Share

Dendam Bos Gila
Dendam Bos Gila
Penulis: Queeny

Ternyata Itu Kamu

"Hai, Ra. Long time no see."

Tara terkejut saat lelaki itu berbalik dan menyapa. Wanita itu mengernyitkan dahi dan mencoba mengingat apakah mereka pernah bertemu sebelumnya. Lalu, wajahnya memucat saat menyadari siapa sosok di depannya sekarang.

"Kamu lupa ya?" tanya lelaki itu. 

"Kamu--"

"Si gentong yang pernah ditolak mentah-mentah waktu upacara bendera." 

Tara tercengang lalu membuang pandangan. Wanita itu menggosok kedua telapak tangan untuk menghilangkan gugup. Kini posisinya menjadi serba salah. Ingin meninggalkan ruangan itu tetapi tak bisa. 

"Pak Juan," sapa Tara canggung.

"Gak usah formal. Panggil Juan aja. Gentong juga boleh."

Juan menyeringai saat menatap sosok di didepannya. Tara masih sama seperti dulu, cantik dan anggun. Gadis itu terlahir ningrat sehingga auranya berbeda. Sekalipun saat ini kondisi ekonominya sedang sulit.

"Itu kurang sopan. Bapak atasan saya," ucap Tara gelisah.

Juan mengulum senyum, lalu berjalan santai menuju sofa. Lelaki itu sengaja membiarkan Tara tetap berdiri untuk melihat ekspresinya. 

"Kamu udah siap bekerja sama dengan saya?" tanya Juan santai. 

"Siap, Pak," jawab Tara yakin. Sekalipun ini di luar dugaan, tetapi gadis itu harus menerimanya. 

Juan berdiri sembari menyelipkan kedua tangannya di saku celana. Lelaki itu berjalan mengelilingi Tara yang sejak tadi masih mematung. Gadis itu sendiri sekarang menjadi serba salah harus berbuat apa. 

Rasanya Tara ingin segera meninggalkan ruangan ini dan mengajukan surat resign. Namun, tentu saja itu tidak akan terjadi. Masa depannya masih bergantung dari gaji di perusahaan ini. 

"Jadi sekretaris pribadi itu berat, loh. Tugasnya banyak," pancing Juan.

"Saya sudah terbiasa dengan Pak Andre dulu," jawab wanita itu yakin.

Tara sudah berada cukup lama di perusahaan ini. Posisinya adalah sekretaris Andreas, kepala cabang yang menjadi atasannya langsung. Selama bekerja dengan sama dengan lelaki itu, semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.

Sayangnya, Andreas mendapat mutasi menjadi kepala cabang di daerah lain. Sehingga lelaki di hadapannya ini yang menggantikan. 

Juandar Rahadjo, putra bungsu Salim Rahardjo yang baru pulang dari luar negeri untuk menempuh pendidikan jenjang S2. Lelaki yang dulunya kuper karena memakai kacamata tebal, kini malah berubah menjadi sesosok pria tampan dan juga matang. 

Tara baru tahu jika Juan adalah salah satu pemegang saham di perusahaan milik ayahnya. Sialnya, gadis itu pernah menolaknya saat mereka masih duduk di bangku SMA dulu. 

Tara adalah primadona sekolah karena memiliki paras yang cantik. Sementara itu, Juan adalah anak penyumbang utama yayasan milik sekolah mereka. Hanya saja, dulu lelaki itu mengalami obesitas sehingga banyak gadis yang menjauhinya meskipun berasal dari keluarga kaya.

"Maksud kamu?" tanya Juan tak mengerti.

"Saya sudah tahu tugas seorang sekretaris di kantor ini. Saya bekerja selama empat tahun di bawah Pak Andre," jawab Tara tegas. 

Juan mengernyitkan dahi, lalu tersenyum karena merasa lucu dengan jawaban gadis itu. 

"Kalau sama saya beda. Kamu gak cuma ngerjain laporan. Tapi juga yang lain," bisik Juan sembari menyibak rambut panjang wanita itu. 

Tara berbalik dan menatap Juan dengan geram. Bisikan lelaki itu seperti sengaja untuk menggodanya. Apalagi sorot matanya begitu kurang ajar dengan menatapnya dari atas hingga ke bawah. 

"Yang lain itu contohnya apa, Pak?" tanya wanita itu sembari menahan emosi. Apalagi kini tangan Juan mulai mengusap punggungnya. 

"Hemmm, apa ya? Jalan-jalan atau makan. Bisa juga tidur--"

Tara menangkap tangan Juan yang mulai berani merengkuh pinggangnya. Dia menatap lelaki itu dengan geram. 

"Jangan tegang gitu, Ra."

"Saya di sini buat bekerja, Pak. Bukan yang lain!" ucap Tara tegas. 

Juan tergelak, lalu melepaskan tangannya yang sedari tadi mencoba berkeliaran. Sejak dulu, pikirannya memang berkelana jika menyangkut wanita ini. Sayang, impiannya untuk menyentuh Tara baru terwujud sekarang. Saat mereka sudah berpisah selama sepuluh tahun dan kini dipertemukan kembali. 

Tara selalu menjadi objek fantasy Juan. Sekalipun dulu lelaki itu bertubuh tambun, dia tetaplah seorang remaja pubertas yang kerap memimpikan sesuatu yang indah bersama sang gadis idaman. 

"Oke, mulai besok ruangan kamu pindah ke depan sana," tunjuk Juan pada pintu kaca di depannya. 

Tara terbelalak tanda tak terima jika Juan bersikap seenaknya. Sejak awal datang, lelaki itu meminta ruangannya dipindahkan ke lantai atas. Padahal selama ini ruangan kepala cabang menyatu dengan karyawan yang lain.

Juan juga membuat sebuah ruangan baru, yang ternyata disiapkan untuk sekretaris pribadinya. Dan ruangan itulah yang dia tunjuk tadi untuk Tara tempati. 

"Tapi, ruangan saya selama ini di lantai bawah sama yang lain, Pak," tolak Tara halus.

"Karena sekarang kamu bekerja untuk saya, maka ruangan kamu pindah di sana. Itu untuk memudahkan kita berkomunikasi."

Juan mengucapkannya dengan tegas. Nada suaranya cukup mengintimidasi. Itu menandakan bahwa titahnya tak boleh dibantah.

Tara terdiam dan akhirnya mengangguk. Dalam situasi begini, dia terpaksa harus menuruti karena Juan adalah atasannya sekarang. Daripada dia dipecat lalu kehilangan pekerjaan. Itu berarti kiamat untuk keluarga mereka. 

"Baik, Pak."

"Sekarang kamu boleh keluar. Persiapkan diri untuk menempati ruangan yang baru, ya."

"Siap, Pak."

Tara segera berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu, ketika tiba-tiba saja tangannya dicekal. 

"Ada apa, Pak?" tanya gadis itu tak suka.

"Kamu masih sama kayak dulu. Cantik dan juga seksi," bisik Juan.

Tara mengempaskan tangan lelaki itu dengan kasar dan bergegas keluar. Wanita itu mengumpat berulang kali ketika pintu kembali tertutup. 

Sementara itu Juan malah tergelak sembari membuka kacamatanya. Benda yang selalu bertengger di wajahnya itu kini sudah tak setebal dulu. Dia sudah melakukan operasi lasik sehingga matanya kembali normal. 

Hanya saja Juan memang lebih suka memakai kacamata karena sudah terbiasa sejak kecil. Lagipula dengan memakainya, lelaki itu terlihat lebih berwibawa sebagai atasan. 

"Liat aja ntar. Lo bakalan ikut permainan gue atau gak," ucap Juan sembari mengusap bibir dan tersenyum licik.

***

Tara mengumpat berulang kali saat tiba di ruangannya. Wanita itu bahkan tersandung ketika hendak membuka pintu. Sehingga dia terjatuh dan menjadi bahan tertawaan rekan kerja yang lain. 

"Kamu kenapa?" tanya salah seorang rekan yang lain ketika menghampirinya.

Tara memang memiliki ruangan sendiri. Namun, mereka berada di kawasan yang sama dengan bagian administrasi yang lain. Sehingga segala aktivitasnya bisa terlihat jelas. 

"Gak apa-apa."

"Udah ketemu Pak Juan?" 

Tara mengangguk. Wanita itu mengusap kakinya yang terasa nyeri karena jatuh tadi. 

"Gak nyangka, ya. Ternyata anaknya owner mau turun tangan langsung pegang cabang sini."

"Aku juga gak nyangka kalau itu dia," ucap Tara kesal.

"Loh, memangnya kamu udah kenal Pak Juan?" tanya rekannya curiga.

Tara gelagapan, lalu membuka sepatu yang haknya kini patah. Wanita itu kembali mengumpat karena sepatu kesayangannya kini rusak.

"Eh, enggak."

"Kamu beruntung bisa jadi sekretaris dia. Pak Juan itu udah ganteng, tajir lagi. Mana tau kegebet."

"Ini bukan kisah Cinderella, Neng," ucap Tara pedas. 

"Eh tapi aku dengar, dia udah punya tunangan. Itu pacarnya model blasteran."

Tara mengangkat bahu sebagai tanda tak tahu. Dia tak tertarik sama sekali dengan informasi apa pun mengenai Juan. Jika memang lelaki itu sudah mempunyai pacar, itu berarti bagus untuknya.

Melihat sikap Juan tadi membuat Tara ngeri. Lelaki itu tentu saja mengikuti trend pergaulan bebas di luar sana, sehingga berani lancang menyentuhnya.

"Kalau memang dia udah tunangan berarti bagus, dong. Jadi dia gak perlu gangguin aku lagi."

Tara masuk ke ruangan tanpa menggunakan sepatu. Meninggalkan rekan kerjanya yang kebingungan akan ucapannya barusan. Wanita itu masih merasakan nyeri di kaki sehingga menjadi pincang. Sepertinya hari ini dia akan memesan taksi online untuk mengantar pulang. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status