Share

2. Ngambek

Penulis: Alya Feliz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 19:07:41

Jenna menatap lantai kamarnya dengan cemberut. Rasa kesal, benci, dan marah bercampur aduk menjadi satu. Seharusnya dia bisa bersantai di rumahnya sendiri dan menikmati masakan mamanya, setelah itu pergi bersama Rangga. Tapi semuanya gagal total gara-gara kehadiran satu orang.

"Kapan sih pulangnya tuh orang? Rumahnya deket juga. Harusnya nggak usah mampir lah. Buat apa sih? Ngerusak mood aja," gerutunya untuk yang kesekian kalinya.

Dia menolak untuk makan bersama karena Kala juga ikut. Bahkan teguran dari Pak Bowo, ayahnya, tidak dia gubris. Dia benar-benar marah luar biasa karena keluarganya menerima Kala dengan tangan terbuka dan hangat, padahal pria itu selalu bersikap buruk padanya.

Kruuuukkk!

Jenna meringis saat perutnya semakin terasa melilit dan air liurnya mulai melimpah di dalam mulut. Matanya melirik dimsum yang tadi diantarkan oleh Arman, yang tentu saja sambil menasehatinya macam-macam. Aromanya benar-benar menggoda luar biasa.

Masakan Nek Sekar memang terkenal sangat enak di kompleks perumahan ini. Banyak tetangga yang minta tolong pada wanita itu ketika mereka memiliki acara, padahal wanita itu kaya raya.

"Ck, bodo amat lah. Laper banget," keluhnya sambil meraih sekotak besar berisi dimsum yang rasanya mengalahkan dimsum buatan restoran bintang 5 sekalipun.

Jenna benar-benar seperti orang yang tidak pernah makan selama berhari-hari. Dia melahap dimsum itu seperti itu adalah makanan terakhir yang tersisa di bumi. Air matanya mengalir karena saking enaknya dimsum itu.

Persetan kalau makanan itu Kala yang membawanya. Toh yang membuat adalah Nek Sekar. Pasti aslinya wanita itu memang sengaja membuatkan untuknya, bukan karena permintaan Kala. Iya kan?

"Ah, kenyangnya," gumamnya sambil mengusap-usap perutnya, merasa puas.

Tring!

Ponselnya berbunyi. Dia melirik layar yang menampilkan pesan dari manajernya.

[Pak Budi Manajer : Jenna, kamu nanti masuk. Santi ijin tidak masuk kerja karena sakit.]

Mata Jenna langsung melotot. "Hah? Gila aja! Aku harus masuk shift malem? Kan jatahku libur!"

Dia kelabakan dan bergegas turun dari ranjang, menghampiri seragam kerja yang untungnya sudah dia setrika tadi sebelum si kalajengking itu datang. Untung di dalam kamarnya sudah ada kamar mandi. Meskipun keluarga mereka tidak begitu kaya, tapi mereka masih mampu untuk membuat kamar yang luas dan dilengkapi dengan kamar mandi.

Ponselnya kembali berbunyi. Jenna mengomel-ngomel tidak jelas dan mengabaikan pesan itu agar bisa bergegas untuk mandi. Sesekali memaki manajernya karena selalu mendadak jika memberitahukan sesuatu.

Setelah sepuluh menit, Jenna keluar dari kamar mandi hanya dibalut dengan handuk, setelah itu memakai seragam kerja. Dia memolesi wajahnya dengan make-up tipis dan mengatur rambutnya sedemikian rupa agar terlihat rapi. Membuat Jenna terlihat lebih cantik.

Ponselnya kembali berbunyi.

"Hiih, siapa sih ini daritadi mengganggu!" gerutunya.

[Rangga : Katanya kamu harus gantiin Santi? Aku anter.]

[Rangga : Aku udah di depan.]

"Ya Tuhan!" Jenna buru-buru meraih tasnya dan memasukkan ponsel serta dompet ke dalam sana, lalu keluar dari kamar.

Ketika dia menuruni tangga, semua orang yang masih sibuk di meja makan langsung menoleh. Wajah Jenna terasa panas karena malu, karena teman-teman Arman masih di sana.

"Lho, bukannya kamu libur, Jen? Kok malah masuk?" tanya Bu Via heran.

"Gantiin temen yang sakit, Ma. Barusan manajer aku nyuruh aku masuk. Jenna pamit dulu, Ma." Jenna meraih tangan kanan sang ibu dan menciumnya.

Setelah itu, dia beralih ke tangan sang ayah yang duduk di sebelah ibunya dan menciumnya dengan takzim. Meskipun mereka baru saja bertengkar, Jenna tidak akan lupa untuk menghormati orangtuanya.

"Biar dianterin Kala," ucap Pak Bowo.

Di saat itulah, Jenna tak sengaja bertatapan dengan Kala. Wajahnya langsung melengos dan berubah masam. Dia pasti salah lihat kan tadi? Kala menatapnya dengan wajah terpesona, lalu Bayu menyikut lengan pria itu sambil tersenyum menggoda.

Ck, itu cuma akting saja. Jenna tahu betul bagaimana dirinya di mata Kala. Gadis triplek berdada rata. Alisnya berkerut dalam hanya dengan mengingat kalimat itu. Amarahnya mulai menyeruak.

"Nggak usah! Jenna udah dijemput," tolak Jenna, tak sengaja bernada ketus.

Dia langsung melewati kakaknya tanpa berniat untuk menyalami pria itu. Perasaannya terlanjur tidak baik-baik saja hanya dengan melihat Kala.

"Lho, dek? Biar dianterin Kala. Ini udah malem lho. Memangnya siapa yang menjemput kamu? Atau mas aja yang nganter?" Arman tergopoh-gopoh mengikuti Jenna yang berjalan dengan cepat menuju ke pintu depan.

Kakinya sedikit menghentak dan dia berdecak tak suka. Kala lagi Kala lagi. Kenapa sih keluarganya bisa tertipu dengan sikap palsu Kala? Pria itu mirip bunglon. Di depan keluarganya terlihat sopan dan baik, tapi akan berubah menjengkelkan begitu di depannya. Dia benci sekali dengan pria itu.

"Aku udah dijemput. Tuh orangnya," tunjuk Jenna pada sebuah mobil berwarna silver yang berhenti di depan pagar rumah.

"Lebih baik dianterin Kala, dek. Itu yang jemput kamu siapa? Cowok yang tadi? Si Rangga itu? Kalau memang dia pria baik-baik, seharusnya dia turun dan masuk ke dalam buat pamitan sama ayah dan mama. Model begitu laki-laki yang kamu suka?" cecar Arman.

Jenna menghela nafas panjang. Mendadak dia merasa orangtua dan kakaknya begitu jahat karena terlalu ikut campur dalam hidupnya. Sudah dia duga, semenjak Kala kembali, siapapun laki-laki yang menjadi pilihannya akan terlihat salah di mata mereka.

"Udah deh, nggak usah bahas yang aneh-aneh. Aku berangkat dulu." Jenna mengucapkan salam sebelum berlalu begitu saja dari hadapan Arman yang masih memanggil-manggil namanya.

Begitu masuk ke dalam mobil Rangga, Jenna langsung membanting pintu dengan bibir cemberut.

"Eh? Kenapa nih?" tanya Rangga kaget.

"Kesel banget aku hari ini. Semuanya gara-gara si kalajengking itu. Apapun yang aku lakukan selalu salah di mata orangtuaku. Kenapa sih mereka welcome banget sama Kala?"

Jenna mengerjapkan mata dengan cepat berkali-kali untuk mencegah air matanya keluar. Sebagai remaja akhir yang beranjak dewasa, emosi Jenna masih labil. Dia masih berpikir bahwa orangtuanya begitu egois dan tidak bisa mengerti dirinya.

"Udah, dibikin santai aja. Namanya juga orangtua. Pasti maunya yang terbaik untuk anaknya," ucap Rangga. Tangan pria itu menggenggam tangan Jenna untuk menenangkannya.

Inilah yang disukai oleh Jenna dari Rangga. Pria itu begitu pengertian. Selalu mendengarkan keluh kesahnya dan tidak pernah menghakiminya. Berbeda dengan orangtuanya. Apakah salah jika dia mencari perhatian dari orang lain?

"Makasih udah mau pengertian ya, Mas. Kamu selalu mengerti aku," ucap Jenna dengan tulus.

Rangga tersenyum. Senyum yang selalu membuat Jenna berbunga-bunga. Apalagi ketika tangannya dikecup dengan lembut. Ah, siapa perempuan yang tidak meleleh jika diperlakukan seperti itu?

"Ya udah, ayo berangkat. Ntar Pak Budi ngomel-ngomel lagi. Males aku."

Rangga tertawa. Pria itu adalah manajer restoran di hotel tempatnya bekerja. Sudah meluangkan waktu untuk menemaninya libur, eh malah ditolak oleh ayah Jenna gara-gara Kala.

"Lagian kenapa sih kamu sebegitu bencinya sama si Kala? Ntar jatuh cinta lho sama dia."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Musuh Menjadi Suami   47. Cerita Dari Sisi Lain

    "Aku minta maaf. Aku sudah tahu kalau Kala tergila-gila sama kamu dan sangat setia. Bahkan dia selalu menolak siapapun perempuan yang mengejar-ngejar dia atau sengaja mendekati dia. Semuanya demi kamu."Jenna masih tidak berbalik. Dia hanya menatap mobilnya dan beberapa orang yang lewat."Dia juga sudah bersikap tegas sama aku. Aku saja yang nggak tahu diri. Sebenarnya....sebenarnya sudah lama Kala menghentikan bantuannya untuk membiayai sekolah adik-adikku dan biaya pengobatan ibuku. Karena aku...aku pernah nekat datang ke penthouse-nya dan...." Suara Septi mulai terdengar lirih. "Dan sengaja telanjang di depannya."Panas, Jenna langsung berbalik dan menghampiri Septi dengan cepat. Ketika wanita itu mendongak, tangan Jenna melayang dan menghantam pipi kiri Septi hingga tubuh wanita itu terhuyung. Tangannya meraih rambut Septi dan menjambaknya dengan kuat."Apa kamu semurahan dan segatal itu sampai telanjang di depan laki-laki? Kamu pikir Kala itu laki-laki rendahan yang langsung takl

  • Dari Musuh Menjadi Suami   46. Tidak Tahu Diri

    "Jangan banyak protes! Rumah itu memang bukan milik kita. Seharusnya kamu bersyukur karena dia tidak melaporkan Mbak ke polisi!""Aku nggak peduli! Aku mau menuntut Kala biar dia tanggung jawab!"Jenna hanya mematung di tempatnya berdiri. Seandainya saja dia belum mendengar semuanya dari Kala, mungkin dia akan langsung berlari meninggalkan tempat ini dan menangis seperti orang bodoh, sebelum akhirnya meminta cerai.Bahkan Jenna tidak sempat protes, ketika Kala menunjukkan semua rekaman CCTV yang berhubungan dengan Septi. Saking hafalnya pria itu pada tabiat Jenna yang keras kepala dan suka berburuk sangka.BRAK!Jenna terlonjak dan sedikit mundur. Pintu yang sudah lapuk itu hampir saja terlepas dari pengaitnya karena dibanting oleh seorang gadis yang terlihat lebih tua dari Jenna. Siapa dia? Apa kakaknya Septi? Tapi Kala bilang, Septi anak sulung."Siapa kamu?" Gadis itu menatap penampilan Jenna dari atas sampai bawah, lalu melirik mobil di belakang Jenna."Mbak Septi ada? Aku Jenna."

  • Dari Musuh Menjadi Suami   45. Akur

    Semenjak Kala mencurahkan isi hatinya, hubungan mereka kian dekat. Jenna melihat pria itu dari sudut pandang yang berbeda. Selama ini, dia hanya fokus pada kebenciannya karena Kala menolak perasaannya. Lagipula, waktu itu dia masih sangat labil. Perasaannya begitu sensitif, sehingga belum mampu untuk mengelola emosinya."Harum banget. Masak apa?"Jenna memekik ketika sepasang tangan memeluk perutnya dari belakang. Dia masih belum terbiasa dengan perhatian-perhatian kecil dari pria itu, karena selama ini dia belum pernah pacaran."Iih, ngagetin aja! Nanti kalau aku kena wajan gimana?" gerutunya kesal."Nanti aku obatin." Kala mencium pipinya dari belakang. "Kelihatannya enak. Kenapa nggak minta Buk Ngatini aja buat masak? 'Itu' kamu masih sakit kan?"Kalau menuruti keinginannya, tentu saja dia maunya bermalas-malasan. Tapi petuah dari sang ibu yang sering berkunjung karena rumah mereka dekat, membuat kuping Jenna panas. "Meskipun kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini, setidakn

  • Dari Musuh Menjadi Suami   44. Heart to Heart

    Seandainya saja Jenna bisa menghilang, dia akan langsung menghilang saat ini juga. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya akan berada dalam posisi seperti ini. Harus buang air kecil di depan seorang laki-laki. Harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya. Jenna merasa dipermalukan. Dan dia merasa benci dan marah pada laki-laki yang kini menurunkan celananya itu. "Aku benci banget sama kamu!" ucapnya dengan ketus dan mata berkaca-kaca. "Aku tahu." "Kamu kenapa sih selalu menyebalkan dari dulu?" Kesal, Jenna menjambak rambut Kala dengan kuat sampai pria itu memekik. "Nanti keburu ngompol, Jen. Jangan ditahan," ucap Kala dengan sabar. Jenna menangis lagi. Selain karena malu, bagian intimnya benar-benar masih sakit. Saking sakitnya, dia bahkan tidak kuat berjalan jauh dan tidak bisa berjongkok. Apa begini rasanya melahirkan? Lagi-lagi tidak ada yang memberitahunya bahwa luka di bagian bawah sana rasanya berkali-kali lipat lebih sakit dari pada luka di bagian tubuh lain. Menahan malu dan h

  • Dari Musuh Menjadi Suami   43. Curhat

    "Hah? WC umum? Buat apa laki-laki tidur di WC umum? Apa nggak bau?" tanya Jenna tak mengerti.Kala menyentil dahi Jenna yang mengaduh."Dasar! Kamu nih, polosnya kebangetan.""Ck! Sakit, Ka!""Panggil Mas bisa? Aku ini suami kamu, loh," protes Kala.Jenna hanya memutar mata malas. Siapa suruh memaksanya menjadi istri? Dia sebenarnya belum siap untuk menikah. Yang dia pikirkan hanyalah mencari uang sebanyak-banyaknya dan berpacaran dulu. Menikah sama sekali tidak masuk dalam rencananya dalam waktu dekat."Kenapa cemberut, hm?"Jenna menatap Kala dengan kesal. "Kamu kenapa sih, tiba-tiba banget melamar aku? Padahal aku masih mau senang-senang dulu menikmati hidup. Masih pengen tahu rasanya pacaran gimana. Kerja aja belum ada setahun. Udah gitu, menikah pun dadakan di rumah sakit. Nggak ada perayaan kek, pesta mewah kek. Kesannya aku ini kayak boneka yang bisa diatur sesuka hati.""Kan udah kubilang kalau...""Aku dalam bahaya? Meta mau menjahati aku? Atau Rangga mau memperkosa aku? Tap

  • Dari Musuh Menjadi Suami   42. Menguping

    "Dia digrebek sama para tamu hotel?" Kala menaikkan alisnya ketika Bayu menceritakan tentang kejadian yang menimpa Rangga.[Septi pinter banget memanfaatkan situasi. Sengaja dia melakukan aksinya waktu para tamu hotel keluar buat nyari makan siang.]"Tuh cowok memang bego. Ngapain ke hotel waktu rame? Padahal dia udah lama jadi manajer, tapi kok kayak amatiran. Jadi, endingnya gimana? Udah dibawa ke polisi?"[Sudah. Sama tiga orang suruhan Meta. Mereka nggak sadarkan diri waktu polisi datang. Itu orang-orangnya Om Ethan pada ke mana habis mengeksekusi mereka? Nggak kelihatan dari tadi.]"Ck, mereka itu bisa menyamar jadi apa saja. Tahu sendiri Om-Om ku gimana. Untung Om Nathan udah balik ke luar pulau. Coba kalau dia masih di sini, bisa habis itu Rangga."[Lebih serem Om Alek, bro. Dia bisa melenyapkan emaknya Om Ethan di negara orang dengan santainya. Apa nggak lebih kejam?]"Ck! Beda level lah. Om Alek kan memang mafia. Beda sama Om Nathan. Dari segi moral, memang masih bagusan Om N

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status