Share

Tujuh

Author: pipitxomi
last update Huling Na-update: 2025-05-10 00:57:54

Brak!!

Bintang menutup pintu kamar dengan kasar. Suasana hatinya sedang buruk.

Dengan langkah lebar, dia berjalan menuju meja belajarnya, menghentakkan kakinya agar bisa mendengar suara langkah yang keras, berharap bisa mengurangi rasa jengkel yang dia rasa. Sayangnya, lantai kamar diselimuti karpet yang lembut. Bintang hanya bisa puas dengan rasa sakit di telapak kakinya.

“Apa terjadi sesuatu di kampus?”

Suara Charles yang tiba-tiba muncul membuatnya tersentak. Hampir saja tasnya jatuh jika dia tidak memegangnya dengan erat.

Bintang menoleh dan melihat suaminya itu sedang duduk dengan tenang di kasur. Bibirnya tersenyum seperti biasa dan sebuah buku berada di tangannya.

“Maaf, apa aku mengganggumu?” tanya Bintang. Dia merasa malu terpergok marah-marah.

Perlahan, dia meletakkan tas ranselnya di atas meja, lalu duduk dengan anggun.

“Tidak ada yang mengganggu. Aku hanya penasaran apa yang membuatmu marah,” jawab Charles. Buku yang tadi dibuka sudah tertutup dan dia siap mendengar keluh kesah Bintang.

Bintang menunduk. Cukup lama dia terdiam, lalu dengan suara lirih, dia berkata, “Tolong jangan memberi orang tuaku terlalu banyak uang. Berikan saja seperti yang biasa aku kirim.”

“Kenapa?” Charles menoleh. Sayangnya, wajahnya semakin menjauh dari posisi Bintang.

Bintang merasakan getir. Dia menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menangis.

Setelah beberapa saat, Charles tahu istrinya tidak akan menjawab. Jadi, dia tidak lagi bertanya. “Kalau menurutmu itu yang terbaik, aku akan ikuti.”

“Terima kasih,” jawab Bintang dengan suara bergetar.

“Pergilah mandi!” kata Charles penuh perhatian.

Bintang mengangguk. Dia berdiri, lalu masuk ke kamar mandi. Tidak lupa, kali ini dia menguncinya. Takut kalau Charles tiba-tiba masuk seperti kemarin.

Setelah mendengar suara pintu tertutup dan diikuti dengan suara kunci, Charles merasakan bibirnya berkedut menahan tawa.

Lalu, dia keluar menuju ruang kerjanya. Karena kondisinya, Charles memang lebih banyak bekerja di rumah daripada ke kantor.

“Tuan.” Thomas gegas berdiri melihat majikannya memasuki ruangan.

Charles berjalan dengan tenang menuju kursinya. Wajahnya datar. Dan meskipun tatapannya kosong, Thomas bisa merasakan suasana hati Charles yang buruk.

“Selidiki apa yang terjadi dengan istriku hari ini!” suara Charles terdengar dalam dan penuh tekanan. Dia tahu sesuatu terjadi pada istrinya, tapi dia tidak tahu apa.

“Baik, Tuan.”

Thomas segera menjauhkan tangannya dari laptop, mengambil ponselnya, dan sibuk menghubungi orang-orang.

Charles termenung. Benaknya dipenuhi dengan nama Bintang dan suaranya yang kecil dan menggoda. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya terangkat. Namun, saat mengingat bagaimana suara Bintang tadi, Charles tidak bisa menahan tangannya untuk mengepal.

“Tuan, saya sudah mendapatkan hasilnya.”

Suara Thomas menarik kesadaran Charles.

“Hmm.”

“Nona Bintang tadi pulang ke rumah untuk mengambil tasnya yang tertinggal. Sepertinya, dia berdebat dengan kedua orang tuanya.” Thomas mengulurkan ponsel dan memutar rekaman yang sempat diambil diam-diam oleh sang sopir.

Charles tetap tenang selama mendengarkan, tapi siapapun bisa melihat rahangnya mengetat.

“Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya Thomas begitu rekamannya selesai.

Charles mengambil nafas panjang. “Batalkan fasilitas yang rencananya akan kita berikan bulan depan. Kirim uang dengan nominal yang sama dengan yang dikirim Bintang setiap bulan.”

“Baik, Tuan.”

Thomas segera mencatat perubahan-perubahan itu. Begitu selesai, dia mendongak. Dilihatnya Charles yang hanya termenung.

Dia sudah mengenal Charles sejak kuliah. Dia dulu adalah pria egois. Maklum saja, wajah dan dompetnya mendukung.

Mereka berteman baik. Thomas sangat cerdas dan dia mampu menandingi cara berpikir Charles. Itulah yang membuat mereka dekat.

Setelah lulus, Charles segera merekrutnya dan menjadikannya asisten sekaligus kaki tangan kepercayaannya.

Saat itu adalah hari pertama dia bekerja di perusahaan keluarganya sekaligus penobatan dirinya sebagai penerus keluarga.

Tidak tahu bagaimana ceritanya, Charles terjatuh dari tangga. Dia mengalami benturan hebat di sekujur tubuh. Lukanya parah, darah di mana-mana. Charles bahkan sempat koma tiga hari. Saat siuman, dia menyadari jika dia kehilangan indera penglihatannya.

Tidak hanya itu, tubuh Charles menjadi lemah dan mudah sakit juga lelah.

Berita tentang kondisi penerus keluarga Smith yang cacat terpampang di setiap portal berita. Anehnya, Charles tidak pernah marah atas kondisinya. Rasa egoisnya mulai berkurang dan -bagi Thomas- Charles menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, mendapat predikat buta dan cacat dari mertua, Thomas tidak bisa diam.

“Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya pelan.

Charles terkekeh. “Memangnya aku harus bagaimana? Dia gadis yang tangguh.”

“Tapi Pak Bayu…”

“Aku tidak peduli pendapat orang lain. Yang terpenting adalah pendapat istriku.” Charles tersenyum lebar, lalu berdiri.

“Bicara tentang istriku, aku jadi merindukannya.”

Charles menggerakkan tongkatnya dan berjalan keluar.

Thomas menatap tongkat itu. Dalam hati dia berpikir kapan Charles akan membuang tongkat itu?

Charles memasuki kamar dan telinganya samar-samar mendengar suara air. Rupanya Bintang belum keluar dari kamar mandi. Dia pun kembali ke atas kasur dan membuka bukunya.

Charles sedang fokus saat dia mendengar pintu kamar mandi terbuka perlahan.

Bintang keluar dari kamar mandi dengan mengendap-endap. Tubuhnya hanya terbungkus jubah mandi. Salah dia sendiri lupa membawa baju ganti, tapi dia juga menyalahkan kedua orang tuanya yang telah membuat suasana hatinya kacau.

Sesekali, Bintang melirik sang suami, berharap pria itu tidak mendengar gerakannya. Setelah lemari terbuka, Bintang mengambil satu stel piama celana panjang yang nyaman.

Bintang kembali melirik Charles. Pria itu masih membaca. Wajahnya tampak fokus dengan kening yang berkerut.

‘Aman,’ batin Bintang.

Tanpa membuka jubah mandi, dia memakai celana dalam. Lalu, berputar memunggungi Charles untuk memakai penutup dadanya. Tinggal di asrama selama setahun, membuatnya mahir memakai dalaman tanpa membuka jubah mandi.

Namun, nasib sial memang tidak pernah ada dalam kalender. Entah bagaimana, tali jubahnya terbuka dan jubah itu meluncur turun dengan sukses.

“Aarhh!” Bintang menjerit. Dia terkejut bukan main.

“Bintang, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?” Charles mendongak. Dia tampak khawatir.

“Tidak! Aku tidak apa-apa. Hanya melihat kecoak saja. Ya, kecoak. Jangan khawatir!” Dengan tergesa-gesa, Bintang memakai piamanya.

Wajahnya sudah semerah tomat. Beruntung, Charles tidak bisa melihat. Jika tidak, Bintang lebih baik melompat dari balkon. Malu!

Namun, apa benar Charles tidak bisa melihat?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dear Suami Butaku   59

    Luna begitu marah hingga dia ingin muntah darah. Adiknya, kini, begitu sombong dan arogan. Apa dia tidak ingat? Kalau bukan karena dirinya, Bintang tidak akan bisa mencicipi segala kemewahan yang dia dapat.Matanya terus mengikuti langkah Bintang. Tangannya terkepal melihat pakaian dan tas yang dikenakan adiknya. Batinnya menjerit. Dia ingin memiliki itu semua.Jika mengingat Bintang pergi dengan mobil dan sopir pribadi, ingin rasanya Luna menyeretnya keluar. Itu adalah mobil yang seharusnya menjadi miliknya! Kemeja mahal yang dia pakai adalah haknya! Tas yang ada di pundak Bintang juga punya dia.Saat dia melihat sepatu Bintang, darahnya semakin mendidih. Itu adalah sepatu yang dia idam-idamkan. Dia pernah melihatnya di internet dan harganya setara dengan harga ponselnya. Sepatu itu seharusnya menjadi miliknya. Bintang tidak memiliki satupun hak atas kemewahan dan kekayaan Charles. Semua itu adalah miliknya! Bintang telah merebutnya darinya.Dada Luna naik turun. Emosinya naik berka

  • Dear Suami Butaku   58

    Banyaknya pedagang bercampur dengan para pecinta kuliner malam, membuat suasana begitu ramai dan ceria. Lampu warna-warni dipasang di kanan dan kiri untuk memeriahkan suasana.Bintang tidak bisa menahan senyumannya. Dia berjalan dengan antusias, menuju satu pedagang ke pedagang lainnya. Di belakangnya, Charles mengikuti dengan sabar, kakinya melangkah ke manapun Bintang pergi. Dalam sekejap, kedua tangan Bintang sudah dipenuhi dengan aneka makanan. Dia berbalik, mengangkat kedua tangannya sambil tersenyum lebar bahagia.“Ayo kita makan!” serunya bahagia.“Kalau kamu makan sebanyak ini, perutmu tidak akan muat makan malam lagi,” ucap Charles sambil merapikan rambut Bintang yang berantakan karena angin.“Tidak perlu makan lagi. Aku membeli dua bungkus burger, kentang goreng, mochi, telur gulung, dan es kepal.”Charles sedikit mengernyit mendengar nama-nama makanan yang asing itu. Namun, dia tidak ingin membuat kebahagiaan Bintang hilang. Jadi, dia menurut saat istrinya itu menyeretnya d

  • Dear Suami Butaku   57

    Bintang memasuki rumah dengan wajah terlampau datar. Matanya yang biasa bersinar, kini tampak meredup. Langkahnya panjang dan tergesa-gesa. Tanpa melihat ke kanan dan kiri, dia memasuki lift dan pergi ke kamar.Charles sedang berbincang dengan Thomas di pantry lantai tiga. Kalimatnya berhenti saat melihat sang istri datang dengan wajah jauh dari senyuman.“Selidiki apa yang terjadi padanya,” ucapnya pada Thomas.“Baik, Tuan,” jawabnya. Thomas lalu mengambil ponsel dan mengetik beberapa kata.Charles menarik kembali pandangannya, menunjuk pada satu berkas, lalu berkata, “Pantau terus perusahaan ekspedisi ini. Jika waktunya tepat, segera ajukan akuisisi. Jangan sampai direbut perusahaan lain.”Thomas memberi tanda pada berkas tersebut.Setelah yakin Thomas mengerti seluruh instruksinya, Charles menyalakan pemanas air, lalu membuka kabinet.“Mau masak sesuatu?” tanya Thomas. Berkas-berkasnya sudah disimpan. Pria itu sedang duduk dengan tenang sambil membuka ponselnya.“Hanya ingin membua

  • Dear Suami Butaku   56

    “Dengar-dengar, pertunangan Kevin dan Stela batal,” ucap Wina pada Bintang saat mereka baru duduk di dalam kelas.Bintang mengernyit. Dia membuka tasnya, mengambil buku dan pena, lalu bertanya, “Kamu yakin? Dengar dari mana?”Wina mengangguk dengan cepat. “Aku sempat mendengar beberapa anak yang dekat dengan Stela membicarakannya.”Bintang membuka bukunya, tapi pikirannya tidak tertuju ke sana. Samar-samar, dia tahu jika hancurnya keluarga Kevin ada hubungannya dengan suaminya. Thomas pernah menyebutnya beberapa kali. Sayangnya, dia tidak tahu secara detail. Bahkan, perusahaan keluarga Adiwijaya di sini sudah diambil alih oleh suaminya. Dia baru mengetahuinya kemarin.“Mungkin karena keluarga Kevin sudah tidak lagi berjaya. Jadi, Stela melepasnya,” ucap Wina dengan mata menerawang.Kepala Bintang menunduk. “Jangan berpikiran buruk. Mereka hanya tidak berjodoh.”Wina mengenal nafas. “Ya, kamu benar.”Percakapan mereka terhenti.Wina membuka ponsel sambil menunggu dosen yang datang. Sed

  • Dear Suami Butaku   55

    Ada sebuah rumah kecil di pinggiran kota lain. Lingkungannya cukup ramai. Anak-anak kecil berlarian, bermain layangan, para tetangga keluar untuk bergosip, ada ibu-ibu yang meneriaki anaknya, juga bapak-bapak yang bermain catur dan merokok sambil menggoda para gadis dan janda muda.Hanya ada satu rumah yang pintunya jarang dibuka dan penghuninya jarang keluar. Suasana rumahnya agak suram. Rumput dibiarkan tinggi. Cat rumah dan pagarnya juga kusam. Televisi di depannya dibiarkan menyala, tanpa ada yang menonton. Bungkus sisa makanan berserakan di atas meja. Sepatu dan sandal tidak pada tempatnya.Di atas sofa, seorang wanita duduk dengan malas. Wajahnya ditutup masker. Hanya menyisakan matanya yang indah, fokus membaca berita di sosial media sambil sesekali bergumam kesal karena keramaian di depan.Sedang asyik menggulir layar, tiba-tiba matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Sontak, dia duduk dan menegakkan punggungnya, melepas maskernya, lalu berseru, “Itu Bintang? Tidak mun

  • Dear Suami Butaku   54

    Berita tentang Charles yang telah sembuh menyebar seperti serbuk sari yang tertiup angin. Dalam sehari, entah berapa kali Thomas mengangkat panggilan dan menjawab pertanyaan dari para kolega dan pelaku bisnis lainnya. Belum lagi menyelesaikan pekerjaan dari Charles yang tidak pernah sepi. Ini membuatnya semakin sibuk. “Tuan, apa Anda akan berangkat sekarang?” tanya Thomas saat Charles mempersilakan dirinya masuk.Charles melirik jam. “Pertemuannya sekarang?”“Iya, Tuan. Para direktur dan komisaris sudah siap. Hanya menunggu Anda.”Charles menghela nafas. Dia menyimpan pekerjaannya, merapikan berkas, lalu bertanya, “Apa yang mau dibahas?”“Tentang persiapan ulang tahun perusahaan satu minggu lagi. Seperti biasa, mereka akan mengundang seorang artis dan menyewa ballroom. Sedangkan untuk pegawai umum, manajer sudah menyiapkan lomba dan hadiah untuk mereka.”“Ayo berangkat!” Charles berdiri, merapikan pakaiannya, dan pergi diikuti Thomas di belakangnya.Thomas berjalan dengan patuh, bera

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status