Charles duduk termenung menghadap jendela. Matanya menerawang. Pikirannya kosong. Langit senja berwarna kemerahan yang cantik tidak mampu membuatnya terpana. Tangannya memutar-mutar gelas yang sudah kosong. Hanya ada satu nama yang terus bergema di hatinya, Bintang. Hatinya sudah terperangkap dalam pesona gadis muda itu sejak lama. Dia berjanji akan memberinya kebahagiaan, namun sejak mereka menikah, Bintang terlalu sering mendapatkan tekanan. Salah satu alasan kenapa Charles tidak mengadakan pesta pernikahan -selain karena dia takut Bintang malu dengan kondisinya- adalah karena dia ingin melindungi bintang dari musuhnya. Namun, agaknya dia salah. Apa yang terjadi pada Bintang belakangan ini sepertinya karena musuhnya ingin menekan dirinya. Tangannya menggenggam erat gelas yang dia pegang. Dalam hati, dia membenci situasi ini. Ingin rasanya dia keluar dan mengatakan pada semua orang bahwa dirinya telah bangkit dan tidak akan membiarkan siapapun menyakiti istrinya. Namun, dia tah
“Apa alasan bapak melakukan itu?” tanya Bintang. Kedua tangannya saling mengepal.Tanpa bertanya dan meminta konfirmasi, Adi dengan entengnya menskorsing dirinya.Dia agak gugup. Bagaimanapun juga, yang mengatakan itu adalah orang dengan jabatan tertinggi di kampusnya. Dia tidak akan mudah menangani Pak Adi. “Ya, karena semua isu itu sungguh merugikan banyak pihak. Aku hanya mencegah agar kampus tidak mendapat dampak lebih buruk. Kamu pasti mengerti.” Adi menyatukan kedua tangannya di atas meja. “Pak Adi, sebaiknya kita menyelidiki dulu permasalahan ini. Jangan sampai kita menuduh seseorang yang tidak bersalah,” sahut Teguh. Dia tidak ingin kehilangan mahasiswi berprestasi miliknya.“Jelaskan padaku arti tidak bersalah! Bintang jelas-jelas terlibat dengan seorang pria dan membuat malu almamater. Dirjen pendidikan telah mengirimkan surat. Kalau sampai terjadi sesuatu pada penilaian akreditasi kita, apa Pak Teguh bisa menanggungnya?”Teguh tersentak. Dia tidak bisa menjawab. Dirjen pe
Kening Bintang masih berkerut meski panggilan itu sudah berakhir beberapa waktu yang lalu. Dalam hati kecil, dia merasa panggilan itu berhubungan dengan skandalnya beberapa waktu itu. Jika kemarin dekan yang memanggil dirinya, kini rektor lah yang bergerak. Entah bagaimana isu itu berkembang kali ini. Bintang memasukkan ponselnya dan berbalik menuju ruang rektor. Mungkin karena memang hari buruknya, dalam perjalanannya ke sana, dia bertemu dengan Stela dan Fina. “Wah, wah, siapa ini? Mahasiswi yang katanya kebal hukum,” ucap Fina sambil bersedekap. Dia menatap Bintang penuh provokasi. “Fina, jangan begitu. Bintang pasti punya alasan kenapa dia masih bisa bebas keluar masuk kampus setelah foto itu tersebar,” ucap Stela sambil menarik ujung baju Fina. Matanya menatap Fina sambil melirik Bintang sesekali. Suaranya lembut dan lirih, membuat siapapun yang mendengarnya tertarik. Fina mendengkus. Satu sudut bibirnya terangkat. “Memangnya ada mahasiswa yang bisa lolos dari hukuma
“Apa kamu sudah tahu apa yang terjadi? Ke mana semua pelayan dan penjaga? Kenapa tidak ada yang mendengar jeritan istriku? Apa mereka semua sudah tuli??” Charles bertanya dengan suara yang dalam dan penuh tekanan. Tangannya bergetar, menggenggam pena dengan erat. Buku-bukunya memutih hingga tiba-tiba… Ctak!! Pena itu terbelah. Pria itu melemparnya ke tempat sampah. Pena seharga jutaan itu berakhir mengenaskan seperti sampah. Charles menatap asistennya dengan mata berkilat. Seluruh tubuhnya mengeluarkan hawa membunuh yang kuat. Thomas tersentak. Namun, dia tidak berani bergerak. Dengan wajah menunduk, dia berkata, “Tuan David…” Charles sontak memukul meja dengan keras. “Jangan memanggilnya tuan!! Dia tidak pantas mendapatkan rasa hormat dariku!” Thomas bergegas memperbaiki kalimatnya. “Maksud saya, David sengaja membuat semua pelayan sibuk di belakang dan meminta seluruh penjaga berjaga di depan dengan alasan karena Anda tidak ada di tempat.” “Kurang ajar!!” Charles ke
“Sudah, minum ini dulu!” Wina meletakkan satu botol teh rasa apel di depan Bintang.Bintang yang sedang menatap kosong ke jalanan menoleh. “Terima kasih.”Dibukanya tutup botol, lalu diminumnya hingga separuh. Rasa dinginnya sedikit bisa mengobati panas hatinya.Kedua gadis itu tengah duduk di depan mini market, tempat Bintang biasa dijemput. Kebetulan, mobilnya belum tiba. Jadi, Wina sengaja ingin menemani Bintang.“Aku tidak tahu. Setan mana yang memasuki tubuh Kevin. Bisa-bisanya dia mengatakan hal semacam itu.” Wina masih kesal pada temannya yang satu itu.“Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Apa yang sudah terlanjur terucap tidak akan bisa ditarik lagi. Mungkin memang itu yang dia rasakan.”“Aku tidak menyangka Kevin yang pendiam ternyata memiliki pemikiran picik seperti itu. Apa kamu sadar cara dia berbicara tadi sangat menyudutkan kamu? Ucapannya bahkan lebih pedas daripada Stela.” Wina mendengkus.“Biarkan saja. Aku tidak bisa membuat setiap orang percaya. Di mata pembenci, apa
“Bagaimana dengan forum kampus?” tanya Charles kepada Thomas begitu pintu ruang kerja ditutup.Thomas berjalan dengan ke meja di pojok ruangan. Sambil memilih kudapan, dia berkata, “Semua sudah ditangani dengan diam-diam. Tidak ada lagi berita tentang Bintang dengan pria manapun.”Mata Charles menyipit mendengar kata-kata Thomas. “Kamu memanggil istriku apa?”Thomas yang sedang mengunyah anggur sontak menoleh. Melihat tatapan Charles yang menakutkan, dia segera menyadari kesalahannya. “Maksudku, Nona Bintang, Nyonya muda Smith.”“Hmm.” Mata Charles melunak, lalu kembali mengamati berkas-berkas di depannya.Thomas sontak menghela nafas. “Kamu ternyata cukup posesif. Aku tidak menyangkanya.”“Kamu cukup menganggur. Aku akan menambah pekerjaan,” balas Charles.“Tidak, itu tidak perlu.” Thomas meletakkan kembali anggur yang sudah di tangannya, mengelapnya dengan tisu, lalu duduk di depan Charles.“Baiklah, tuan muda. Mari kita bekerja!” Thomas baru saja membuka tablet ketika dia teringat