Home / Romansa / Dead&Queen / Bab 5 : Presentasi yang meledak

Share

Bab 5 : Presentasi yang meledak

Author: Ucyl_16
last update Last Updated: 2025-07-09 21:34:41

Setelah kejadian Anya kemarin yang bisa Alma dan Gio atasi, gosip tentang mereka yang saling melindungi juga menjaga makin menyebar. Sesekali, banyak yang mendoakan mereka untuk segera jadian.

Alma menatap layar laptopnya dengan mata berkaca-kaca. Presentasi untuk klien utama mereka, Surya Kencana Cosmetics, harusnya sudah final semalam. Tapi sekarang, di depan matanya, tagline andalannya yang berbunyi "Bare You: Real is Beautiful" telah berubah menjadi "Flawed is the New Perfect"—disertai foto close-up seorang model dengan bekas jerawat yang sengaja tidak di-retouch.

"GIO ARDIAN!" teriaknya, suaranya menggelegar di seantero lantai 12.

Beberapa rekan kerja langsung menoleh, termasuk Wina yang sedang mengantarkan dokumen. "Wah, perang dunia ketiga lagi nih," bisiknya pada Rian yang sedang asyik menggambar doodle di notepad.

Gio mengangkat kepala dari sketsanya, kacamata aviator-nya melorot di hidung. "Hm?" ujarnya santai, seolah tidak menyadari amarah yang sedang meledak di depan matanya.

"Lo ubah konsep gue—LAGI—tanpa bilang?" Alma berdiri dengan gemetar, tangan menunjuk ke layar laptopnya yang sekarang menampilkan visual yang sama sekali berbeda dari yang telah disepakati tim.

Dengan langkah santai, Gio mendekat. Tubuhnya yang tinggi membuat Alma harus mendongak. "Gue cuma bikin lebih baik," ujarnya sambil mengambil mouse dari tangan Alma. Dengan beberapa klik, dia memperbesar foto model itu. "Lihat, ini lebih jujur. Lebih berani. Lebih... lo."

Alma menatap tajam. "Ini bukan soal berani atau nggak. Ini soal konsistensi branding! Kita udah sepakat—"

"Kalian punya tiga puluh menit sebelum klien masuk!" suara Bu Henny memotong dari balik pintu ruang meeting.

Alma menarik Gio ke sudut ruangan yang lebih sepi, tapi nada suaranya tetap terdengar oleh setengah kantor.

"Lo tahu kenapa gue benci kerja bareng lo?" bisiknya dengan getir. "Karena lo selalu berpikir diri lo paling tahu segalanya. Lo ubah hasil gue seolah-olah itu sampah!"

Gio menghela napas, matanya yang biasanya santai sekarang terlihat serius. "Gue nggak pernah bilang hasil lo sampah. Justru sebaliknya— gue tahu lo bisa lebih dari sekadar tagline aman yang biasa-biasa saja."

"Biasa?" Alma tersentak, seperti ditampar.

"Ya, biasa!" Gio mengambil langkah lebih dekat. "Lo punya bakat luar biasa, tapi selalu main aman. Takut ambil risiko. Takut nunjukkin siapa diri lo yang sebenarnya."

Dada Alma naik turun dengan cepat. Kata-kata Gio menusuk lebih dalam dari yang ingin dia akui.

"Lo nggak kenal gue cukup baik untuk bilang itu," desisnya

Gio mengangkat alis. "Bukankah kita udah kerja sama selama enam bulan? Atau selama itu lo hanya memainkan peran 'Alma si copywriter sempurna'?"

Sebelum Alma bisa membalas, bel pintu ruang meeting berbunyi. Wina muncul dengan wajah panik. "Kak, Mbak Larasati datang lebih awal! Dia sedang ngopi di lobby!"

Udara di ruang meeting terasa pengap meskipun AC sudah menyala maksimal. Alma berdiri di depan layar presentasi, mencoba mengatur napas sambil menunggu Larasati Wijaya dan Mas Raka masuk.

"Tenang," bisik Gio tiba-tiba di sebelahnya, menyodorkan segelas air mineral dingin. "Lo akan baik-baik saja."

Alma ingin menolak, tapi tangannya otomatis menerima gelas itu. Jari mereka bersentuhan sejenak, dan entah mengapa sentuhan itu membuat detak jantungnya yang tadinya kencang perlahan melambat.

Pintu terbuka. Larasati masuk dengan blazer merahnya yang ikonik, diikuti oleh Mas Raka dan dua staf lainnya.

"Kami sangat antusias dengan konsep kalian," ujar Larasati sambil duduk. Matanya yang tajam langsung tertuju pada Alma, seolah bisa merasakan kegelisahannya.

Dengan tangan sedikit gemetar, Alma mulai presentasi. Suaranya perlahan semakin percaya diri saat menjelaskan riset pasar di balik kampanye ini. Tapi ketika sampai pada slide yang diubah Gio—foto model dengan kulit tidak sempurna itu—suaranya tercekat.

"Dan di sini kami ingin... eh, menonjolkan nilai kejujuran dalam..."

Gio tiba-tiba menyela dengan mulus. "Izinkan saya menjelaskan bagian ini." Dia berdiri dan mendekati layar, tubuhnya yang tinggi dengan mudah menarik perhatian semua orang.

"'Flawed is the New Perfect' lahir dari observasi mendalam kami tentang bagaimana perempuan muda sekarang justru merespon positif terhadap ketidaksempurnaan. Mereka lelah dengan standar kecantikan yang tidak realistis."

Alma menatapnya dengan mulut sedikit terbuka. Gio berbicara dengan keyakinan penuh, seolah-olah ini memang konsep bersama dari awal.

"Bahkan," lanjut Gio dengan senyum kecil yang hanya ditujukan pada Alma, "Alma sendiri yang menginspirasi ide ini. Dia rela menjadi model tanpa makeup untuk tes shoot kami kemarin, menunjukkan keberanian yang sebenarnya."

Alma nyaris tersedak air mineralnya. Apa yang dia katakan?!

Wajah Larasati berbinar. "Wah! Jadi Anda sendiri yang akan menjadi model untuk kampanye ini, Alma?"

Sebelum Alma bisa menyangkal, Bu Henny sudah menyambar, "Tentu! Alma adalah representasi sempurna dari nilai-nilai brand Surya Kencana."

Di bawah meja, kaki Alma menendang kaki Gio dengan keras. Tapi pria itu hanya tersenyum lebih lebar, matanya berbinar seperti anak kecil yang berhasil melakukan kenakalan.

---

Begitu pintu ruang meeting tertutup, Alma langsung menyeret Gio ke pantry kosong.

"LO GILA?" desisnya sambil mendorong Gio ke dinding. "Kenapa lo bohong ke klien? Sekarang mereka mengharapkan gue jadi model!"

Gio tidak terlihat terganggu oleh amarah Alma. Malah, dia terlihat terhibur. "Santai, mereka hanya ingin tes shoot. Dan lo cantik, nggak perlu khawatir."

"Ini bukan soal gue cantik atau nggak!" Alma berteriak, lalu menurunkan suaranya ketika melihat seorang intern lewat. "Ini tentang lo yang selalu mengambil keputusan sepihak! Ubah konsep gue, membuat janji atas nama gue—"

Gio tiba-tiba mendekat, memotong amarah Alma. "Gue tahu lo bisa lebih dari sekadar menulis tagline aman," bisiknya. "Gue punya cerita yang layak dibagi. Lihat saja presentasi tadi— lo luar biasa ketika berbicara dari hati."

Alma tercekat. Bau kopi hitam dan sedikit kayu manis dari parfum Gio memenuhi ruang antara mereka. Jarak mereka sekarang sangat dekat, hingga Alma bisa melihat bintik-bintik emas di mata cokelat Gio yang biasanya tidak terlihat.

"Kapan terakhir kali lo buat sesuatu yang benar-benar lo percaya?" tanya Gio dengan suara yang tiba-tiba sangat lembut.

HP Alma bergetar. Notifikasi dari Bu Henny:

"Klien sangat puas! Tes shoot besok jam 8. Datang dengan wajah aslimu ya 😉 -Henny"

Diikuti pesan kedua:

"Oh dan... chemistry kalian berdua tadi? Perfect. Jangan rusak itu."

Alma menatap Gio dengan mulut terbuka. "Lihat apa yang lo lakukan?"

Gio hanya tersenyum, matanya berbinar. "Gue nggak menyesal."

Dia berjalan meninggalkan pantry, meninggalkan Alma dengan detak jantung yang tidak karuan dan satu pertanyaan yang mengganggu:

Mengapa setiap kali Gio Ardian muncul, hidupnya selalu berantakan... tapi entah mengapa, dia tidak benar-benar membencinya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dead&Queen   Bab 94 : Baris pertama kode untuk Skala

    File terbuka.Dan di dalamnya — deretan log asli dari proyek besar yang selama ini mereka dituduh memanipulasi. Waktu, tanda tangan digital, serta bukti perintah langsung dari akun manajer senior... milik Reina.Rian menatap layar itu lama. Setiap baris terasa seperti letupan kecil yang membakar semua kebohongan yang selama ini membungkus mereka.“Dia bohongin semua orang…” gumamnya.Suara sendiri terdengar asing di ruang sempit itu.Ia membuka tab baru, menulis pesan cepat ke Gio.“Gi, lu belum tidur kan?”“Dapet kiriman aneh dari server lama. Kayaknya dari Revan.”Balasan Gio datang cepat.“Beneran Revan?”“Ya. File-nya tentang laporan 2019. Reina yang tanda tangan asli.”Hening beberapa detik, lalu balasan muncul“Kalo itu valid, berarti ini tiket kita balik ke atas. Jangan buka lebih banyak dulu, tunggu gue besok.”Rian mengangguk sendiri. Tapi matanya tetap terpaku ke layar. Ia tahu Gio benar, tapi rasa penasaran di dadanya lebih besar daripada rasa takutnya.Ia klik file terakhi

  • Dead&Queen    Bab 93 : Revan?

    Rian memutus koneksi, mencabut kabel LAN dan router. Ruangan seketika hening lagi, hanya ada bunyi hujan dan napas mereka yang berat.Alma menatap mereka berdua. “Udah gak ada jalan balik, kan?”Gio menatap balik, kemudian tersenyum samar — lelah, tapi yakin.“Udah nggak ada. Tapi buat pertama kalinya… gue nggak takut.”Rian menatap keduanya, lalu berkata lirih, “Kalo mereka mau datang malam ini, kita tunggu aja. Kita gak kabur.”Alma tersenyum kecil, menatap dua orang di depannya.“Gue gak nyangka bisa sejauh ini bareng kalian.”“Belum selesai, Al,” balas Gio. “Besok pagi, dunia baru aja mulai baca cerita kita.”Malam makin larut. Di luar, sirene samar terdengar di kejauhan. Tapi di dalam gudang itu, tiga orang yang dulu dianggap pecundang kini sudah menulis ulang sejarah mereka sendiri — dengan keberanian dan sedikit keputusasaan yang sama besar.***Pagi itu tidak terasa seperti pagi. Langit berwarna abu pucat, seperti kertas yang sudah terlalu sering ditulisi kata-kata kemarahan.

  • Dead&Queen   Bab 92 : Buat Bu Henny

    Hening.Detak jam di dinding terasa terlalu keras.Reina menatapnya lama, lalu tertawa kecil — tawa yang tidak terdengar seperti manusia lepas beban, tapi seperti pisau ditarik dari sarungnya.“Jadi kamu kehilangan barang sebesar jempol, Ega?”“Dia mungkin sempat buang sebelum—”“Jangan kasih alasan.” Suaranya dingin, datar, tapi cukup tajam untuk membuat Ega menunduk.“Flashdisk itu satu-satunya hal yang bisa muter balik semua narasi yang udah saya bangun selama dua tahun.”Ia berdiri, berjalan ke arah jendela besar yang menatap kota. Lampu-lampu malam berpendar di kaca, dan wajahnya memantul di sana — bayangan seorang wanita yang sudah terlalu jauh untuk mundur.“Kalo mereka dapet itu… semua yang saya bangun bakal runtuh.”Ia menatap pantulan dirinya sendiri, lalu melanjutkan pelan, “Dan saya nggak akan biarkan itu terjadi.”Ega menatapnya dari belakang. “Mau saya lacak, Mbak?”Reina menoleh, matanya dingin. “Kamu pikir mereka bodoh? Flashdisk itu pasti udah di tangan orang yang mer

  • Dead&Queen   Bab 91 : Flashdisk dari Bu Henny

    Ia keluar ruangan dengan senyum sinis.Begitu pintu tertutup, Bu Henny langsung bergerak cepat. Ia membuka laci bawah meja, mengambil flashdisk kecil berwarna perak — salinan terakhir dari log manipulasi. Dengan tangan gemetar, ia menaruhnya di dalam dompet, lalu mengganti kartu ID-nya dengan ID tamu supaya tidak terdeteksi keluar tanpa izin.Kalau aku ketahuan sekarang, semuanya selesai.Di lorong, lampu-lampu menyala redup. Ia berjalan cepat, menyusuri jalur belakang menuju lift servis. Namun baru beberapa langkah, suara walkie-talkie terdengar di ujung koridor.“Target menuju sisi timur, lantai empat.”Darahnya berhenti mengalir sesaat.Jadi mereka udah tahu.Ia menunduk, menahan napas, lalu masuk ke ruang arsip tua yang pintunya sedikit terbuka. Dari balik rak penuh debu, ia bisa melihat dua petugas keamanan berjalan cepat melewati lorong.“Perintah dari Bu Reina langsung. Kalo ketemu, amankan komputernya,” kata salah satu dengan suara rendah.Bu Henny menunggu sampai langkah mere

  • Dead&Queen   Bab 90 : Buktikan

    Rian menatap layar ponselnya beberapa saat, lalu menghembuskan napas berat.Matanya jatuh ke papan tulis di dinding kamar. Tulisan besar BALAS yang dulu ia tempel kini mulai memudar warnanya. Ia tersenyum miring. “Kayaknya waktu buat nulis ulang kata itu udah datang.”Dengan spidol hitam, ia mencoret tulisan lama dan menggantinya dengan satu kata baru:BUKTIKAN.Di luar, hujan belum berhenti. Tapi kali ini, bagi Rian, suara hujan bukan ancaman — melainkan irama dari pertempuran yang akhirnya mulai seimbang.***Gudang itu kecil dan berdebu, terletak di sisi belakang gedung lama perusahaan — tempat dulu mereka sering numpuk barang promosi yang sudah tidak terpakai.Sekarang, tempat itu jadi ruang aman sementara. Cahaya matahari menembus jendela pecah, memantul di udara penuh debu. Gio datang paling awal, membawa thermos kopi dan map kecil. Tidak lama, suara langkah tergesa terdengar.Rian muncul duluan, wajahnya letih tapi matanya masih menyala.Alma datang beberapa menit setelahnya, m

  • Dead&Queen   Bab 89 : Bantuan H

    Beberapa menit kemudian, layar CCTV di ruang server memperlihatkan aktivitas aneh. Seseorang dari lantai dua memasukkan flashdisk dan mengakses jaringan eksternal. Reina yang sedang duduk di ruangannya menatap layar itu, lalu menyipitkan mata. “Jadi begitu caramu, Bu Henny?” katanya pelan. “Kau pikir aku nggak lihat?”***Sore itu, langit tampak gelap padahal belum pukul enam. Awan tebal menggantung, udara lembap, dan suara motor hujan-hujanan di luar kos terdengar seperti gema jauh. Alma baru saja menutup laptop ketika suara ketukan pintu terdengar.Tok-tok-tok.“Iya, bentar!”Begitu membuka pintu, seorang kurir berdiri di depan, mantel plastiknya masih menetes air.“Permisi, ini ada kiriman buat Mbak Alma Raisa.”Alma mengerutkan kening. “Dari siapa, ya?”Kurir itu menggeleng. “Nggak ada pengirim, cuma alamatnya aja. Katanya urgent.”Ia menerima amplop kecil berwarna cokelat muda, tipis, seperti amplop nota kantor. Di depannya tertulis rapi dengan pulpen biru:Untuk: Alma Raisa – Sk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status