Share

Pembantaian Tanpa Sadar.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-07 23:51:09

Ribuan bayangan pedang muncul di udara, berkilat-kilat mematikan. Semua mengarah ke Rong Tian, lalu menyerang bersamaan seperti hujan mematikan yang tak terhindarkan.

Tapi Rong Tian hanya mengangkat tangannya lagi dengan gerakan santai, seolah mengusir lalat.

Cahaya putih meledak dari telapak tangannya, menyapu segala arah. Semua bayangan pedang lenyap sebelum sempat menyentuhnya, seperti salju yang meleleh terkena matahari yang terik.

Pemuda itu memuntahkan darah, tubuhnya terhuyung mundur beberapa langkah. Wajahnya pucat pasi karena syok.

“Mustahil!”

“Ayo serang lagi!”

Pemuda lain tidak menyerah, amarah membakar matanya. Ia mengeluarkan api merah terkuatnya dengan berteriak keras, suaranya memecah keheningan.

"Neraka Merah!"

Api merah membentuk naga besar dengan mata menyala, sebuah wujud yang mengerikan. Naga itu meluncur ke arah Rong Tian dengan mulut terbuka lebar, siap menelan mangsanya.

Rong Tian menatap naga api itu dengan tatapan datar, tanpa sedikit pun rasa takut.

Ia menghembuskan napas pelan, sebuah embusan yang tak terlihat. Cahaya putih keluar dari mulutnya, bertabrakan dengan naga api, dan naga api itu langsung padam, lenyap jadi asap hitam yang cepat menghilang.

Pemuda itu jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi. Napasnya terengah berat, seolah baru saja berlari maraton.

Satu per satu, tujuh pemuda itu kalah, tubuh mereka tak berdaya. Mereka semua terluka parah, beberapa sudah tidak bisa berdiri lagi, hanya bisa berbaring di tanah sambil memegangi luka mereka.

Hanya satu pemuda yang masih berdiri kokoh, menatap Rong Tian dengan mata dingin penuh kebencian.

"Kau kuat," ucapnya pelan dengan nada datar, suaranya dipenuhi dendam. "Tapi aku tidak akan mundur."

Ia menarik pedang panjang dari punggungnya, sebuah senjata yang tampak kuno dan mematikan. Pedang hitam dengan ukiran tengkorak di gagangnya, pedang pusaka Sekte Bayangan Yin yang terkenal mematikan.

"Teknik terlarang," ucapnya sambil mengangkat pedangnya tinggi, sebuah ritual yang mengerikan.

"Bayangan Kematian Abadi."

Energi iblis di tubuhnya meledak keluar, lebih pekat dan lebih gelap dari sebelumnya. Bahkan enam pemuda lainnya harus mundur karena tidak tahan dengan tekanan yang keluar dari tubuhnya.

Pemuda itu mengayunkan pedangnya dengan seluruh kekuatan, sebuah gerakan yang penuh keputusasaan.

Bayangan hitam besar muncul di belakangnya, bayangan berbentuk kelelawar raksasa dengan mata merah menyala. Sayapnya terbentang lebar menutupi langit, sebuah pemandangan yang menakutkan.

"Mati!" teriaknya dengan suara menggelegar, penuh amarah dan dendam.

Bayangan itu terbang ke arah Rong Tian dengan kecepatan luar biasa, mulutnya terbuka lebar menampakkan taring tajam.

Rong Tian menatap bayangan itu, ada kilatan aneh di matanya, sesuatu seperti nostalgia yang samar.

"Bayangan Kematian Abadi," gumamnya pelan. "Teknik yang aku ciptakan sendiri dulu."

Ia mengangkat tangan kanannya, kali ini dengan gerakan lebih terkontrol dan tenang.

Cahaya putih keluar dari tangannya, cahaya begitu terang hingga siang hari seolah jadi malam. Cahaya murni yang begitu kuat hingga membuat mata perih, memaksa semua orang memejamkan mata.

Cahaya itu menembus bayangan kelelawar raksasa, dan bayangan itu lenyap seperti tidak pernah ada.

Pemuda itu melebarkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Tidak mungkin," bisiknya dengan suara gemetar, tak sanggup menerima kenyataan.

Tapi sebelum ia selesai berbicara, cahaya putih itu sudah sampai di depannya.

Ia mencoba memblokir dengan pedangnya, pedang pusaka yang terkenal tidak bisa dihancurkan itu.

Pedang itu hancur menjadi serpihan kecil, berhamburan di udara. Dan cahaya putih itu menembus dadanya, menciptakan lubang sempurna.

Pemuda itu mundur beberapa langkah, terhuyung-huyung. Ia menatap lubang besar di dadanya dengan tatapan tidak percaya, darah mengalir deras dari luka itu. Lalu tubuhnya roboh ke tanah dengan mata masih terbuka lebar, menatap kosong ke langit.

Enam pemuda yang tersisa terdiam membeku, takut. Sangat takut, sebuah teror yang melumpuhkan. Tangan mereka gemetar hebat, tak sanggup memegang senjata.

Tapi mereka tidak mundur, dendam masih membakar jiwa mereka. Mereka masih punya dendam yang harus dibalas.

"Maju!" teriak salah satu dari mereka dengan suara bergetar, mencoba mengumpulkan sisa keberanian. "Kita bunuh dia bersama!"

Enam pemuda itu menyerang lagi, kali ini benar-benar bersamaan tanpa koordinasi. Tidak ada strategi, tidak ada teknik hebat, hanya serangan brutal dari segala arah dengan amarah dan putus asa yang membabi buta.

Rong Tian menghela napas panjang, sebuah desahan yang tak terdengar.

Ia menggerakkan kedua tangannya dengan tenang, sebuah tarian yang anggun namun mematikan. Cahaya putih meledak dari seluruh tubuhnya, cahaya itu menyebar ke segala arah seperti gelombang kejut yang tak terbendung.

Lima pemuda terlempar jauh, tubuh mereka menghantam pohon dengan keras. Tulang patah, darah keluar dari mulut dan hidung mereka, mati seketika.

Hanya satu pemuda yang masih hidup, tapi tubuhnya sudah terluka sangat parah. Ia jatuh berlutut sambil batuk darah, napasnya terengah berat.

Ia menatap Rong Tian dengan tatapan penuh kebencian, sebuah api dendam yang tak padam.

"Kau siapa sebenarnya?" tanyanya dengan suara lemah, nyaris tak terdengar.

Rong Tian menatap dia dengan tatapan datar, tidak menjawab.

Pemuda itu tertawa lemah, tawa yang terdengar menyedihkan dan putus asa.

"Tidak penting," bisiknya, menyerah pada nasib.

Ia mengangkat tangan kanannya dengan susah payah, di tangannya ada belati kecil yang masih tersembunyi. Dengan kekuatan terakhir yang tersisa, ia melempar belati itu ke arah Rong Tian.

Belati itu terbang cepat, mengarah langsung ke jantung Rong Tian.

Rong Tian tidak menghindar, tubuhnya tetap tegak. Ia hanya menatap belati itu dengan tatapan datar dan acuh.

Belati itu mengenai dadanya.

Tapi tidak menembus, sebuah keajaiban yang tak terduga. Bunyi logam beradu terdengar nyaring, belati itu menghantam dada Rong Tian seperti menghantam baja yang tak tertembus.

“Tak!” lalu patah di tengah, pecahannya jatuh ke tanah dengan bunyi ringan.

Tidak ada darah, tidak ada luka, bahkan jubah putihnya tidak robek sedikit pun.

Pemuda itu melebarkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Belatinya yang terbuat dari besi hitam pusaka itu patah begitu saja.

"Tidak mungkin," bisiknya dengan suara gemetar, sebelum jiwanya meninggalkan raga.

Lalu tubuhnya roboh ke samping, mati dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya.

Rong Tian menatap pecahan belati di tanah, sebuah bukti kekuatan yang tak masuk akal. Ia mengangkat tangannya, menyentuh dadanya sendiri di tempat belati tadi menghantam.

"Belati itu patah," gumamnya pelan dengan nada heran.

Ia merasakan dadanya, tidak ada rasa sakit sama sekali, tidak ada bekas benturan. Seolah belati itu hanya menyentuh batu, tak meninggalkan jejak.

"Tubuhku sekeras ini?" bisiknya sambil menatap tangannya sendiri, sebuah pertanyaan yang penuh keheranan.

Ia tutup mata sebentar, merasakan aliran qi murni di tubuhnya. Qi itu mengalir tenang, tapi ia bisa rasakan kekuatan luar biasa di dalamnya, kekuatan yang jauh melebihi perkiraannya.

"Kultivasiku," gumamnya sambil membuka mata perlahan, "tidak berkurang sama sekali. Bahkan mungkin lebih tinggi dari sebelumnya."

Ia menatap sepuluh mayat yang berserakan di sekelilingnya, pemandangan yang mengerikan. Sepuluh pemuda yang tadi masih hidup dan penuh nafsu, sekarang sudah jadi mayat dingin.

"Tapi aku tidak paham cara menggunakan qi murni ini dengan benar," bisiknya sambil mengepalkan tangannya. "Aku hanya menggerakkan tangan dengan asal, dan hasilnya terlalu dahsyat. Aku hampir tidak bisa kontrol kekuatannya."

Ia diam sebentar, menatap tangannya dengan ekspresi serius.

"Aku harus mempelajari seni beladiri aliran putih," gumamnya dengan nada pelan tapi penuh tekad. "Teknik kultivasi aliran lurus. Hanya dengan itu aku bisa menyesuaikan dengan energi qi yang kumiliki sekarang."

Ia menatap simbol kelelawar merah di jubah salah satu mayat, sebuah tanda yang kini tak lagi berarti. Ada perasaan aneh di dadanya, bukan sedih, bukan marah, tapi ada sesuatu yang sulit dijelaskan.

"Mereka memakai nama Sekte Bayangan Yin," bisiknya. "Tapi mereka tidak tahu apa arti nama itu sebenarnya."

Ia mengepalkan tangannya erat, sebuah tekad baru muncul.

"Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak sadar?"

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Serangan Yang Terpental Balik

    Bing Ruoxue mendengar semua ejekan itu. Tubuhnya gemetar lebih hebat. Tapi ia tidak mundur. Ia tetap berdiri di tempatnya, menatap Elder Sekte Bayangan Yin dengan tatapan penuh ketakutan tetapi juga penuh tekad.Elder Sekte Bayangan Yin terdiam sebentar. Ia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin, lalu tersenyum. Sebuah senyum yang membuat lampion-lampion bergetar lebih hebat."Kesaksian yang menarik," ucapnya dengan suara yang terdengar lembut tetapi penuh ancaman tersembunyi. "Tapi aku tidak butuh kesaksian dari sekte kecil."Asap hitam di tangannya semakin menebal. Aura gelap itu mulai memadat, berubah menjadi cakar energi yang mengerikan. Bau besi dan darah menyebar di udara.Suhu turun semakin drastis. Suara serak seperti arwah tercekik bergema samar di sekeliling mereka.Beberapa murid di barisan belakang tidak tahan lagi. Mereka mundur dengan panik, beberapa bahkan jatuh terduduk dengan wajah pucat pasi."Itu Cakar Bayangan Kematian," bisik salah satu kultivator senio

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Kesaksian Bing Ruoxue

    Rong Tian masih berdiri diam. Tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Ia hanya menatap Elder itu dengan tatapan datar, seperti menatap sesuatu yang membosankan.Di dalam hatinya, ia bahkan sedikit merasa lucu."Elder Jiwa Muda awal," gumamnya dalam hati sambil mengamati aura yang mengepul dari tubuh pria itu. "Lima ratus tahun lalu, kultivator sekelas ini bahkan tidak layak menjadi tetua sekte kecil. Sekarang dia berani mengancamku?"Tapi ia tidak mengatakan itu dengan suara keras. Ia hanya diam, menunggu.Bing Ruoxue melihat asap hitam yang mulai menebal di sekitar Elder Sekte Bayangan Yin. Dadanya sesak. Napasnya pendek. Ia tahu apa artinya itu."Dia akan membunuh," bisiknya dengan suara gemetar. "Dia akan membunuh pemuda itu di hadapan kita semua."Xue Lingyin menarik lengan kakak perempuannya dengan panik."Kakak perempuan, kita harus pergi," pintanya dengan air mata di pipinya. "Tolong. Kita harus pergi sekarang."Tapi Bing Ruoxue tidak bergerak. Ia menatap Rong Tian yang berdi

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Elder Sekte Bayangan Yin

    Balai utama Desa Heishan adalah bangunan bergaya paviliun besar dengan tiang-tiang merah tua yang kokoh. Atapnya melengkung dengan sudut-sudut timur yang khas, dihiasi lampion-lampion merah yang berderet rapi.Tirai sutra putih bergetar pelan karena angin malam yang menyelinap masuk. Meja-meja kayu cendana dengan ukiran awan tersusun rapi di tengah ruangan, sementara lantai batu abu-abu yang halus memantulkan cahaya lampion yang redup.Tapi sekarang, keindahan itu tidak ada artinya.Saat Elder Sekte Bayangan Yin muncul, lampion-lampion gemetar hebat. Nyala api di dalamnya goyah seperti akan padam. Suara bisikan yang tadi mengisi ruangan lenyap seketika. Semua murid ortodoks menunduk dalam, napas mereka tertahan. Suasana berubah seperti aula pengadilan kuno yang baru melihat malaikat maut.Pria berjubah hitam itu berdiri tegap di tengah balai. Jubahnya terbuat dari kain gelap berkualitas tinggi, dihiasi bordiran kelelawar merah tua yang sulaman khas Sekte Bayangan Yin. Matanya dingin s

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Panggung yang Membeku

    Balai utama Desa Heishan terasa seperti sebuah kuburan yang dingin, bukan tempat pertemuan para ahli.Udara di dalamnya berat, dipenuhi keheningan yang menyesakkan, hanya sesekali dipecahkan oleh desahan samar atau gesekan kain.Suara pertemuan yang seharusnya penuh semangat justru terdengar seperti gumaman orang-orang yang menunggu ajal, setiap kata terbebani oleh keputusasaan.Para murid dari sekte-sekte besar duduk berderet, bahu mereka melorot, mata mereka redup, dan napas mereka teratur namun berat, seakan ada beban tak terlihat yang menindih setiap jiwa.Tidak ada satu pun dari mereka yang memancarkan aura jenius yang digadang-gadang untuk memimpin masa depan.Elder Feng berdiri di depan, punggungnya sedikit membungkuk, wajahnya diukir oleh kerutan-kerutan lelah yang lebih banyak bercerita tentang kekhawatiran daripada kebijaksanaan. Ia berusaha menjaga wibawanya, tetapi suaranya terdengar rapuh, nyaris berbisik.“Kita harus segera mencari cara untuk menahan serangan berikutnya,

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Pertemuan Para Jenius yang Lelah

    Rong Tian tidak menjawab, ia tidak peduli dengan bisikan-bisikan di sekitarnya. Ia hanya terus berjalan, mengamati sekitar dengan tatapan datar dan penuh analisis."Dunia ini," gumamnya pelan sambil menatap semua pemuda dan pemudi yang ramai berbicara, "benar-benar berbeda dari yang kukenal."Mereka akhirnya sampai di pojok desa, tempat yang lebih tenang. Di sana, ada tenda kecil dengan bendera putih bertuliskan "Sekte Bunga Salju".Tenda itu terlihat sederhana, jauh dari kemegahan tenda-tenda lain. Ukurannya tidak sebesar tenda-tenda sekte besar lainnya, menunjukkan status mereka."Ini tenda kami, Tuan," ucap Bing Ruoxue sambil menunjuk tenda kecil itu."Silakan beristirahat sebentar di sini, pertemuan akan dimulai sebentar lagi."Rong Tian menatap tenda itu sebentar, lalu mengangguk pelan."Terima kasih."Ia duduk di bangku kayu di luar tenda, mengamati keramaian. Bing Ruoxue dan Xue Lingyin masuk ke dalam tenda untuk merapikan pakaian mereka yang masih robek.Rong Tian menatap kera

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Kemerosotan Dunia Kultivasi

    Rong Tian langsung menyadari sesuatu yang aneh saat mengamati sekeliling. "Auranya lemah," gumamnya dalam hati sambil menatap para pemuda itu dengan tatapan tajam."Bahkan yang terkuat hanya Tahap Eliksir Emas tingkat awal. Apakah ini yang mereka sebut jenius dari sekte besar?"Ia mengamati lebih teliti setiap individu yang berlalu lalang. Sebagian besar hanya berada di Tahap Fondasi, sebuah tingkat dasar dalam kultivasi.Beberapa bahkan masih di Tahap Awal, baru menyentuh gerbang kultivasi, menunjukkan kurangnya pengalaman."Tidak masuk akal," bisiknya pelan sambil menggelengkan kepala, ketidakpercayaannya begitu nyata. "Dulu, lima ratus tahun lalu, jenius muda dari sekte ortodoks besar sudah mencapai Tahap Jiwa Muda di usia dua puluh tahun."Ia melanjutkan, "Bahkan yang biasa-biasa saja sudah Tahap Eliksir Emas tingkat menengah."Ia menatap sekitar lagi dengan tatapan tidak percaya, membandingkan masa lalu dengan masa kini. "Tapi sekarang? Tahap Eliksir Emas awal sudah dianggap jeni

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status