dari sekadar pekerjaan administratif. Tapi sepertinya, bagi Elric, kesempurnaan adalah satu-satunya hal yang bisa diterima.

“Tentu, Pak. Saya akan siapkan dengan baik,” jawab Calla dengan keyakinan, meskipun hatinya sedikit berdebar.

Elric menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. Ada sesuatu yang tersirat di sana—sesuatu yang membuat Calla merasa dia bukan hanya sekadar sekretaris. Elric tak berkata apa-apa lagi, hanya menunjuk berkas-berkas yang berserakan di meja. “Ini dokumen-dokumen baru yang masuk kemarin. Kamu harus memeriksanya dan memberi aku update mengenai perkembangan terbaru. Aku nggak ingin ketinggalan informasi.”

Calla mengangguk, mencoba untuk tetap tenang meskipun ada beban yang tiba-tiba terasa lebih berat. Setiap kata Elric terdengar seperti perintah yang harus dilaksanakan tanpa kompromi. Tetapi kali ini, ada tekanan yang lebih kuat. Bukan hanya tekanan untuk bekerja keras, tetapi juga untuk memenuhi ekspektasi yang semakin tinggi.

Akhirnya, setelah beberapa detik hening, Calla memutuskan untuk bertanya. “Apakah ada yang mengganggu Bapak, Pak? Sepertinya... ada sesuatu yang mengganjal.”

Elric menoleh, sedikit terkejut oleh pertanyaannya. Wajahnya yang biasanya tenang kini menunjukkan keraguan. Dia menatap Calla sejenak, lalu menghela napas panjang. “Kamu terlalu peka, Calla. Ini bukan masalah pribadi. Aku hanya ingin semuanya berjalan sempurna.”

Tapi Calla bisa merasakan ada lebih dari itu. Ada sedikit kelemahan di balik kata-katanya. Sesuatu yang ia sembunyikan, seperti ada bayangan gelap yang mengintai di balik kesempurnaan yang ditampilkan Elric.

“Maaf jika saya terlalu ikut campur. Saya hanya ingin membantu,” ujar Calla dengan lembut, mencoba menghindari kesan bahwa dia terlalu berani mengorek lebih dalam.

“Aku tahu,” jawab Elric singkat, namun kali ini ada nada yang sedikit lebih lembut. Dia menggerakkan kursinya sedikit, lalu menatap ke luar jendela. “Aku hanya merasa banyak tekanan belakangan ini. Kadang, itu membuatku... sulit berinteraksi dengan orang lain.”

Calla terdiam, memikirkan kata-kata Elric. “Saya mengerti, Pak,” jawabnya, walaupun dalam hati dia merasa sedikit bingung. Apakah Elric hanya butuh ruang, ataukah ada hal lain yang lebih dalam yang mengganggunya? Ia merasa seperti berhadapan dengan tembok yang tak bisa ditembus.

“Apakah Bapak ingin sedikit istirahat?” tanya Calla hati-hati. “Mungkin bisa membantu Bapak merasa lebih baik.”

Elric menoleh ke arahnya, terkejut dengan saran itu. “Istirahat? Aku rasa itu bukan hal yang penting sekarang. Semua ini harus selesai tepat waktu.”

Calla tersenyum kecil. “Pekerjaan itu penting, Pak. Tapi kadang, kita juga butuh ruang untuk bernapas.”

Elric mengangguk pelan, tetapi matanya kembali berbinar penuh fokus. “Mungkin. Tapi bukan hari ini. Fokuslah pada presentasi itu, Calla. Aku membutuhkan semuanya selesai dengan sempurna.”

Calla mengangguk, merasa sedikit lebih tenang dengan pernyataan Elric. Namun, di dalam hatinya, dia tahu ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi. Sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan.

Presentasi dimulai keesokan harinya. Elric seperti biasa, tampil sempurna. Namun, Calla tidak bisa mengabaikan perasaan cemas yang menggantung di udara. Investor asing yang hadir tampaknya puas dengan presentasi, dan Elric memukau mereka dengan keahliannya dalam merinci setiap detail. Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terdengar meyakinkan, penuh dengan kekuatan dan kepercayaan diri yang luar biasa.

Namun, Calla merasa ada sesuatu yang hilang. Di tengah keberhasilan presentasi ini, ia merasa bahwa ada ketegangan yang lebih besar yang mengganggu dirinya—sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Ketika rapat selesai dan semua orang mulai berkemas, Elric hanya memberikan senyum tipis kepada Calla. Senyum yang tak sepenuhnya menggambarkan rasa puas. Hanya senyum tipis yang terasa lebih seperti kewajiban daripada sebuah penghargaan.

“Kamu melakukan pekerjaan dengan baik, Calla,” katanya datar. “Presentasi itu berjalan lancar.”

“Terima kasih, Pak,” jawab Calla, meskipun ada sedikit kekosongan di dalam dirinya. Senyum Elric, meskipun tampaknya tulus, tetap terasa seperti ada jarak yang membatasi mereka. Seolah-olah Elric menyembunyikan sesuatu.

Sore harinya, Calla kembali ke meja kerjanya, tetapi hatinya tak bisa menahan diri untuk berpikir tentang apa yang baru saja terjadi. Presentasi itu memang berjalan lancar, namun ia merasakan ada lebih banyak yang tersembunyi di baliknya. Sesuatu yang tak bisa diungkapkan secara terbuka.

Saat ia menatap layar komputernya, mendalami laporan-laporan yang masih belum selesai, tiba-tiba ia melihat Elric keluar dari ruangannya. Matanya menangkap tatapan pria itu yang sedikit berbeda—lebih dalam, lebih rumit. Tetapi begitu dia melihat Calla, ekspresinya kembali terkendali.

“Aku ingin kamu lanjutkan pekerjaan itu sampai selesai. Jangan terburu-buru,” kata Elric, sebelum berjalan menuju lift.

Calla menatapnya, kemudian kembali menunduk ke layar komputernya. Hari ini bukan hanya tentang pekerjaan. Ini adalah tentang memahami Elric lebih dalam—tentang membuka pintu yang terkunci rapat dalam dirinya, dan mencari tahu siapa sebenarnya pria itu.

Namun, Calla tahu, semakin dalam dia masuk, semakin besar risiko yang harus dihadapi. Tidak hanya dalam pekerjaan, tetapi juga dalam hubungan mereka yang semakin rumit.

•••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 6 – Riak yang Tertahan

    ••• Sudah tiga hari sejak pertemuan Calla dengan Cassandra di depan ruang Elric. Sejak itu, setiap langkah Calla terasa lebih berat. Bukan karena pekerjaannya—yang semakin padat dan menantang—tapi karena rasa was-was yang ditinggalkan oleh wanita itu. Cassandra tak hanya meninggalkan jejak parfum mahal dan suara sepatu hak tinggi. Ia meninggalkan rasa curiga. Dan hari ini, rasa itu kembali. Pukul satu siang, lift terbuka, dan seperti déjà vu, Cassandra kembali muncul. Kali ini dengan balutan blazer hitam dan celana panjang putih yang membuatnya terlihat seperti datang dari editorial majalah mode. Langkahnya mantap, percaya diri, dan langsung menuju meja Calla. “Masih di sini rupanya,” katanya sambil menatap jam tangannya. “Hebat. Aku kira kamu hanya bertahan seminggu.” Calla berdiri dari kursinya. “Ada yang bisa saya bantu, Bu Cassandra?” “Aku ada janji dengan Elric,” jawab Cassandra sambil membuka ponselnya. “Dia tidak memberitahumu, ya?” Calla mengecek agenda. Tidak ad

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 7 – Kabut Tak Bernama

    ••• Sudah seminggu berlalu sejak Calla bertemu Cassandra—dan kata-katanya yang tajam itu masih membekas seperti goresan samar di kaca jendela yang dingin. Tak tampak, tapi terasa bila disentuh. Meski begitu, pekerjaan tetap berjalan. Lantai 25 selalu sibuk. Dan Elric Mahendra masih pria yang sama: dingin, efisien, dan tak pernah terlihat kehilangan kendali. Tapi di balik mata tajamnya, Calla bisa menangkap sesuatu yang tak bisa ia definisikan. Kelelahan? Kekosongan? Atau... pertahanan? Hari itu, Calla memasuki ruangan Elric membawa map berisi laporan revisi. Ia mengetuk, lalu masuk setelah mendengar sahutan datar dari dalam. “Elric, revisi untuk presentasi klien dari Tokyo sudah saya cetak dan simpan di bagian paling atas,” katanya sambil meletakkan map di mejanya. Elric mengangguk, masih menatap layar laptopnya. “Bagus. Jadwalnya sudah dikonfirmasi?” “Ya, besok pukul sepuluh pagi.” “Elah.” Suaranya pelan. Nyaris seperti gumaman. Calla mengerutkan kening. “Maaf?” Elric akhirn

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 8 – Cassandra Pengacau

    ••• Hari itu, seperti biasa, Calla berjalan menuju meja kerjanya dengan langkah ringan, meskipun rasa cemas tak bisa disembunyikan. Pekerjaan di lantai 25 semakin menuntutnya untuk beradaptasi, dan Elric Mahendra—selalu tenang, selalu terkontrol—tak memberi ruang bagi kelemahan. Laporan demi laporan, jadwal yang padat, dan pertemuan-pertemuan yang hampir tak pernah berakhir. Semua itu harus ia kelola dengan presisi. Tapi pagi ini ada yang berbeda. Ada perasaan tak nyaman yang membungkam semangatnya. Elric belum muncul di ruangannya hingga pukul sepuluh. Tidak seperti biasanya, ia selalu sudah duduk di meja, memulai pekerjaan dengan tenggat yang selalu lebih ketat dari yang diinginkan siapa pun. Calla duduk di mejanya, membuka komputer, menyusun beberapa dokumen yang perlu disiapkan, sambil sesekali melirik ke ruangannya. Setengah jam berlalu, dan keheningan itu mulai menekan. Calla tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang mengganggu dalam atmosfer k

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 9 : Diantar Senja dan Rahasia

    ••• Hari itu, kantor sedikit lebih sepi dari biasanya. Beberapa karyawan sudah pulang lebih awal setelah menyelesaikan presentasi besar untuk klien Jepang. Tapi Calla masih berada di meja kerjanya, menyelesaikan sisa laporan yang harus dikirim malam ini. Di dalam ruangannya, Elric tampak seperti biasa—fokus, diam, dan sedikit terlalu tenggelam dalam pikirannya. Namun sejak pagi, ada yang berbeda darinya. Tatapannya tak sekaku biasanya. Nada suaranya lebih tenang. Bahkan, beberapa kali Calla merasa pria itu mencuri pandang. Pukul tujuh lewat sepuluh menit, saat Calla baru saja mematikan laptopnya, interkom berbunyi. > “Calla. Masuk sebentar.” Calla berdiri, sedikit terkejut. Ia pikir hari ini sudah selesai. Tapi seperti biasa, Elric Mahendra selalu tak terduga. Saat ia masuk, Elric sedang berdiri di depan jendela besar, memandangi kota yang mulai diselimuti cahaya malam. Jasnya sudah ia lepas, hanya kemeja putih yang kini melekat rapi di tubuh tingginya. Lengan kemeja tergulung s

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 10 – Bara yang Tersembunyi

    ••• Sudah hampir dua minggu sejak makan malam itu. Sejak malam di mana Elric, meskipun tak mengatakannya dengan gamblang, membiarkan Calla melihat sisi lain dari dirinya—sisi yang tidak semua orang tahu ia miliki. Namun ritme kerja tetap berjalan. Waktu tidak menunggu siapa pun, dan kehidupan kantor kembali pada porosnya: rapat, laporan, revisi, tenggat waktu. Dan Calla? Ia semakin dikenal sebagai sekretaris yang tak hanya efisien, tapi juga tenang, cerdas, dan… punya aura yang sulit diabaikan. Termasuk oleh seseorang. Nikolas Adrian, Manajer Divisi Proyek, salah satu orang kepercayaan perusahaan, mulai menunjukkan ketertarikannya sejak Calla berhasil menyelamatkan presentasi besar minggu lalu. Caranya bicara, matanya yang berbinar saat menyapa Calla di pantry, bahkan seringkali membawakannya kopi tanpa diminta—semuanya terlihat jelas. Dan pagi ini, Nikolas menyambangi meja kecil Calla di luar ruangan Elric dengan senyum ramah. "Selamat pagi, Calla. Sudah sarapan?" Calla menole

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 11 – Batas yang Digeser

    ••• Hari-hari di kantor kembali padat, tapi atmosfernya terasa berbeda. Sejak pertemuan canggung dengan Cassandra dan pernyataan tak terduga dari Elric, Calla merasa ada sesuatu yang berubah—di dalam dirinya, dan di sekitar hubungannya dengan Elric. Namun sebelum ia sempat menata perasaan, Nikolas muncul dengan kehadiran yang sulit diabaikan. Pagi itu, Calla baru saja meletakkan tas di meja ketika suara familiar menyapanya dari sisi kanan. “Calla.” Ia menoleh. Nikolas berdiri di sana dengan senyum hangat dan dua cup kopi di tangan. “Cappuccino tanpa gula. Saya ingat kamu bilang tidak terlalu suka manis.” Calla menerima kopi itu dengan senyum kaku. “Terima kasih, Pak. Tapi Bapak tidak perlu repot.” “Nikolas saja. Dan bukan repot, saya suka melihat senyummu muncul setiap pagi,” ucapnya ringan. Calla tertawa kecil, mencoba menyembunyikan rasa canggung. Ia tahu Nikolas bukan sekadar iseng. Tatapannya terlalu dalam, perhatiannya terlalu konsisten. “Kamu sibuk siang ini?” tanya Ni

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 12 – Hati yang Tak Terucap

    ••• Pagi hari di kantor terasa lebih hening dari biasanya. Calla datang lebih awal dari jam tujuh, seperti yang Elric minta. Tapi lelaki itu belum juga muncul dari ruangannya. Di meja kecilnya, Calla membuka laptop, mengecek jadwal, dan mempersiapkan dokumen untuk kunjungan ke kantor cabang. Namun, pikirannya masih tersangkut pada dua pesan semalam. Nikolas... Elric... Dua nama, dua dunia. Nikolas membuatnya merasa hangat, dilihat, dimengerti. Sementara Elric… membuatnya bertanya-tanya, berkali-kali. Tentang rasa. Tentang arti perhatian. Tentang dirinya sendiri. Suara langkah terdengar di lorong. Calla mendongak. Elric muncul dengan setelan abu-abu gelap dan dasi hitam. Dingin seperti biasanya, tanpa senyum. Tapi pagi ini ada sesuatu yang berbeda. Cara ia melirik ke arahnya... seperti sedang menyembunyikan badai di balik sorot mata tenangnya. “Makan dulu,” katanya singkat sambil meletakkan satu kotak kecil di mejanya. Calla mengernyit. “Pak?” Elric menatap lurus. “Roti isi, d

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 13 – Api di Balik Dingin

    ••• Calla merasa dadanya sesak pagi itu. Suasana kantor terasa lebih tegang dari biasanya. Begitu banyak hal yang menggelayuti pikirannya—terutama tentang dua orang yang semakin sulit untuk dia abaikan. Nikolas dengan senyum hangatnya, perhatian yang selalu ia berikan, dan kesabaran yang tak terbatas. Elric, dengan sikap dinginnya yang menyelubungi semuanya, namun diam-diam memperhatikannya lebih dari yang ia kira. Di satu sisi, Nikolas membuatnya merasa aman, diterima. Tapi di sisi lain, Elric... membuatnya merasa hidup, dengan ketegangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, hari itu, masalah lain muncul. Cassandra. Wanita itu sudah datang lebih awal dari biasanya. Calla bisa mendengar langkahnya yang pasti, hak sepatu yang berderap di lantai marmer. Tanpa menunggu, Cassandra langsung masuk ke ruang Elric tanpa izin, seperti dulu—seperti tidak ada perubahan sama sekali. Calla berdiri dari mejanya, mencoba untuk tetap tenang, meski ada ketegangan yang menyelimuti udara.

    Last Updated : 2025-04-20

Latest chapter

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 22 – Langkah Pertama Menuju Terang

    ••• Calla memandangi jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Udara pagi masuk pelan, membawa aroma khas musim semi yang lembut. Langit masih semburat biru pucat, seakan baru saja bangun dari mimpi panjang. Di pangkuannya, secangkir teh chamomile menghangatkan telapak tangannya yang sempat dingin selama beberapa hari terakhir. Sudah lima hari sejak kejadian itu. Lima hari sejak Elric menemukannya di ambang kehancuran. Lima hari sejak Nikolas datang dan duduk di sisi ranjangnya tanpa berkata apa-apa, hanya menatapnya dengan mata penuh luka. Dan hari ini, ia akan mengambil langkah pertamanya: menghadiri sesi terapi. Seseorang mengetuk pintu. Calla menoleh. “Masuk,” katanya pelan. Pintu terbuka dan Elric muncul, mengenakan setelan kasual—sesuatu yang jarang sekali terlihat darinya. Jaket denim biru tua dan kaus putih sederhana membuatnya terlihat lebih muda, lebih santai... lebih hangat. “Kau siap?” tanyanya. Calla mengangguk pelan. “Aku rasa... ya. Setidaknya, aku akan coba.” Elri

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 21 – Dalam Diam yang Mengoyak (2)

    ••• Suasana kamar rawat itu hening. Hanya suara detak alat monitor jantung yang terdengar, pelan dan teratur. Cahaya matahari sore masuk dari sela tirai jendela, menciptakan garis-garis emas di atas lantai putih. Calla masih terbaring, matanya terpejam, tapi air matanya terus mengalir pelan. Elric masih duduk di sisi ranjang, tangannya menggenggam erat tangan Calla. Rasanya seperti baru kali ini ia benar-benar menyentuh gadis itu sepenuh hati—tanpa rasa posesif, tanpa rasa cemburu, hanya rasa takut kehilangan dan rasa bersalah yang menggerogoti setiap detik dalam diamnya. Tiba-tiba, pintu kamar diketuk. Elric menoleh, dan pintu terbuka perlahan. Sosok tinggi berjas hitam muncul, dengan wajah tegang dan sorot mata yang tajam. Nikolas. Sejenak, pandangan mereka bertemu. Tegang. Diam. Ada sesuatu yang tak terucap, tapi membara di udara di antara mereka. “Elric,” sapa Nikolas singkat, suaranya dalam. Elric berdiri perlahan, tanpa melepaskan genggaman tangan Calla. “Apa yan

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 20 – Dalam Diam yang Mengoyak (1)

    ••• Sudah tiga hari berlalu sejak Calla terakhir kali masuk kerja. Tidak ada pesan. Tidak ada kabar. Telepon dari Nikolas tak diangkat. Puluhan panggilan dari Elric tak pernah dijawab. Pesan hanya centang satu—seperti Calla menghilang dari dunia. Tak ada yang tahu, bahwa dunia Calla memang sedang runtuh... dalam diam. Pagi itu, awan kelabu menggantung rendah di atas kota. Cuaca yang sejuk justru terasa menusuk. Dan di sebuah apartemen kecil di sudut Brooklyn, seorang perempuan sedang terkubur dalam keheningan yang mengikis napasnya sendiri. Vincent semakin berani. Hari ini, dia datang langsung ke depan pintu apartemen Calla. Suaranya membentak dan memaksa. Tangannya mengguncang gagang pintu, mencoba mendobrak. “CALLA! AKU TAHU KAU DI DALAM! JANGAN BUAT AKU GILA!” Gedoran keras menggema, membuat dinding seolah bergetar. Tapi Calla tak bergerak. Dari balik sofa, ia meringkuk. Napasnya tercekat. Tubuhnya gemetar hebat. Tangannya memeluk lutut, wajahnya tertunduk dalam, menahan

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 19 – Terpojok

    ••• Suasana di kantor pagi itu terasa lebih berat daripada biasa. Calla merasa seakan ada beban yang menggantung di setiap langkahnya. Meskipun ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya, rasa cemas itu terus menggerogoti pikirannya, seolah tidak ada satu pun hal yang bisa mengalihkan perhatiannya dari ketakutan yang makin mendalam. Ketakutan akan masa lalu, ketakutan yang kini semakin nyata, karena Vincent kembali mendekat. Ia merasa terperangkap di antara dua dunia, dua pria yang keduanya ingin ia percayai, tapi hatinya tidak bisa memilih. Pagi itu, seperti biasa, Calla berjalan ke pantry untuk mengambil secangkir kopi. Namun, saat ia membuka pintu, matanya langsung bertemu dengan sosok yang sudah ia coba hindari beberapa hari terakhir. Elric berdiri di sana, memandangnya dengan tatapan yang sulit dibaca. Ada rasa khawatir yang terpancar dari matanya, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. Calla tahu Elric peduli padanya, namun ia merasa bahwa semakin dekat p

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 18 – Luka yang Tak Terucap

    ••• Hari-hari berlalu dengan lambat namun menyesakkan. Calla bangun setiap pagi dengan rasa berat di dadanya, seolah tubuhnya menolak bergerak. Pekerjaan di kantor tak lagi menjadi pelariannya—malah menjadi tempat di mana ia harus berpura-pura kuat, tersenyum saat pikirannya dikepung ketakutan. SMS dari Vincent masih terus berdatangan. “Jangan pikir kamu bisa menyembunyikan diri. Aku tahu tempat tinggalmu sekarang.” “Aku sudah melihatmu pulang malam itu. Kamu tidak pernah berubah, Calla. Masih suka pura-pura bahagia.” Pagi itu, ia duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop yang tak mampu difokuskan. Tangannya gemetar saat menggenggam mouse, dan matanya terus berpaling ke arah ponsel yang diletakkan terbalik. Ia takut jika membalikkannya, akan ada pesan baru—sebuah kalimat yang bisa meruntuhkan benteng yang sudah rapuh. Elric, seperti biasa, memperhatikannya. Ia mulai melihat bagaimana Calla tak lagi seramah sebelumnya. Gadis itu lebih sering melamun, sering salah menget

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 17 – Bayangan Masa Lalu

    ••• Sudah beberapa hari berlalu sejak perjalanan ke villa. Namun, bagi Calla, waktu seakan melambat. Kebahagiaan yang sempat ia rasakan di sana—kebersamaan hangat bersama rekan kerja, detik-detik penuh makna bersama Elric—semuanya terasa seperti mimpi indah yang terlalu cepat berlalu. Kini ia kembali ke rutinitas, tetapi ada sesuatu yang berubah. Kegelisahan. Kecemasan. Ketakutan yang menyesap perlahan, seperti kabut yang menyusup melalui celah-celah pikiran. Awalnya, ia mengira itu hanya bayang-bayang kekhawatiran akan hubungan barunya dengan Elric. Perasaannya sendiri masih belum bisa ia definisikan—ia menyukai perhatian Elric, menyukai bagaimana pria itu perlahan membuka diri, menyukai bagaimana ia merasa aman di dekatnya. Tapi ada juga ketakutan yang bersembunyi, mengintai dalam diam. Dan lalu datanglah pesan pertama. “Aku lihat kamu bahagia sekarang. Tapi kamu lupa aku masih di sini.” Calla menatap layar ponselnya lama. Matanya membeku, dan jari-jarinya perlahan mengencang

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 16 – Hadiah Reward: Liburan di Villa Bintang 5

    ••• Liburan yang dijanjikan oleh perusahaan itu akhirnya tiba, dan suasana di antara para karyawan terasa berbeda dari biasanya. Keputusan untuk mengadakan acara reward dengan liburan di villa bintang 5 di kawasan pegunungan membawa rasa antusiasme yang berbeda, apalagi bagi Calla. Keindahan alam yang menjulang tinggi di hadapan villa itu, pemandangan hutan hijau yang membentang sejauh mata memandang, serta udara pegunungan yang segar seolah memberikan janji akan waktu istirahat yang sangat dinantikan. Namun, bagi Calla, liburan ini juga berarti waktu yang penuh dengan kecemasan dan ketegangan. Keputusan untuk pergi bersama para kolega dan bosnya, Elric, tentu membawa banyak perasaan yang belum jelas. Perasaan tentang Elric yang kian membingungkan, tentang Nikolas yang tidak pernah berhenti mencoba mendekatinya, dan tentang dirinya sendiri yang masih berusaha menemukan siapa yang benar-benar ia inginkan. Semakin hari, perasaan itu semakin berkembang, dan Calla tahu, liburan ini mung

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 15 – Acara BBQ di Rumah Elric

    ••• Malam itu, udara terasa lebih hangat dari biasanya. Matahari yang mulai tenggelam memancarkan cahaya kemerahan yang menyelimuti kota, memberi kesan romantis yang membuat jantung terasa berdegup lebih cepat. Acara BBQ yang diadakan oleh perusahaan di rumah Elric terasa berbeda. Bukan hanya sekedar pertemuan sosial antar kolega, tetapi juga sebuah momen yang akan membuat banyak orang saling berhadapan—baik dalam hal pekerjaan maupun perasaan yang semakin terlarut. Calla berdiri di depan pintu rumah besar Elric, menatap rumah itu dengan campuran rasa cemas dan penasaran. Ia tahu ini akan menjadi acara yang berbeda, bukan hanya untuknya, tapi untuk semua yang hadir. Suasana santai yang diharapkan tak bisa menutupi ketegangan yang ada di antara dirinya, Elric, dan Nikolas. Namun malam ini, ada sesuatu yang tak bisa ia hindari—semua mata akan tertuju padanya. Saat Calla melangkah memasuki halaman belakang rumah Elric, seakan-akan dunia menjadi sejenak terhenti. Banyak kolega dari per

  • Dari Meja Kerja ke Hati   Bab 14 – Pilihan yang Menggantung

    ••• Calla melangkah keluar dari ruang Elric, matanya samar-samar menatap pintu yang baru saja ia tinggalkan. Di luar, suasana kantor tampak tak berubah. Orang-orang sibuk dengan pekerjaan mereka, sama seperti biasa. Namun, hatinya tak pernah sehening itu. Elric, dengan sikap dinginnya yang menembus, telah memancingnya ke dalam kebingungannya lebih dalam. Tadi, saat mereka berbicara tentang laporan yang bermasalah, ada sesuatu yang berbeda dalam cara Elric memandangnya. Ada sesuatu di matanya. Perhatian? Calla tak bisa memastikan. Ia hanya tahu, semuanya mulai terasa lebih kompleks. Tidak hanya tentang pekerjaan lagi. Tidak hanya tentang laporan atau jadwal. Semuanya sepertinya mengarah pada perasaan yang lebih dalam. Perasaan yang ia takutkan untuk diakui. Sementara itu, Nikolas—dengan cara yang lebih terang-terangan—terus mendekatinya. Di setiap kesempatan, Nikolas menunjukkan ketertarikan yang jelas. Setiap senyuman hangat, setiap pertanyaan perhatian, bahkan tatapan mata yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status