Share

Ciuman Yang Memabukkan

Felix.

Dunia memang sempit.

Itu menurut gue. Meskipun tak seluas pulau jawa, namun gue yakin jika Bali punya banyak tempat clubbing, tapi kenapa dari sekian kelab yang gue pilih, gue tetep ketemu sama gadis itu di sini?

Tania Larasati.

Nama yang sudah nggak asing bagi gue semenjak bertahun-tahun lalu. Ya…meskipun dia enggak ingat sama sekali sama gue. Bahkan mungkin dia baru dengar nama gue sekarang.

Gue enggak maksa sih dia inget sama gue, tapi setidaknya perlakukan gue layaknya pria yang lain. Dia selalu memasang muka judes dan ketus sama gue. Entahlah, gue juga enggak tahu apa masalahnya. Padahal gue ganteng, ramah dan selalu berusaha untuk memberi perhatian sama dia. Tapi kenapa dia selalu menjaga jarak?

Gue baru saja menenggak soda gue, ketika mata gue berhenti pada sosok Tania yang duduk beberapa meja dari gue. Dia pernah bilang kalau datang ke Bali sendirian, tapi kenapa sekarang dia justru bersama seorang pria? Kelihatan asyik. Namun tidak bisa menutupi betapa brengseknya wajah pria itu.

Ck, dia tidak pandai menilai laki-laki rupanya.

Awalnya gue tenang-tenang saja, enggak mau menganggu dia. Karena gue tahu, dia bakalan marah jika ketemu gue di sini. Tapi lama-lama gue merasa aneh, apalagi ketika dia mulai menjatuhkan kepalanya di atas meja sedang tangan pria bertubuh jangkung itu mulai melingkarkan lengannya di pinggang Tania dengan protektif.

seperti yang gue kira, semenit kemudian pria itu mulai memapah Tania meninggalkan kelab. Gue rasa gue perlu tahu apa yang akan mereka lakukan sekarang.

*****

“Akh….panaaaas…”

Gue masih mengikuti kedua manusia itu berjalan meninggalkan kelab. Sesekali gue dengar Tania berteriak panas sambil berusaha mencoba melepaskan dress yang dipakainya. Padahal pakaian gadis itu sudah lebih dari minimalis, tapi dia masih terus berteriak kepanasan.

“Tenang sayang…tunggu di hotel saja oke.” Pria itu mengecup pundak mulus Tania sambal tersenyum penuh kemenangan. Dengan pelukan yang semakin mengencang, ia memapah Tania dengan semangat. Gue yakin jika dalam benaknya, ia sudah berfikiran erotis untuk meloloskan dress gadis itu dan mengajaknya bermain semalaman.

Gue terus mengikuti mereka sampai di parkiran. Saat pria itu mencoba membuka pintu mobilnya, secepat kilat gue langsung menarik lengan Tania sampai dia jatuh ke dalam pelukan gue.

“Siapa lo?!” pria itu menatap gue dengan terkejut.  Tentu saja terkejut karena gue dengan tiba-tiba menarik gadis yang dibawanya dengan paksa.

“Lo mau bawa dia kemana?” Tanya gue tenang. Gue lirik Tania yang sudah mengerang-erang di pelukan gue. tubuhnya yang terasa panas menyengat lengan gue yang terbuka.

“Terserah gue. Dia pacar gue.” Pria jangkung itu mengulurkan tangan, hendak kembali menarik Tania. Tapi tangan gue lebih cepat menepis tangannya. Meskipun pada dasarnya gue enggak rugi apa-apa jika Tania dibawa oleh ini orang.

Gue tertawa hambar. “PAcar?” Tanya gue terkekah. “sejak kapan cewek yang baru lo kenal nggak lebih dari setengah jam ini jadi pacar lo?” gue sok tahu, dan mampus juga gue kalau ternyata dia sudah mengenal Tania sejak dulu.

Awalnya gue lihat dia cukup terkejut. Namun rupanya dia adalah actor yang baik, dia cukup piawai menyembunyikan raut mukanya. Hingga wajahnya kembali kelihatan datar dan senyum sinis tersungging dari bibirnya.

“Emang lo siapa?” tanyanya kemudian. Dia sudah menaikkan lengan kemejanya sebatas siku. Mungkin bermaksud mengajak gue untuk adu jotos.

Baguslah! Lagipula sudah kaku tangan gue pengen nonjok muka orang.

“Gue?” Aku tersenyum sinis. “Pacarnya.”

Pria jangkung itu membuang nafas, dia rupanya juga tidak percaya.

“Pacar?” Dia berkacak pinggang. “Lo mau bawa dia ke hotel kan?”

Gue membuang nafas kesal.

“Gue bukan cowok pengecut man. Gue bisa ngajakin cewek manapun ke tempat tidur tanpa harus membuatnya pingsan kayak begini.”

Wajah pria itu memerah. “Maksud lo apa?!” Suaranya meninggi.

“Maksud gue mau ngajakin dia pulang, bego!”

“Jangan belagu. Emang lo kenal siapa dia?”

“Nama dia Tania. Asal  Jakarta, datang ke Bali untuk keperluan bisnis, dan dia ada sama gue selama di Bali. Masih belum percaya?” gue berusaha mengambil ponsel di dalam saku celana gue. “Kalau lo masih belum percaya, gue punya bukti-bukti lain. “Sebenernya gue Cuma ngibul. Gue sama sekali enggak punya apapun di ponsel gue selain nomor dia.

“Sudah…sudah…sudah…” pria jangkung itu menatap gue dengan kesal. Entah kenapa tiba-tiba nyali-nya menciut.mungkin karena dia percaya sama omongan gue dan enggak mau memperpanjang masalah ini. “Ambil pacar lo. Gue bisa cari cewek lain.” Dia membuka pintu mobilnya lantas masuk ke dalam. Sedetik kemudian mobil biru metallic itu sudah melesat jauh meninggalkan gue.

Gue termenung sesaat, menatap mobil si-brengsek itu sampai hilang dari pandangan mata gue. Tiba-tiba saja tangan Tania yang berusaha meraih resleting dress-nya menyentak lamunan gue.

“Panaaas....!” teriaknya. Tangannya masih sibuk berusaha menarik resletingnya.

“Eh…Tania! Lo mau bugil di sini?!” gue mengunci tangannya agar tidak kemana-mana.

“Panaaaaas!” Matanya terpejam namun wajahnya sudah sangat memerah. Bahkan beberapa titik keringat membasahi pelipisnya.

Akh, apa yang harus gue lakuin sama gadis yang sedang terangsang ini sekarang?

*****

Braak!

Busyet! Jadi begini ya model cewek dalam keadaan tegangan tinggi?

Untung saja tangan gue cekatan dengan berpegangan pada daun pintu, jika tidak dorongan kuat dari tangan Tania ini bisa bikin kepala gue kejedot tembok. Sebelum gue berhasil mengatasi limbung, tiba-tiba saja dia sudah mencecar gue dengan ciumannya sampai gue enggak bisa nafas. Sejujurnya, gue terkejut mendapatkan perlakuan seperti ini dari Tania. Padahal saat sadar, dia enggak sudi menatap mata gue, lah ini malah nyosor begitu aja.

“Please…kendalikan diri lo, atau lo bakal nyesel seumur hidup!” gue ngejauhin tubuhnya yang sudah menghimpit badan gue. Gue gendong, lantas segera gue turunkan di atas Kasur. Soalnya Adik kecil gue mulai terbangun ketika dia semakin liar dengan ciumannya. Bagaimanapun juga gue laki-laki normal. Gue punya batasan dalam menahan diri, terutama untuk hal satu ini.

“Tolongin…panas…..!!!” tanpa kembali berfikir, dia mulai membuka resleting dressnya dengan mudah. Menampilkan tubuh sexy-nya yang kini hanya terbalut daleman dengan warna senada.

Gue menarik nafas panjang. Mencoba menetralkan sesak yang mulai menggerogoti dada gue, sementara adik kecil gue semakin liar tak terkendali. Bagaimanapun juga, gue enggak boleh menuruti apa yang adik gue mau, karena besok pagi gue pasti bakal dibunuh sama Tania, dan lebih parahnya gue pasti bakalan dilaporin polisi dengan alasan sudah memperkosa dia.

“Tania..please…stop!” gue menarik selimut dari bawah badan Tania, lantas segera menutupi tubuhnya sampai sebatas leher.  Bodo amat kalau dia gelagapan. Mending dia yang gelagapan daripada adek gue yang minta dituntaskan.

“Panaaaas……!” bukannya menerima selimut itu, dia malah kembali menyingkapnya.

Apa cuma itu sih yang bisa dia ucapkan di saat seperti ini? dia udah mirip cacing kepanasan, gelinjatan enggak beraturan.

“Lo emang mau gue perkosa, ha?” gue naik ke atas Kasur. Lantas bermaksud kembali menggulung badan ramping itu dengan selimut agar dia tidak kemana-mana.

Namun sial, dia berhasil menarik lengan gue sampi gue terjatuh, dan kini dia berada tepat di atas gue.

Glek.

Gue menelan saliva dengan susah payah. Bagaimanapun juga Tania terlalu sayang untuk dilewatkan. Badannya yang serba singset karena sering nge-gym memberikan kenyamanan tersendiri bagi gue ketika tubuhnya menempel di tubuh gue. dada dan bokongnya yang berlekuk indah membuat tangan gue gatal ingin meremasnya.

“Puasin gue….” Desisnya di depan telinga gue.

Sebelum gue menjawab, tiba-tiba saja bibirnya kembali menyerang gue. Kali ini terasa lebih lembut dan menggairahkan. Gue enggak tahan kalau Cuma jadi patung.  Tanpa peduli, gue balas ciumannya, dan tubuh gue semakin menegang ketika dia mendesah lirih.

Gue pikir, dia bakalan sadar setelah gue cium—meskipun gue tahu itu tidak mungkin. Justru setelah menerima cicuman gue, dia dengan beringasnya melepas kaos yang gue pakai lantas menciumi setiap jengkal dada gue.

Gue mengerang. Senikmat inikah rasanya bercinta dengan Tania Larasati? Bahkan setiap jengkal tubuhnya terasa sangat memabukkan dan menggoda. Tubuh yang ringkas dan padat serta rambutnya yang wangi membuat gue pengen melakukan lebih dari ini.

Tapi tunggu!

Felix!

Lo cowok sejati. Mana mungkin cowok sejati melakukan hal seperti ini tanpa persetujuan? Enggak, ini enggak bener. Lo pria sejati man! Lo bukan pengecut kayak pria brengsek tadi.

“Berhenti Tania!” gue mendorong tubuhnya menjauh lantas bergegas menarik selimut yang tadi urung gue pakai buat mbedong dia.

Setelah gue rasa bedong itu cukup membuatnya tak berkutik, gue bergegas ke kamar mandi. Menghidupkan shower, lantas membasahi tubuh gue. Siapa tahu dengan begini, kesadaran gue  kembali.

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status