Kiria yang tengah menuntaskan panggilan alam mengerutkan kening. Teriakan panik Arya di luar kamar mandi terdengar samar-samar. Dia mencoba menajamkan pendengaran."Ria, kamu sudah janji tidak akan meninggalkanku. Kenapa malah menghilang begitu saja?"Kiria menepuk kening. Dia berdeham beberapa kali, bermaksud memberi tanda keberadaannya. Meskipun bukan sosok religius, Kiria ingat salah satu adab saat di WC adalah tidak berbicara.Namun, suara dehamannya tidak didengar Arya. Sang suami masih saja bermonolog di luar sana. Kiria mendengkus."Aku tidak hilang, Arya! Aku di WC!" seru Kiria kesal.Dia menghela napas lega saat keluhan Arya tak terdengar lagi. Namun, Kiria salah besar. Baru saja hendak fokus kembali buang air, pintu kamar mandi dibuka mendadak.Kiria ternganga. Arya merangsek masuk dengan wajah panik. Melihat Kiria yang tengah duduk di kloset, dia langsung memeluknya erat."Kukira kamu menghilang! Syukurlah, kamu tidak pergi ....""Aryaaa!!!" geram Kiria. "Keluar! Keluar san
Dua remaja tengah duduk di bangku kayu. Semilir angin yang berembus mempermainkan rambut keduanya. Remaja perempuan tiba-tiba mengeluarkan Kantong kain dari tas selempangnya."Tadaaa! Hadiah untuk Raka! Ini kubuat sendiri lho!" seru si gadis.Remaja laki-laki menerima kantong kain dan mengeluarkan isinya. Gelang manik-manik yang jauh dari kata estetik membuatnya menahan tawa. Gadis pujaan hatinya ini memang memiliki kecerdasan akademik yang tinggi, tetapi tidak berbakat dalam bidang seni."Raka! Ketawa aja! Ketawa aja sana!"Remaja laki-laki membenarkan letak kacamata tebalnya. "Malah unik kok. Lain dari yang lain, limiterd edition.""Cepat pakai!"Remaja laki-laki terkekeh. Dia melambat-lambatkan, seolah kesusahan memakai gelang. Tak sabaran, remaja perempuan merebut gelang dan memakaikannya dengan cepat, lalu menyeringai nakal."Kau tau, Raka? Gelang itu sudah kuberi mantra. Kamu memakainya maka kamu tidak akan bisa jatuh cinta pada orang lain. Kamu hanya akan mencintaiku selamanya,
Kiria dengan gesit berhasil menghindar. Namun, Arya juga refleks mencoba menghadang, menangkap tangan Viola. Tak ayal, gunting menusuk telapak tangannya. Aroma anyir menguar bersamaan dengan tetesan darah mengotori lantai marmer.Viola terbelalak. Dia seketika melepaskan gunting. Beruntung, Arya sempat menggeser kakinya sebelum tertusuk gunting yang jatuh."Kak Arya! Maaf! Aku tidak bermaksud menusukmu!" jerit Viola.Dia hendak meraih tangan Arya. Namun, lelaki itu menepisnya. Emosi Viola pun tersulut kembali."Ini semua salahmu!" serunya sambil menyerbu ke arah Kiria.Kiria menghela napas berat. Dia dengan cepat menangkap lengan Viola, memelintirnya. Satu pukulan di tengkuk membuat gadis dengan gangguan mental itu tak sadarkan diri."Berikan pengobatan untuk Nona Viola, lalu serahkan sisanya pada hukum, biarkan hukum bekerja," perintah Kiria saat para pengawal Arya mendekat.Para pengawal kebingungan. Mereka menatap Arya secara bersamaan. Arya menghela napas berat dan mengangguk pela
Viola begitu antusias sampai-sampai membuat petugas medis yang menanganinya sedikit takut. Namun, baru satu goresan kecil terukir di surat perceraian, Arya merebut berkas itu dan melemparnya ke lantai. Kiria tertegun. Tangannya bahkan masih menggenggam erat pulpen."Arya apa yang kau lakukan? Biarkan dia pergi dari keluarga kita!" bentak Baskoro."Membiarkan Kiria pergi dari keluarga kita dan memasukkan ular itu?" ketus Arya sambil menunjuk Viola. "Jangan mimpi, Opa!"Viola tercengang. Dia menatap Arya lekat, mencoba mencari di mana letak kesalahannya. Rencana yang disusun sudah sangat sempurna meskipun sedikit terkendala karena Kiria selamat dari kecelakaan.Namun, bukankah Viola tetap mampu menyingkirkannya dengan elegan? Arya bahkan sudah setuju menikah dengannya? Apa yang salah? "Arya, apa maksudmu menyebut Viola ular? Viola sudah tumbuh besar bersamamu dan Satya bertahun-tahun," sergah Rose.Arya menghela napas. Dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Satya, keluarlah!
Arya menunduk dalam. "Kita harus merelakan Satya ...," tuturnya dengan suara bergetar.Tangis Rose seketika pecah. Tubuhnya lemas dalam pelukan Abimana. Baskoro begitu geram hingga melempar tongkatnya ke sembarang arah, hampir saja mengenai kepala perawat yang lewat."Tidak! Tidak! Tidak mungkin!" Seruan histeris mengalihkan perhatian mereka.Viola tampak jatuh terduduk dan terus terisak dengan tubuh gemetaran. Saat Keluarga Wijaya diliputi kecemasan menunggu Arya keluar dari ruang ICU, mereka tak menyadari kehadiran Viola. Gadis itu baru datang 5 menit lalu bersama pengawalnya.Hati Rose seperti diremas. Melihat gadis yang telah tumbuh bersama anak-anaknya itu terluka tentu menyakitkan. Dia sendiri bahkan belum bisa menerima kepergian mendadak Satya."Satya ... kenapa kamu meninggalkan kami? Anak kita ... bagaimana dengan nasib anak kita ...."Viola tiba-tiba berdiri. Dia menubruk seorang perawat yang membawa nampan. Viola mengambil gunting dari nampan dan mengarahkannya ke leher."K
"Satya masih kritis di ruang ICU."Air mata seketika menuruni pipi Kiria. Tawa khas riang Satya bahkan masih terngiang-ngiang. Dia tak ingin membayangkan adik iparnya yang berhati lembut dan humoris itu terbaring tak berdaya dalam belitan selang-selang penyangga kehidupan."Kamu jangan berpikiran berat. Satya sudah ditangani tim medis terbaik. Kita hanya bisa berdoa."Kiria mengepalkan tangan. "Kejadian kemarin bukan kecelakaan, Arya. Kita harus menemukan pelakunya!" geram Kiria.Satu nama terlintas di benaknya. Namun, dia tak ingin memercayainya. Meskipun beberapa kali mengalami hal buruk, Kiria masih berharap sosok dalam pikirannya tidak sekejam dan segila itu."Kuharap tebakanku salah," gumamnya dalam hati.Arya mengusap kepala Kiria. "Serahkan saja soal pelakunya padaku. Aku tidak akan membiarkannya lolos.""Iya, harus masuk penjara dan dihukum seberat-beratnya."Arya mengangguk. Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama yang tertera di layar membuat raut wajahnya berubah drastis. Arya