"Siapa bilang Kiria tidak memberitahuku?" potong Arya."Kak Ria pergi sendiri berarti tidak beritahu Kak Arya. Kalau beritahu, Kak Arya pasti temani Kak Ria," debat Viola masih dengan wajah sok polosnya.Rose dan Satya kompak menatap Arya. Sorot mata mereka jelas menuduh Arya sedang berusaha melindungi Kiria, menutupi kecerobohan sang istri. Arya dan Abimana menghela napas bersamaan."Ria langsung memberitahuku saat para penculik itu menelponnya. Tapi, Ria takut kalau di mobil kita atau ponselnya ada penyadap. Jadi, Ria mengenggam tanganku sambil menuliskan pesan di telapak tangan," jelas Arya.Rose menoleh pada Kiria. Sang menantu mengangguk membenarkan ucapan Arya. Dia pun menjelaskan kembali secara detail kronologis kejadian beberapa waktu lalu. Kiria merasakan firasat buruk dan menyadari keanehan pada ponselnya."Penjahat itu mengawasi. Jika aku terang-terangan memberitahu Arya, Kanania bisa langsung dieksekusi oleh mereka, Ma. Makanya, aku harus berpura-pura terkena jebakan merek
"Kakak, sebaiknya tinggalkan aku di sini. Kalau Kakak pergi sendiri, pasti bisa lolos." Kanania menahan isakannya. "Kumohon, Kak. Mungkin ini hukuman Tuhan untukku.""Anak Bodoh! Apa kau pikir aku datang ke sarang penjahat tanpa persiapan?" tegur Kiria. "Recana menyusup dan membawamu kabur hanya untuk merperkecil jumlah korban yang tidak perlu. Jika sudah seperti ini tentu harus pakai rencana B."Kanania terbengong-bengong. Sementara itu, situasi semakin mendesak. Kebetulan sekali, Genta juga sudah sadar kembali dan telah pulih dari sakitnya. Namun, amarahnya begitu tak terbendung.Awalnya, Genta tersadar dan senang karena tidak sakit lagi. Namun, saat menyadari "benda pusakanya" mengalami disfungsi, hatinya seketika menjadi panas. Dia pun bergegas keluar dari gudang hendak memberi pelajaran pada Kiria."Dasar waita sial*n! Beraninya kau meracuniku! Sekarang aku akan pastikan kamu akan merasa lebih baik mati saja!" geram Genta.Kiria tak tampak gentar, semakin menyulut emosi Genta. Di
"Wah, Bos Genta! Benar-benar dapat tangkapan besar kita hari ini," komentar salah seorang anak buah si tato naga begitu bosnya memasuki gudang.Genta menyeringai. Pikiran-pikiran liar sudah memenuhi otaknya saat mengamati tubuh Kiria. Dengan tak sabar, dia melempar Kiria ke kasur butut di tengah-tengah ruangan. Hampir saja, Kanania yang tergeletak lebih dulu di sana tertimpa. Untunglah, gadis itu sempat berguling ke kanan.Kanania membelalak saat melihat kakaknya yang tak sadarkan. "Hmmpp Hmmpp sskdejskzz," gerungnya.Sayangnya, tak ada kata-kata jelas yang keluar dari mulut. Genta dan anak buahnya langsung terbahak-bahak. Air mata meluncur deras di pipi Kanania saat melihat mereka menjilat bibir."Sabarlah kalian, aku dulu yang harus menikmati tangkapan hari ini. Kalian videokan saja dulu. Lakukan siaran langsung ha ha ha," perintah Genta."Siap, Bos!" seru para anak buah Genta kompak.Para preman itu pun mulai menyiapkan perlengkapan untuk rekaman. Genta menunggu santai di kursi sam
Tring!Sebuah pesan penuh ancaman masuk dari nomor Kanania.["Jika tidak ingin adikmu dipermalukan dan kehilangan nyawanya, datanglah sendirian alamat yang kami kirim. Jika lapor polisi, kamu tidak akan pernah melihat Nona Kanania yang manis ini lagi."]Tring!Pesan masuk lagi dari nomor Kanania, sebuah alamat gudang tua terbengkalai. Kiria refleks mengepalkan tangan. Perubahan raut wajahnya langsung disadari Arya. Meskipun Kiria berusaha mengalihkan pandangan, Arya memaksanya untuk bertatapan."Apa yang menganggu pikiranmu? Telpon dari Kanania? Dia membuat masalah lagi?" cecar Arya.Kiria menggigit bibir. Dia merasa tak enak hati meminta bantuan Arya. Terlebih, para penculik itu bisa saja benar-benar melakukan ancaman mereka."Kiria? Apa aku begitu tidak bisa diandalkan?""Bukan begitu tapi ...."Kiria terdiam cukup lama. Dia berpikir keras. Jika para penculik tahu Arya ikut terlibat dalam penyelamatan, mereka bisa langsung menyakiti Kanania. Namun, apabila Kiria bergerak sendiri ju
Rose menjerit histeri, "Viola awas!"Satya ikut berlari mencoba memperkecil jarak, berharap bisa menolong sang kekasih. Arya menghela napas berat. Mau tak mau, dia yang berada di posisi terdekat harus turun tangan.Namun, tak disangka, Kiria telah bertindak lebih dulu. Arya baru saja hendak mengulurkan tangan. Kiria sudah menopang tubuh Viola dan memeluk pinggang si calon adik ipar dengan erat. Seandainya. Arya yang melakukannya, adegan tersebut pasti akan terlihat romantis dan menimbulkan kecanggungan dalam hubungan persaudaraannya dengan Satya."Syukurlah, masih bisa ditangkap." Kiria membantu Viola berdiri dengan benar, lalu mengusap kepalanya lembut. "Lain kali harus hati-hati. Berlari di keramaian itu berbahaya, Dik."Sebenarnya, Kiria melihat Viola sengaja terjatuh. Memangnya tubuh Viola seringan bulu bisa jatuh hanya karena senggolan pelan tas gitar? Namun, Kiria tidak berniat mempermalukan gadis itu. Dia tetap bertingkah pura-pura bodoh karena tak ingin membuat masalah dengan
Kiria refleks ikut memelototi Raka. Namun, pria itu tampak tak terbebani dengan ekspresi ingin membunuh Arya. Dia malah menarik kursi dan ikut bergabung di meja yang sama."Jarang-jarang bisa makan bersama Presdir Arya saat senggang seperti ini," celetuk Raka.Dia dengan santai memanggil pelayan rumah makan. Gadis muda berkebaya cokelat mendekat dengan wajah kebingungan. Namun, gadis itu tetap menjalankan SOP pelayanan secara profesional.Raka mengambil buku menu yang diberikan. Dia hanya memesan makanan ringan dan minuman rendah kalori. Pelayan rumah makan mencatat pesanan masih dengan wajah bengong, lalu permisi setelah memastikan pesanan sudah benar."Ternyata, Pak Arya juga suka dawet. Saya juga suka, tapi dokter keluarga sedang membatasi gula yang boleh saya konsumsi." Raka terkekeh.Arya tersenyum sinis. "Pak Raka, kami sedang tidak ingin makan-makan dengan relasi bisnis. Kami sedang kencan, jadi tidak ingin ada obat nyamuk di sini," tegurnya."Pak Arya ini benar-benar kaku. Na