Share

Saya Pelanggan Setiamu

Ya Tuhan, mengapa harus manajerku sendiri yang menyewaku sebagai pacar sewaan?

Lalu ingatanku kembali ke kejadian siang tadi saat Pak Akhtara memarahiku di hadapan staff yang lain. Beliau adalah sosok atasan yang disiplin, tegas, dan tidak banyak tersenyum di depan karyawan.

"I ... iya, Pak. Saya … memakai nama samaran Dara sebagai pacar sewaan," jawabku gugup dengan posisi berdiri.

Lalu Pak Akhtara melihat penampilanku dari atas hingga bawah dengan seksama melalui kacamata bening yang membingkai kedua matanya lalu kepalanya menggeleng pelan. 

"Well. Saya nggak nyangka kalau ... "

Pak Akhtara tidak melanjutkan ucapannya. Entah apa yang beliau pikirkan tentangku sekarang ini. Namun ekspresi wajahnya masih menampilkan keterkejutan.

"Silahkan duduk dulu, Han."

Kepalaku mengangguk pelan lalu mengambil duduk di hadapan beliau. Membiarkan cardigan hijau tua yang kukenakan tetap membungkus tubuh yang telah mengenakan dress malam terbaik.

Pikiranku pun akhirnya berkelana, apa Pak Akhtara hobi berkencan dengan pacar sewaan?

Bukankah dia manajer yang terkenal disiplin, tegas, bersahaja, dan berwibawa?

Tapi mengapa sampai menyewa jasa murahan seperti ini?

Dan setahuku, bukankah dia sudah memiliki calon tunangan?

"Entah kamu lagi mikir apa, Han. Yang jelas, saya ada maksud tertentu kenapa makai jasa pacar sewaan. Jadi, apa kamu sudah siap saya sewa malam ini?”

Ya Tuhan, pertanyaan Pa Akhtara itu mengandung arti yang ambigu sekali. Memangnya malam ini beliau mau menyewaku seperti apa?

"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, apa alasan Bapak menyewa jasa ini?"

"Apakah menjelaskan tujuan saya menyewa jasa pacar sewaan termasuk dalam tarifmu, Jihan?"

Kepalaku menggeleng pelan tanpa berani menatapnya. Sungguh beliau adalah manajer yang terkenal bersahaja dan disegani. 

Namun mengetahui beliau menggunakan jasa ini membuatku sangat penasaran dengan sosok asli seorang manajer Akhtara Badsah Ubaid.

Jika ada satu saja penghuni kantor yang tahu jika Pak Akhtara duduk di sini bersamaku untuk membahas jasa pacar sewaan, kredibilitasnya pasti akan terjun bebas. Begitu juga denganku, pastiakan menjadi bulan-bulanan cibiran.

"Kalau begitu kamu cukup jelasin apa saja yang jadi kesepakatan 'kencan pura-pura' kita malam ini, Jihan."

Kepalaku mengangguk pelan lalu membasahi bibir dan menelan saliva untuk membasahi kerongkongan. Sembari mengumpulkan keberanian mengatakan aturan main pacar sewaan yang sudah kutekuni selama tiga tahun ini.

"Jadi begini, Pak. Tarif saya lima ratus ribu sekali jalan. Tanpa perbuatan mesum. Kalau mau pelukan, gandengan tangan, ada ongkos tambahan, Pak," ucapku.

"Kamu kelihatan profesional sekali."

Aku hanya berdehem tanpa memandang Pak Akhtara.

"Kalau dibawa ke kondangan buat pamer ke keluarga, apa ada biaya tambahannya, Han?" tanya Pak Akhtara tenang.

"S ... saya tanyakan adminnya dulu, Pak."

Aku langsung merogoh ponsel kemudian mengulir layar untuk mencari kontak Admin Rara. Bagaimanapun aku harus jujur bekerja dengannya atau tidak akan dipercaya mendapat klien lagi.

"Sekalian tanyakan, apa bisa kamu dibooking untuk beberapa bulan ke depan dengan modus pura-pura jadi tunangan saya?"

Reflek aku menatap Pak Akhtara dengan kedua alis terangkat.

"Maaf, Pak?" tanyaku dengan nada terheran.

"Anggap aja saya pelanggan setiamu. Nanti ada bonus dari saya kalau kamu mau dan nurut sama perjanjian kita. Gimana?"

Perempuan bodoh mana yang menolak bonus dan disewa menjadi tunangan pura-pura selama beberapa bulan ke depan oleh manajer yang memiliki gaji sebanyak Pak Akhtara?

Bukankah itu artinya jika aku menerima tawarannya akan menerima gaji dengan nominal yang sama selama beberapa bulan berturut-turut?

Dan bukankah itu artinya aku bisa menabung lebih banyak untuk membeli properti yang lain?

Dengan begitu aku tidak akan kelimpungan mencari uang lagi nantinya. Benar 'kan?!

"Gimana, Han? Setuju?"

Aku terkesiap dari lamunan dengan tangan masih memegang ponsel lalu kepalaku mengangguk pelan dengan memasang ekspresi masih terkejut.

"Saya ... bersedia, Pak."

***

Pak Akhtara itu berusia tiga puluh delapan tahun tapi memiliki posisi bergengsi di kantor sebagai manajer.

Usai membahas tarif dan kesepakatan antara aku, Admin Rara, dan Pak Akhtara, kami berdua menuju kediaman Pak Akhtara dengan alasan ...

"Saya ganti baju dulu, Han. Karena kita mau ke resepsi pernikahan adik saya. Dan tugasmu seperti yang aku jelaskan tadi. Pura-pura jadi calon tunanganku. Paham?"

Kepalaku mengangguk paham dengan duduk di kursi penumpang. Sedang Pak Akhtara mulai melepas seatbelt kursi kemudi mobilnya yang nyaman ini.

"Kamu tunggu di sini aja. Saya cepat kok."

"Ya, Pak."

Aku mematuhi setiap ucapannya yang mengandung perintah karena sudah sepakat jika akan menjadi tunangan palsunya selama beberapa bulan ke depan.

Entah mengapa beliau menyewa jasaku selama itu.

Aku tidak bertanya dan untuk apa mengulik masalah pribadi manajerku itu. Toh beliau pasti menolak menjelaskan.

"Yang penting besok gue bisa bayar cicilan rumah. Beres!" gumamku sambil menatap rumah Pak Akhtara.

Rumah satu lantai yang begitu terawat dengan taman indah berhiaskan pohon cemara yang dibonsai. Dihiasi lampu warna warni kecil yang melingkari pohon. Membuatnya sangat cantik di malam hari. 

Sekitar sepuluh menit kemudian, Pak Akhtara keluar dari rumah dengan pakaian jauh lebih formal untuk menghadiri resepsi pernikahan adiknya.

Kemeja batik dipadu dengan celana jeans biru gelap dan sepatu boots rendah warna coklat. Rambutnya disisir sedikit mowhak untuk menambah kesan lebih muda.

"Asem! Ganteng!" pujiku sebelum beliau memasuki mobil.

Begitu Pak Akhtara memasuki mobil dan mulai melajukannya di jalanan, beliau kembali memulai pembicaraan.

"Jangan sampai lupa kalau nama kamu sekarang ganti jadi Sabrina. Bukan Jihan atau Dara."

"Ya, Pak. Saya ingat," ucapku patuh selayaknya kami berada di kantor.

Memangnya ada apa dengan nama Sabrina?

Ah ... entahlah.

Aku hanya berani bertanya dalam hati dengan menatap jalanan dari balik kaca mobil beliau. Hingga kami tiba di sebuah gedung pernikahan yang berada di salah satu hotel berbintang.

Usai keluar dari mobil, aku berjalan mendekati Pak Akhtara yang sedang memasang jam tangan di pergelangan tangan kirinya. 

"Kalau Bapak butuh pegangan tangan atau sejenisnya, Bapak cukup kasih saya kode."

"Ya. Ayo masuk dulu."

Aku berjalan biasa di samping Pak Akhtara dengan dress malam hitam sambil membawa clutch bag berwarna krem dengan motif mutiara. Sedang cardiganku sudah kutanggalkan di mobil.

Usai melewati anak tangga dan penyambut tamu, tiba-tiba Pak Akhtara menggenggam tangan kiriku begitu saja. Tanpa kode.

Untung saja aku sudah terbiasa dalam keadaan seperti ini dan cepat beradaptasi dengan menggenggam tangannya kembali.

"Di depan sana keluarga saya semua. Kamu tahu harus apa kan, Han?"

Pak Akhtara mengucapkannya dengan jarak sedekat ini dengan telingaku sambil telunjuknya mengarah ke dapan. Hingga hembusan nafasnya seperti menggelitik telingaku.

"Ya, Pak. Saya ... paham."

Sedikit gugup itu wajar karena menjadi tunangan palsu manajerku sendiri. Ayolah Jihan! Jangan gugup! Atau aku gagal menerima gaji dan bonus besar.

Masih dengan jemari kami saling bertaut, Pak Akhtara membawaku menuju keluarga besarnya yang duduk di kursi paling ujung. Mereka menatap sepasang pengantin yang tengah berbahagia menerima ucapan selamat dari para tamu di pelaminan yang dihias sangat indah sekali. 

"Malam, Ma, Pa, Om, Tante."

Kemudian Pak Akhtara mencium tangan mereka satu demi satu. Dan aku mengikutinya dengan sopan.

"Ini ... siapa, Tar?" tanya Mamanya Pak Akhtara.

"Ini Sabrina, Ma. Masak Mama lupa?"

"Sabrina?" tanya beliau memastikan dengan mengerutkan kedua alis.

Kepalaku pun mengangguk usai mendapat kode melalu remasan di jari. 

"Saya Sabrina, Tante," ucapku sopan dengan seulas senyum meyakinkan.

Wanita yang tidak lagi muda itu masih terlihat menawan dengan dress malam panjang warna salem dan rambut disanggul modern. 

"Kok sekarang langsing banget, Tar?"

Pak Akhtara tersenyum lalu kembali memberi kode melalui remasan jemari.

"Diet, Ma. Biar nggak gemuk."

Kemudian Tantenya Pak Akhtara membuka suara.

"Rambutnya juga lebih keren dari terakhir ketemu, Tar. Seingat Tante rambut Sabrina kemarin hitam polos."

Lagi, Pak Akhtara memberi kode dengan meremas jemariku.

"Ehm ... saya hanya coba-coba ganti warna rambut, Tante. Maaf kalau membuat semuanya tidak mengenali saya," ucapku setenang mungkin.

Akhirnya aku paham jika perempuan yang bernama Sabrina adalah calon tunangan Pak Akhtara yang asli. Gemuk dan berambut hitam.

Astaga ... manajerku ini wajahnya tidak jelek bahkan berat tubuhnya juga sangat ideal, tapi mengapa kekasihnya memiliki perawakan yang tidak seimbang dengan bayanganku?

Apa dunia sedang bercanda?

Lalu, kemana perginya perempuan bernama Sabrina itu hingga meninggalkan Pak Akhtara dan beliau berakhir menyewa jasa pacar sewaan seperti ini?

Juniarth

enjoy reading ...

| 1
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yoono Ayahnya Ammar
wah makin seru aja ni gan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status