Share

33~DS

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-18 21:17:56

“Pak Bin ...”

Setelah terpaku dan mencerna beberapa saat, tanpa ragu lagi Sinar berlari dan menghambur ke pelukan pria yang selalu mengisi kekosongan dirinya. Memeluk erat, menumpahkan semua luka, rindu, dan sesal yang akhirnya menemukan tempat untuk pulang.

Tidak ada kalimat yang terucap, tetapi pelukan itu cukup untuk membuatnya merasa bahwa ia tidak sendirian. Masih ada tempat untuknya kembali bernapas. Tempat yang membuatnya merasa utuh kembali.

“Mau sampai kapan kita berdiri seperti ini?” Bintang hanya bisa memeluk erat. Membiarkan gadis itu meluapkan semua tangis di dadanya. “Nggak mau duduk?”

Sinar menggeleng di pelukan Bintang. Mulai mengusap seluruh jejak basah di wajahnya dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya masih melingkar di tubuh tegap itu.

“Pak Bin jahat!” Setelah selesai mengusap wajahnya, Sinar memukul dada Bintang sekenanya.

“Sarapan dulu,” ucap Bintang sambil membelai rambut Sinar. “Biar ada tenaga kalau mau marah sama saya.”

“Pak Bin!” Sinar mendorong pelan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Master Gito
sweet bangeet... bikin baper
goodnovel comment avatar
Tati S
thoor kisah kaivan dan nando yg di Mal kok belum ada kapan dong?
goodnovel comment avatar
WiwikK
inilah yang bikin sinar g bisa berpaling......perlakuan pak bin yang hangat dan penuh kasih sayang,hal yang g bisa di dapatkan sinar dalam keluarga nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dear Secretary   161~DS

    “Cih!” Sinar berdecih tanpa sungkan, setelah Rista pergi dari ruang kerja Kaisar yang digunakan Pras untuk membahas pekerjaan. “Seumur-umur aku jadi sekretaris, baju yang kupake nggak pernah seketat itu. Mana roknya pendek. Seneng, kan, kamu liatnya?”Tadinya, Sinar sudah meminta Irfan untuk menemani Pras bertemu Rista di ruang kerja. Namun, wanita itu datang lebih awal di saat Sinar masih berada di rumah.Karena itulah, Sinar yang akhirnya menemani Pras untuk bertemu dengan wanita itu.“Hm.” Pras hanya menggumam sambil memilah berkas yang ada di meja. “Pras!” panggil Sinar geregetan.“Hm,” gumamnya tanpa melihat Sinar.“Ck! Apa Rista pernah jadi partnermu?” selidik Sinar mulai curiga. “Aku punya aturan dan batasan sendiri dalam mencari partner,” jawab Pras enteng dan masih menatap berkas-berkasnya. “Selama mereka masih berada di circle yang sama denganku. Pengacara, jaksa, hakim, dan sejenisnya, aku nggak akan menyentuh mereka.”Sinar kembali berdecih. Kali ini lebih keras untuk me

  • Dear Secretary   160~DS

    “Duduk sini,” pinta Eila pada Sinar yang menghampirinya di gazebo. “Ada yang mau Mami obrolin tentang Pras.”Sinar menurut dan duduk bersila di tepi gazebo. Seketika hatinya dipenuhi rasa penasaran, karena Eila akan membicarakan masalah Pras.“Berhubung kamu sudah jadi istri Pras dan sudah menjadi bagian keluarga ini, maka kamu harus tahu sesuatu.”Sinar mengangguk, semakin penasaran. Ada rahasia apa gerangan yang disimpan oleh keluarga Sagara. “Pernah dengar nama Narendra Zamar?” tanya Eila.“Per … nah,” jawab Sinar ragu-ragu. Nama tersebut terasa tidak asing, tetapi Sinar tidak bisa memastikannya. Namun, mengapa Eila mempertanyakan hal tersebut? Apa hubungannya dengan Pras? “Tapi saya agak lupa dia siapa. Kalau nggak salah, dia itu salah satu pejabat juga.”“Betul.” Eila mengangguk. “Dia pernah menjabat sebagai Ketua Badan Legislatif. Dan dia … ayah kandung Pras.”Mulut Sinar terbuka, belum bisa percaya sepenuhnya. “Tapi, maaf, Mi. Bukannya mas Pras dibawa dari panti asuhan?”“Jadi

  • Dear Secretary   159~DS

    “Kenapa kembali?” tanya Pras yang sudah berbaring nyaman di tempat tidur. “Aku bebaskan kamu untuk tidur di kamar anakmu.”Sinar berdecak. Mengunci pintu lalu beranjak ke tempat tidur. “Asa sama Aya dibawa tante Eila ke kamarnya.”“Mami,” ralat Sinar. “Bukan tante lagi.”“Ah, iya.” Sinar masuk ke dalam selimut yang sama dengan Pras. Namun, memberi jarak, karena semua masih terasa canggung. “Aku belum biasa.”“Diam dan jangan berisik,” titah Pras. “Aku sudah mau tidur.”Sinar berbaring miring menatap Pras. “Lampu tidurmu di nakas masih nyala. Emang kalau tidur nggak dimatiin?”“Bukan urusanmu.”“Ih!” Sinar mencubit kecil lengan Pras. “Jawab yang baik coba!”Pras menangkup wajah Sinar dan mendorongnya. “Diam, ak–”“Praaas!” Sinar menepis cepat telapak tangan pria itu dari wajahnya. “Aku sudah pake skincare! Jangan pegang-pegang muka.”“Berisik!” Pras meraih kabel yang menjuntai di sebelahnya, lalu mematikan lampu tidurnya. “Sekarang diam. Aku capek dengar ocehanmu.”Bukannya diam, Sinar

  • Dear Secretary   158~DS

    Elo menyesap kopi pahitnya yang masih mengepul dengan perlahan, lalu meletakkannya kembali di atas meja. Pandangannya tertuju pada Bintang yang duduk di seberangnya. Dua pria itu bertemu di kafe, hanya untuk satu alasan, yakni membahas Sinar.“Bima sudah cerita semuanya, termasuk kejadian di rumah sakit waktu itu.” Elo menghela panjang dan kesal sekaligus. “Andai waktu itu aku tetap balik sama Sinar, mungkin semua ini nggak bakal kejadian. Ck! Nyesal aku, Mas!”“Aku tau, aku yang salah.” Bintang mengembuskan napas berat.“Jelas salah!” todong Elo semakin kesal. “Kenapa juga sampai bawa-bawa hak asuh Aya? Repot, kan, jadinya?”“Aku nggak pernah bermaksud mau ambil hak asuh Aya,” ujar Bintang. “Itu semua … kamu nggak jadi aku, El.”Elo mengendik cuek. “Kita sudah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Bu Eila sudah turun tangan dan tanggal sudah ditentukan. Ahh … berengsek!”“Bicaralah dengan Sinar,” ujar Bintang masih mencoba mencari jalan keluar. “Aku sudah angkat tangan.” Elo mendecak pelan

  • Dear Secretary   157~DS

    “Nggak usah ke toko, ya,” ujar Eila saat mobilnya berhenti di depan rumah Sinar. “Istirahat aja di rumah.”Sinar mengangguk saat menengok ke belakang. Menatap Pras yang tidak melihatnya, lalu beralih pada Eila. “Yang tadi itu … makasih, ya, Tan,” ucap Sinar dengan wajah yang masih sembab.Sepanjang jalan, ia tidak bisa menahan air matanya. Semua orang di dalam mobil hanya diam dan membiarkannya menghabiskan tangis yang seolah enggan mereda. “Dan makasih juga sudah diantar,” tambah Sinar. “Maaf kalau saya merepotkan.”“Tante nggak repot,” ujar Eila turut prihatin. “Sekarang keluar, masuk ke rumah, tidur. Dan, nanti kita bicara lagi kalau kamu sudah tenang.”Sinar mengangguk. “Saya permisi, ya, Tan. Sekali lagi, makasih.”Tanpa berpamitan pada Pras yang hanya menatap keluar jendela, Sinar keluar. Berdiri di depan pagar dan melambai pada mobil yang meninggalkannya.Sementara itu, Eila langsung menghela besar setelah meninggalkan rumah Sinar. “Jangan terlalu ikut campur dengan urusan o

  • Dear Secretary   156~DS

    “Gimana, Tan, terapinya?” tanya Sinar antusias saat melihat Eila lebih dulu keluar ruangan. “Pras mau datang aja, udah syukur banget, Nar,” jawab Eila. “Makasih, ya. Semoga aja ke depannya bisa ada progres. Apa pun itu.”“Saya yang harusnya berterima kasih.” Sinar kembali mengingat detik-detik di saat Pras menggeram menahan sakit kala itu. “Mau sebanyak apa pun itu, rasanya saya nggak bisa ngebayar utang budi saya ke mas Pras.”“Nggak usah terlalu dipikirkan,” ucap Eila mengusap lengan Sinar. “Tante minta doanya aja.”Sinar menatap ponselnya yang berdering singkat. Ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Elo, tetapi tidak membalasnya,“Saya selalu doain mas Pras,” ujar Sinar masih merasa tidak enak hati pada Eila. “Semoga ada keajaiban dan dia bisa jalan seperti dulu.”“Amin.”“Tan, saya pamit ke toko dulu, ya,” ujar Sinar segera menyalami Eila. “Sudah ditunggu mas El di lobi.”“Oke, Tante juga bentar lagi pulang,” kata Eila. “Hati-hati, ya.”“Iya, Tan,” pamit Sinar lalu berlari kecil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status