LOGINBrak!!
Bintang menutup pintu kamar dengan kasar. Suasana hatinya sedang buruk. Dengan langkah lebar, dia berjalan menuju meja belajarnya, menghentakkan kakinya agar bisa mendengar suara langkah yang keras, berharap bisa mengurangi rasa jengkel yang dia rasa. Sayangnya, lantai kamar diselimuti karpet yang lembut. Bintang hanya bisa puas dengan rasa sakit di telapak kakinya. “Apa terjadi sesuatu di kampus?” Suara Charles yang tiba-tiba muncul membuatnya tersentak. Hampir saja tasnya jatuh jika dia tidak memegangnya dengan erat. Bintang menoleh dan melihat suaminya itu sedang duduk dengan tenang di kasur. Bibirnya tersenyum seperti biasa dan sebuah buku berada di tangannya. “Maaf, apa aku mengganggumu?” tanya Bintang. Dia merasa malu terpergok marah-marah. Perlahan, dia meletakkan tas ranselnya di atas meja, lalu duduk dengan anggun. “Tidak ada yang mengganggu. Aku hanya penasaran apa yang membuatmu marah,” jawab Charles. Buku yang tadi dibuka sudah tertutup dan dia siap mendengar keluh kesah Bintang. Bintang menunduk. Cukup lama dia terdiam, lalu dengan suara lirih, dia berkata, “Tolong jangan memberi orang tuaku terlalu banyak uang. Berikan saja seperti yang biasa aku kirim.” “Kenapa?” Charles menoleh. Sayangnya, wajahnya semakin menjauh dari posisi Bintang. Bintang merasakan getir. Dia menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menangis. Setelah beberapa saat, Charles tahu istrinya tidak akan menjawab. Jadi, dia tidak lagi bertanya. “Kalau menurutmu itu yang terbaik, aku akan ikuti.” “Terima kasih,” jawab Bintang dengan suara bergetar. “Pergilah mandi!” kata Charles penuh perhatian. Bintang mengangguk. Dia berdiri, lalu masuk ke kamar mandi. Tidak lupa, kali ini dia menguncinya. Takut kalau Charles tiba-tiba masuk seperti kemarin. Setelah mendengar suara pintu tertutup dan diikuti dengan suara kunci, Charles merasakan bibirnya berkedut menahan tawa. Lalu, dia keluar menuju ruang kerjanya. Karena kondisinya, Charles memang lebih banyak bekerja di rumah daripada ke kantor. “Tuan.” Thomas gegas berdiri melihat majikannya memasuki ruangan. Charles berjalan dengan tenang menuju kursinya. Wajahnya datar. Dan meskipun tatapannya kosong, Thomas bisa merasakan suasana hati Charles yang buruk. “Selidiki apa yang terjadi dengan istriku hari ini!” suara Charles terdengar dalam dan penuh tekanan. Dia tahu sesuatu terjadi pada istrinya, tapi dia tidak tahu apa. “Baik, Tuan.” Thomas segera menjauhkan tangannya dari laptop, mengambil ponselnya, dan sibuk menghubungi orang-orang. Charles termenung. Benaknya dipenuhi dengan nama Bintang dan suaranya yang kecil dan menggoda. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya terangkat. Namun, saat mengingat bagaimana suara Bintang tadi, Charles tidak bisa menahan tangannya untuk mengepal. “Tuan, saya sudah mendapatkan hasilnya.” Suara Thomas menarik kesadaran Charles. “Hmm.” “Nona Bintang tadi pulang ke rumah untuk mengambil tasnya yang tertinggal. Sepertinya, dia berdebat dengan kedua orang tuanya.” Thomas mengulurkan ponsel dan memutar rekaman yang sempat diambil diam-diam oleh sang sopir. Charles tetap tenang selama mendengarkan, tapi siapapun bisa melihat rahangnya mengetat. “Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya Thomas begitu rekamannya selesai. Charles mengambil nafas panjang. “Batalkan fasilitas yang rencananya akan kita berikan bulan depan. Kirim uang dengan nominal yang sama dengan yang dikirim Bintang setiap bulan.” “Baik, Tuan.” Thomas segera mencatat perubahan-perubahan itu. Begitu selesai, dia mendongak. Dilihatnya Charles yang hanya termenung. Dia sudah mengenal Charles sejak kuliah. Dia dulu adalah pria egois. Maklum saja, wajah dan dompetnya mendukung. Mereka berteman baik. Thomas sangat cerdas dan dia mampu menandingi cara berpikir Charles. Itulah yang membuat mereka dekat. Setelah lulus, Charles segera merekrutnya dan menjadikannya asisten sekaligus kaki tangan kepercayaannya. Saat itu adalah hari pertama dia bekerja di perusahaan keluarganya sekaligus penobatan dirinya sebagai penerus keluarga. Tidak tahu bagaimana ceritanya, Charles terjatuh dari tangga. Dia mengalami benturan hebat di sekujur tubuh. Lukanya parah, darah di mana-mana. Charles bahkan sempat koma tiga hari. Saat siuman, dia menyadari jika dia kehilangan indera penglihatannya. Tidak hanya itu, tubuh Charles menjadi lemah dan mudah sakit juga lelah. Berita tentang kondisi penerus keluarga Smith yang cacat terpampang di setiap portal berita. Anehnya, Charles tidak pernah marah atas kondisinya. Rasa egoisnya mulai berkurang dan -bagi Thomas- Charles menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, mendapat predikat buta dan cacat dari mertua, Thomas tidak bisa diam. “Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya pelan. Charles terkekeh. “Memangnya aku harus bagaimana? Dia gadis yang tangguh.” “Tapi Pak Bayu…” “Aku tidak peduli pendapat orang lain. Yang terpenting adalah pendapat istriku.” Charles tersenyum lebar, lalu berdiri. “Bicara tentang istriku, aku jadi merindukannya.” Charles menggerakkan tongkatnya dan berjalan keluar. Thomas menatap tongkat itu. Dalam hati dia berpikir kapan Charles akan membuang tongkat itu? Charles memasuki kamar dan telinganya samar-samar mendengar suara air. Rupanya Bintang belum keluar dari kamar mandi. Dia pun kembali ke atas kasur dan membuka bukunya. Charles sedang fokus saat dia mendengar pintu kamar mandi terbuka perlahan. Bintang keluar dari kamar mandi dengan mengendap-endap. Tubuhnya hanya terbungkus jubah mandi. Salah dia sendiri lupa membawa baju ganti, tapi dia juga menyalahkan kedua orang tuanya yang telah membuat suasana hatinya kacau. Sesekali, Bintang melirik sang suami, berharap pria itu tidak mendengar gerakannya. Setelah lemari terbuka, Bintang mengambil satu stel piama celana panjang yang nyaman. Bintang kembali melirik Charles. Pria itu masih membaca. Wajahnya tampak fokus dengan kening yang berkerut. ‘Aman,’ batin Bintang. Tanpa membuka jubah mandi, dia memakai celana dalam. Lalu, berputar memunggungi Charles untuk memakai penutup dadanya. Tinggal di asrama selama setahun, membuatnya mahir memakai dalaman tanpa membuka jubah mandi. Namun, nasib sial memang tidak pernah ada dalam kalender. Entah bagaimana, tali jubahnya terbuka dan jubah itu meluncur turun dengan sukses. “Aarhh!” Bintang menjerit. Dia terkejut bukan main. “Bintang, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?” Charles mendongak. Dia tampak khawatir. “Tidak! Aku tidak apa-apa. Hanya melihat kecoak saja. Ya, kecoak. Jangan khawatir!” Dengan tergesa-gesa, Bintang memakai piamanya. Wajahnya sudah semerah tomat. Beruntung, Charles tidak bisa melihat. Jika tidak, Bintang lebih baik melompat dari balkon. Malu! Namun, apa benar Charles tidak bisa melihat?Charles memiliki jadwal yang padat. Pagi hari, dia disibukkan dengan banyaknya jadwal pekerjaan hingga sore bahkan sampai petang. Setelah itu, dia mencurahkan seluruh energi dan waktunya untuk Bintang. Tidak ada waktu untuk bermain-main, kecuali dengan sang istri di kamar. Wajar jika dia tidak mengetahui kabar kembalinya Luna.Matanya melirik Thomas dengan tajam seolah menyalahkan Thomas karena tidak memberi tahunya tentang ini. Kepalanya sedikit miring, bersiap menyerbunya.Thomas merasa gugup mendapat tatapan tajam itu. Keningnya basah karena keringat.Habis sudah! Bonusnya bulan ini tidak akan bertambah dan mungkin justru akan dipotong.“Nona, mohon minggir. Kami akan lewat,” ucap Thomas sopan.Tangan Luna terkepal. Dia tidak menyangka bahwa Charles melupakannya. Bagaimana bisa? Bukankah pria itu yang mengusulkan pernikahan padanya? Itu menunjukkan jika sebenarnya Charles memiliki sesuatu di hatinya, bukan? Lalu apa ini?Luna mengerjapkan matanya, menatap Charles dengan polos. Waja
Charles bekerja dengan penuh semangat. Ide-ide brilian muncul seperti air terjun. Otaknya berputar dan tangannya bergerak lincah di atas papan ketik. Hingga tiba-tiba, Thomas datang.“Permisi, Tuan, lima belas menit lagi rapat dimulai.”Charles sontak menoleh ke arah jam. Tidak disangka, dua jam sudah berlalu. Pantas saja dia merasa tenggorokannya kering.“Hmm, terima kasih.” Charles menyimpan pekerjaannya, lalu membuka botol air di depannya. Setelah meminum setengahnya, dia berdiri.“Ayo pergi!”Seperti yang dikatakan Thomas, rapat kali ini membahas tentang gaji dan bonus yang akan diterima karyawan.Charles mengangguk tipis sambil mendengarkan uraian direktur keuangan. Direktur tadinya merasa gugup. Dia bahkan sudah menyiapkan argumen dan rencana cadangan jika usulannya ditolak. Sepertinya, suasana hati Charles sedang baik. Semua usulan direktur diterima dengan baik dan hanya memberi beberapa masukan kecil. Saat rapat berakhir, semua keluar dengan hati lega.Thomas bergegas mengik
Bangun di pagi hari, Bintang merasa tubuhnya ringan dan penuh semangat. Senyumnya secerah langit biru. Matanya bersinar seperti air kolam yang terkena sinar matahari. Kakinya melangkah ringan dan panjang, berjinjit dan menapak, berjalan lurus, dan menyamping.“Hati-hati!” seru Charles. Sejak tadi, hatinya begitu gelisah melihat tingkah istrinya yang seolah tidak bisa berhenti. Apakah dia tidak memiliki rasa lelah?Semalam, mereka telah melewati pertarungan yang cukup panjang dan menyenangkan. Istri kecilnya itu kini memiliki banyak imajinasi liar. Dan Charles begitu menyukainya. Dia meladeni hingga jarum menyentuh angka dua. Siapa yang menyangka jika pagi ini, baterei Bintang masih terisi penuh?Bintang tertawa melihat wajah suaminya. Dengan tawa yang menghiasi wajahnya, Bintang duduk di sebelahnya. “Aku berhati-hati.”Charles mengelus rambut Bintang, merapikannya, lalu berkata dengan lembut, “Dua minggu lagi ujian. Jangan sampai terjadi sesuatu padamu.”Wajah Bintang berubah. “Jan
“Bajumu….” Bintang mengernyit menatap kemeja Charles yang kusut dan kotor. Tidak hanya itu, beberapa kancingnya terbuka, membuat tulang selangkanya terlihat; putih, bersih, dan menggoda. Namun, bukan itu yang mengusik pikiran Bintang.Kancing yang rusak menandakan kemeja itu ditarik paksa dengan kuat. Apa mereka berdua begitu bersemangat?Dadanya sontak berdegup kencang. Bayangan Luna datang dan menggoda Charles menari-nari dalam benaknya.Tidak, sepertinya Charles bukan tipe pria yang mudah tergoda perempuan lain. Namun, bisa saja itu terjadi. Jika Luna terus menggodanya, tidak menutup kemungkinan Charles menyerah. Bintang mengenal kakaknya dengan baik. Dia yakin Lina bahkan berani telanjang di depan Charles jika itu bisa membuatnya kembali.Darah Bintang berdesir lebih cepat, lebih panas. Sorot matanya berubah; dingin dan tajam.Charles refleks berhenti. Tenggorokannya kering dan dia kesulitan menelan ludahnya. Suara cegluk terdengar jelas di kamar yang sepi. “Sayang, ini tidak se
Coffeeshop ini sebenarnya cukup nyaman. Suasananya sejuk. Suara musiknya tidak lirih, tapi tidak juga menyakiti telinga. Makanan dan minumannya juga tidak mengecewakan. Namun, segala kenyamanan itu tidak membuat Luna tenang. Dia tidak tahu berapa lama dia duduk di dalam sini. Sejuknya pendingin ruangan tidak bisa mengusir rasa kesal dan penat yang dia rasakan. Otot matanya pegal karena terus menatap pintu utama kantor Charles, tapi yang ditunggu tidak juga keluar. Hingga matahari sudah berwarna kemerahan, sosoknya tidak terlihat.Sementara itu, Charles yang ditunggu-tunggu oleh Luna sedang berada di dalam mobil menuju bandara untuk pulang. Sejak pagi, dia berada di luar kota untuk meninjau lokasi dan penandatanganan proyek baru.“Kontrak kerja yang baru sudah saya kirim ke email anda. Perhitungan kasar valuasinya sepertinya cukup baik. Media juga sudah meluncurkan beritanya. Besok, harga saham diperkirakan naik hingga 20%. Aku tidak menyangka keputusanmu untuk mengakuisisi perusahaan
Luna begitu marah hingga dia ingin muntah darah. Adiknya, kini, begitu sombong dan arogan. Apa dia tidak ingat? Kalau bukan karena dirinya, Bintang tidak akan bisa mencicipi segala kemewahan yang dia dapat.Matanya terus mengikuti langkah Bintang. Tangannya terkepal melihat pakaian dan tas yang dikenakan adiknya. Batinnya menjerit. Dia ingin memiliki itu semua.Jika mengingat Bintang pergi dengan mobil dan sopir pribadi, ingin rasanya Luna menyeretnya keluar. Itu adalah mobil yang seharusnya menjadi miliknya! Kemeja mahal yang dia pakai adalah haknya! Tas yang ada di pundak Bintang juga punya dia.Saat dia melihat sepatu Bintang, darahnya semakin mendidih. Itu adalah sepatu yang dia idam-idamkan. Dia pernah melihatnya di internet dan harganya setara dengan harga ponselnya. Sepatu itu seharusnya menjadi miliknya. Bintang tidak memiliki satupun hak atas kemewahan dan kekayaan Charles. Semua itu adalah miliknya! Bintang telah merebutnya darinya.Dada Luna naik turun. Emosinya naik berka







