Home / Romansa / Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan / 2. Alexander Matteo, Pria Yang Membeliku

Share

2. Alexander Matteo, Pria Yang Membeliku

Author: MessiAjh 02
last update Last Updated: 2025-07-17 02:18:23

Suasana di ruangan itu seketika membeku. Delapan pasang mata pria berjas mahal serempak mengarah pada Malika, memerangkapnya di tengah tatapan yang tak terucapkan, kagum, lapar, dan licik. Asap cerutu melayang tipis, menambah kelam aroma alkohol dan parfum maskulin. Musik lembut terdengar dari sudut ruangan, kontras dengan degup jantung Malika yang liar tak terkendali.

Tubuh Malika menegang. Tangannya gemetar di sisi gaun satin yang membalut tubuhnya terlalu ketat. Napasnya tersengal, telapak tangannya dingin dan basah. Madam Deria melangkah setengah ke depan, meletakkan satu tangan di punggung Malika, seolah memperkenalkannya.

“Para Tuan, dan Tuan Muda.” Suara Madam terdengar lembut, namun tegas, “inilah bunga malam ini. Malika. Masih segar, belum tersentuh siapa pun. Pertama, dan mungkin hanya malam ini untuknya.”

Salah seorang pria berambut sedikit beruban menggerakkan bahunya, seolah malas menahan ketertarikan yang menguar di wajahnya.

“Cantik, muda, body bagus dan kelihatan rapuh.” Gumamnya, setengah terkekeh. “Berapa, Madam? Aku tawar dua ratus juta.” Lanjutnya

Seorang pria lain di sebelahnya, lebih muda dengan senyum miring, menyahut cepat.

“Jangan murahan begitu, Tuan Gani. Tiga ratus juta. Lihat matanya, dia masih lugu.”

Malika menahan napas. Ia menggigit bibir bawahnya agar tak bergetar hebat. Lututnya hampir goyah.

Rasanya tubuhnya baru saja dijadikan barang di pasar, dihargai, dinilai, dilihat seperti daging segar.

Nafasnya sesak, hatinya menjerit, tapi lidahnya kelu.

“Tuan-tuan…” Madam Deria tertawa lembut. “Saya yakin kalian semua menginginkannya. Tapi ada yang istimewa malam ini. Gadis ini hanya ingin bersama pria lajang.”

Tawa tipis terdengar dari sudut ruangan.

“Oh? Gadis kecil ini punya syarat?” Sindir salah satu pria gemuk sambil menggulir gelas kristalnya.

“Aku juga lajang.” Tambahnya sambil menatap Malika, mata kecilnya penuh naf-su. “Empat ratus juta. Aku menginginkannya.” Ucapnya menawar.

Malika semakin mengatupkan rahang. Kakinya gemetar, seakan ingin lari.

Matanya terangkat, menelusuri wajah mereka… dan saat itulah ia melihat seseorang.

Di sudut ruangan, duduk santai seorang pria muda. Wajah tampan dengan rahang tegas, mata dingin menusuk, rambut hitam tersisir rapi. Dia tak ikut menawar.

Hanya menatap Malika, lama, seolah menguliti pikirannya. Tatapan pria itu bukan hanya lapar, tapi juga seolah mengenal luka yang ia bawa.

Alexander Matteo. Seorang CEO muda. Namun tak banyak yanga tau, selain menjabat sebagai CEO di perusahaan terkenal di kota itu, ia juga seorang Mafia.

Malika menahan napas, tubuhnya kian membeku. Mata pria itu tak bergeming, tak menunjukkan minat terburu-buru, namun juga tak melepaskan tatapan darinya.

“Lima ratus juta!” Suara pria lain memecah ketegangan.

Madam Deria menghela napas panjang, memandang pria-pria di hadapannya.

“Setengah miliar untuk satu malam…” Gumam pria muda lain sambil mencibir. “Madam, gadis ini memang sebagus itu. Aku sangat tertarik. Tapi dia masih perawan kan?”

Sebelum Madam Deria menjawab, Alexander Matteo akhirnya berbicara. Suaranya berat, dalam, dan tanpa emosi, namun setiap kata terasa seperti perintah.

“Satu miliar.” Ucap Alex, lirih namun cukup keras memenuhi ruangan.

“Tapi saya juga menginginkannya Tuan Muda Alex. Anda terlalu tinggi menawar.” Sahut pria yang tadi menawar setengah Milyar.

“Betul. Kali ini biarkan kita yang memilikinya. Anda selalu memengakan barang bagus.” Sahut yang lain

“Kalian semua diam! Dia malam ini bersamaku. Setelah malam ini, aku akan biarkan kalian memenangkan barang bagus. Nanum untuk merelakannya bersama salah satu dari kalian, aku menolak!”

Sejenak, ruangan sunyi.

Tak ada tawa, tak ada cemooh.

Hanya bisik-bisik kecil di antara para pria, menahan rasa tak percaya.

Madam Deria mengangkat alis, tersenyum tipis penuh kemenangan.

Malika menahan nafas. “Satu miliar?

Untuk tubuhku?” Batinnya. Air matanya nyaris jatuh, namun ia paksa bertahan.

“Baik, Tuan Matteo.” Madam Deria angkat bicara, suaranya menahan kegembiraan. “Gadis ini milik Anda malam ini.”

Alexander Matteo berdiri. Tingginya membuat bahunya tampak lebih lebar, bayangan tubuhnya menutupi sebagian cahaya lampu. Ia tak mengatakan apa-apa lagi, hanya mengulurkan tangan ke arah Malika.

“Kesini.”

Suara itu membuat bulu kuduk Malika berdiri. Tubuhnya seolah bergerak sendiri. Langkah demi langkah mendekat, meninggalkan Madam Deria dan tatapan lapar pria-pria lain.

Saat jemari Malika menyentuh jemarinya, Alex menggenggam erat, menariknya sedikit lebih dekat.

Aroma maskulin tajam bercampur wangi parfum mahal menusuk hidung Malika. Tubuhnya semakin lemas.

Alex membungkuk sedikit, suaranya hampir berbisik, dingin dan tenang.

“Aku membelimu bukan untuk melihatmu menangis. Angkat dagumu.”

Dengan gemetar, Malika menuruti. Matanya bertemu mata Alex, dan seketika ia merasa telanjang di hadapan pria ini.

Alex memutar tubuh Malika sedikit, memperlihatkan gadis itu pada seluruh ruangan, seolah ingin menyatakan.

“Lihat. Dia milikku.”

Lalu, tanpa kata lain, Alex menggiringnya keluar ruangan.

Meninggalkan pria-pria yang terdiam dalam kecewa, dan Madam Deria tersenyum puas.

“Satu M? Aku masih gak percaya. Tapi kamu memang pantas Malika. Dan aku kecipratan rezeki malam ini. ” Batin Madam Deria.

Langkah mereka meninggalkan ruangan VVIP, menapaki lorong remang.

Jantung Malika berdegup kencang. Ketakutan, penyesalan, dan rasa malu berbaur jadi satu.

Di sebelahnya, Alexander Matteo berjalan tenang, seperti seseorang yang sudah terbiasa membeli, memiliki, lalu membuang.

Dan Malika tahu, sebentar lagi, pria yang menggandeng tangannya itu yang akan merampas segalanya, termasuk dirinya.

Pintu belakang club menutup perlahan di belakang mereka. Hanya ada lampu lorong kuning redup, suara langkah kaki Alex dan Malika yang beradu dengan lantai marmer dingin.

Di parkiran bawah tanah, deretan mobil mahal terparkir rapi. Namun pandangan Malika langsung tertumbuk pada satu mobil sport hitam metalik, desainnya tajam seperti binatang buas.

Alex menghentikan langkahnya di depan pintu mobil. Tanpa menoleh, dia membuka pintu mobil, tubuh tinggi itu sedikit membungkuk.

“Masuk!”

Suara rendahnya terdengar datar, nyaris malas, namun tak ada ruang untuk menolak.

Malika menelan ludah, jari-jarinya dingin saat meraih pegangan pintu.

Ia melangkah masuk, duduk di jok kulit beraroma mahal, tubuhnya kaku, punggung menempel erat di sandaran.

Alex menutup pintu di sisi Malika, kemudian berjalan santai ke sisi kemudi.

Bahkan caranya membuka pintu mobil terlihat dingin dan penuh wibawa, seolah dia memiliki waktu dan dunia.

Mobil melaju perlahan meninggalkan parkiran. Hening menguasai kabin. Hanya suara deru mesin rendah dan gemuruh napas Malika yang terdengar di telinga gadis itu sendiri.

Dari ekor matanya, Malika sempat mencuri pandang, rahang pria itu tegas, tangan besarnya menggenggam setir dengan mantap. Ada guratan keras di wajahnya, tak menyisakan kelembutan.

Beberapa kali Malika mencuri lihat ke luar jendela, menatap lampu kota yang berganti cepat. Tapi cepat-cepat ia tunduk lagi, seolah takut tatapannya dianggap kurang ajar.

Alex hanya melirik sekali. Melihat pundak gadis itu yang sedikit bergetar, wajahnya yang setengah sembunyi di bawah rambut panjang.

Dan dia menyeringai tipis.

“Tak kusangka aku akan membawa gadis sepertimu.” Gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.

Malam ini, Alex tak berniat membeli siapa pun. Itulah sebabnya ia membawa mobil sport pribadinya, bukan sedan gelap yang biasa ia pakai saat menjemput gadis untuk dibawa ke hotel. Biasanya juga, anak buahnya yang akan mengantar gadis itu, sementara ia menunggu di suite hotel.

Tapi entah kenapa, saat melihat Malika berdiri di ambang pintu ruangan VVIP tadi dengan tatapan mata penuh takut, tapi tetap berdiri tegar, keputusannya berubah.

Gadis ini bukan seperti yang lain. Dia tertarik.

Alih-alih hotel, dia menepi ke jalur lain. Menuju apartemen pribadinya yang jarang disentuh siapapun, apalagi gadis perawan.

Alex sendiri tidak mengerti. Dan dia benci tidak mengerti.

Sepanjang perjalanan, Malika hampir tak berani mengangkat wajah. Tubuhnya kaku, tangan terkepal di atas pangkuan.

“Aku hanya perlu satu malam.” Bisiknya dalam hati. “Demi Ibu…”

Sekali lagi Alex meliriknya. Ia bisa membaca ketakutan itu. Dan itulah yang membuatnya puas.

“Gadis bo-doh.” Gumam Alex dalam hati.

“Aku tau kau punya masalah. Tapi aku nggak akan peduli. Kau bahkan tak sadar sedang menyerahkan hidupmu pada iblis sepertiku.”

Tapi anehnya, ada bagian kecil di dalam hatinya, bagian yang sudah lama mati, yang tidak suka melihat air mata gadis itu. Tapi dia menepisnya cepat.

**********

Mobil akhirnya berhenti di depan gedung apartemen mewah. Alex turun duluan, melangkah cepat memutari kap mobil, lalu membuka pintu penumpang.

Gerakan dingin, tak sabar.

“Turun!” Perintahnya singkat.

Malika mengangguk cepat, lututnya hampir lemas saat menyentuh lantai.

Mereka berjalan menuju lift pribadi, lorongnya senyap, hanya diterangi cahaya putih kebiruan.

Jantung Malika berdetak semakin kencang. Ia sadar, setiap langkahnya menjauhkan ia dari dunia luar, dari siapapun yang bisa menolongnya.

Lift terbuka langsung di dalam ruang tamu apartemen luas dengan interior monokrom. Bau parfum maskulin, dan aroma kayu mahal menyambutnya.

Alex melangkah masuk lebih dulu. Ia melepas jasnya, melemparnya ke sandaran sofa.

“Lepaskan sepatumu. Lantai ini lebih mahal dari tubuhmu!” Ucapnya dingin, tanpa menoleh.

Malika tergagap, buru-buru membungkuk melepas high heels yang sudah membuat kakinya sakit.

Alex berbalik. Mata gelapnya menelanjangi gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“Angkat wajahmu.”

Perintah itu lagi. Suara dalam yang menusuk dada Malika.

Perlahan Malika mendongak, menahan napas.

“Bagus!” Gumam Alex. “Jangan pernah menunduk saat bersamaku. Kau harus selalu ingat siapa pemilikmu malam ini.”

Malika menggigit bibir. “B-baik, Tuan…”

Tatapan Alex mengeras mendengar sebutan itu. Ada rasa aneh di dadanya. Tapi ia tak tunjukkan.

Dia melangkah lebih dekat, menurunkan nada suaranya.

“Kau akan kubuat menangis, Baby. Dan tubuhmu… akan mengingatku selamanya.”

Tangannya mengangkat dagu Malika, ibu jarinya menyeka air mata yang jatuh.

“Tapi satu hal yang harus kau tahu, gadis kecil,” Bisiknya dekat sekali, suaranya serak. “Di mataku… kau tetap hanya barang yang kubeli.”

Seketika dada Malika sesak mendengarnya. Matanya bulatnya menatap sendu wajah Alex, seolah mengatakan..

“Tolong jangan rendahkan aku. Aku melakukan ini karena terpaksa, demi Ibuku tetap bertahan.”

Alex kembali menyeringai melihat tatapan sendu itu. “Jangan berusaha untuk terlihat lemah di depanku, karena aku sama sekali nggak peduli! Aku sudah membelimu, jadi aku berhak melakukan apa saja padamu. Termasuk membobolmu!”

SERRR…..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    43. Layani Aku, Malika

    Roda mobil Alex berhenti perlahan di depan sebuah gerbang besi tinggi yang menjulang angkuh. Lampu-lampu pilar di sisi gerbang menyala terang, memantulkan kilau ke bodi mobil hitam yang mereka tumpangi. Malika menatap ke luar jendela dengan napas tercekat. Di balik pagar, terlihat sebuah bangunan megah bergaya klasik modern, dengan pilar-pilar besar dan taman yang tertata rapi. Lampu-lampu taman berwarna keemasan memantul di permukaan air mancur yang berdiri di tengah halaman depan.Mobil perlahan masuk setelah pintu gerbang otomatis terbuka. Deru mesin terdengar berat saat melintasi jalan berbatu halus menuju depan mansion. Malika menelan ludah, jemarinya yang tadi menggenggam ujung kaos kini berpindah ke pangkuan, saling meremas. Ini pertama kalinya ia melihat tempat sebesar ini. Sebelumnya, Alex membawanya ke apartemen pria itu, bukan ke rumah sebesar ini.Begitu mobil berhenti di depan tangga utama, beberapa pria berbadan besar berseragam hitam berbaris rapi di sisi kanan dan kir

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    42. Aku Gak Bisa Pulang, Bu

    Alex dan Malika kini sudah sampai di parkiran mobil. Udara malam terasa lembap, aroma aspal bercampur bensin menusuk hidung. Lampu-lampu jalanan berwarna kuning pucat menyorot kendaraan-kendaraan yang terparkir di sekitarnya. Malika menunduk, nafasnya tersengal-sengal karena kejadian barusan. Tangannya gemetar, keringat dingin masih menempel di pelipisnya.“Masuk,” ucap Alex pendek, nadanya datar tapi mengandung tekanan.Malika langsung menuruti perintah itu tanpa menjawab apa pun. Ia hanya ingin segera pergi dari tempat itu, menjauh dari semua pandangan mata. Tangannya meremas ujung kaosnya sendiri, mencoba mengendalikan guncangan di dada. Dengan langkah terburu-buru ia masuk ke mobil, aroma kulit jok yang khas langsung menyergapnya.Begitu Malika masuk ke dalam mobil, Alex yang sejak tadi menunggu langsung menutup pintu mobil rapat. Bunyi klik kunci pintu terdengar tegas di telinga Malika, membuatnya sedikit terlonjak. Alex kemudian mengitari kap mobil, membuka pintu bagian depan ke

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    41. Maaf, Malika

    BUGH…Suara pukulan itu menggema keras di ruangan besar itu. Pedro terhuyung ke belakang, punggungnya menabrak sudut meja. Nafasnya langsung berat, terdengar suara ringisan yang ia tahan-tahan. Tangan kirinya terangkat menutupi rahang yang kini memerah akibat hantaman Alex.Malika tersentak, matanya membelalak melihat ayahnya terhantam keras. Namun bibirnya menutup rapat, tak ada sedikit pun niat untuk menghentikan Alex. Jemarinya justru menggenggam kain sofa lebih erat, menahan seluruh emosi yang meledak di dadanya.Alex melangkah maju, nafasnya stabil namun sorot matanya tak lagi manusiawi. Suara gesekan sepatu mahalnya di lantai marmer terdengar jelas, setiap langkahnya seperti ancaman. Pedro yang tadi masih berlagak berani kini memandang Alex dengan tatapan ngeri, tubuhnya sedikit membungkuk menahan sakit.“Rasakan ini,” ulang Alex dengan nada lebih rendah, namun lebih mematikan dari sebelumnya. Tangannya kembali terangkat.Pedro mengangkat kedua tangannya di depan dada, mencoba m

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    40. Habisi Dia, Alex

    Seketika Alex tersenyum penuh kemenangan. Sementara Pedro dan yang lain menganga mendengar itu. Mereka baru tahu ternyata Malika mengenai Alex. Alex memandangi Malika lama. Sorot matanya dingin, tapi di balik itu ada sesuatu yang menyala. Rahangnya mengeras, tangan yang menggenggam lengan Malika terasa semakin kuat. Abas dan Mark yang berdiri di belakangnya sudah tahu betul, ini tanda Alex mulai tidak bisa menahan diri.Pria yang membeli Malika itu terkekeh pelan, masih berusaha menunjukkan dirinya berkuasa. “Tuan Alex… jangan ikut campur. Dia sudah jadi milikku. Anda punya banyak perempuan, bukan? Ambil saja yang lain.” Ucapnya penuh percaya diri.Alex tidak menoleh sedikitpun. Matanya tetap menatap Malika. “Sekali lagi,” suaranya pelan tapi menusuk. “ucapkan padaku.”Malika menelan ludah, tubuhnya gemetar. “Aku mohon… selamatkan aku, Alex. Aku nggak mau disentuh pria itu. Aku… aku akan melakukan apapun yang kamu mau.”Suara gadis itu pecah. Air matanya jatuh satu-satu di lantai mar

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    39. Alex, Tolong Aku

    Suasana di ruangan VIP itu hening seketika. Udara terasa pekat. Lampu kristal di atas ruangan berpendar redup, menciptakan bayangan panjang di lantai marmer. Semua orang di dalam ruangan seolah membeku, hanya detak jam dinding yang terdengar. Semua kaget saat tiba-tiba benda itu jatuh nyaring ke lantai. Suara pecahan gelas memantul, memecah keheningan.“MALIKA!” Teriak Pedro. Wajahnya langsung merah padam penuh amarah saat Malika melemparkan gelas yang didekatkan pria yang membelinya ke wajahnya. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras.“APA? HAH!” Balas Malika berteriak, suaranya pecah oleh amarah dan ketakutan. Bahunya naik turun, matanya memandang semua orang dengan pandangan penuh tantangan.“Jangan jadi pembangkang kamu!” Sentak Pedro lagi. Dia melangkah cepat mendekati Malika, nafasnya memburu, aroma alkohol tercium dari mulutnya. Tangannya langsung memegang kuat lengan Malika yang terus memberontak, berusaha melepaskan diri.“Lepasin! Anda gak berhak atas diriku. Anda bukan siap

  • Demi Ibu, Aku Jual Keperawanan    38. Dipaksa Dan Dijual

    “Lepaskan!” Teriak Malika sekuat tenaga, suara seraknya memantul di dinding lorong gelap. Tubuhnya meronta keras, kedua tangannya berusaha menarik diri dari cengkeraman Pedro. Nafasnya terengah-engah, rambutnya berantakan menutupi sebagian wajahnya. “Tidak akan pernah.” Sahut Pedro dingin. Rahangnya mengeras. Dia semakin kuat menekan tangan Malika sampai pergelangan gadis itu terasa perih. Tatapan matanya kosong, penuh nafsu kekuasaan, seolah tak ada lagi darah keluarga di tubuhnya. Pria yang berada di dalam mobil itu langsung membukakan pintu lebar-lebar. Aroma asap rokok dan parfum tajam menyeruak keluar. “Cepat bawa dia masuk ke dalam.” Ucap pria itu datar, suaranya dalam dan serak seperti orang yang terbiasa berteriak memberi perintah. “Siap, Juragan.” Sahut Pedro tanpa menoleh, suaranya terdengar tergesa. Dia menarik lengan Malika makin keras. Pria yang berada dalam mobil itu memang Juragan Opi. Pria tu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status