Duka mendalam bukan hanya dirasakan oleh keluarga James. Xavier sendiri merasa sangat kehilangan karena kematian sahabatnya. Lelaki itu hanya diam mengamati proses pemakaman yang begitu khidmat.
Jaccob berjalan mendekat ke arah anaknya. Dia menepuk pundak anaknya, menyampaikan dengan isyarat jika dirinya ikut berduka dengan hal ini. Sedangkan Maria tak kuasa untuk tidak memeluk anak pertamanya. Wanita yang sudah berumur itu jelas masih terlihat cantik. Matanya terlihat sembab karena menangis. Maria juga merasa kehilangan, apalagi Maria sudah mengenal James sejak Xavier duduk di bangku Junior High School. James adalah salah satu sahabat Xavier yang selalu ada untuk Xavier.
"Jangan berlarut dalam kesedihan, jaga dirimu baik-baik. Mommy akan pulang sekarang." kata Maria.
"Thanks, Mom." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Xavier. Dia bahkan mengabaikan ketika kedua orang tuanya beranjak pergi dari sana.
Satu-persatu orang yang ada di sana membubarkan diri. Hanya ada keluarga inti dari James yang masih tertinggal di sana. Xavier berjalan mendekat, ke arah wanita paruh baya yang umurnya mungkin saja setara dengan orang tuanya.
"Tante."
Wanita yang merupakan ibu dari James itu menoleh ke arah Xavier. Dia langsung memeluk tubuh Xavier, menumpahkan semua tangisan yang masih tersisa di matanya. "Xavier," ucapnya lirih.
"Aku pasti akan membalaskan kematian James. Tenang saja, Tante. Aku berjanji." kata Xavier.
Ibu James hanya bisa mengangguk. Hampir setengah jam mereka hanya diam di sana. Setelah dipaksa pulang Amelia, adik James. Akhirnya ibu James mau untuk pulang. Xavier memastikan ibu dari sahabatnya itu benar-benar pulang ke rumah, dia dan Noah bahkan membuntuti mobil mereka sampai benar-benar sampai di rumah. Setelah itu mereka baru beranjak untuk pergi.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Noah yang sedang menyetir mobil.
"Apa Alexander sudah bangun?" tanya Xavier balik, pandangannya menatap lurus ke arah depan.
"Belum," jawab Noah lirih menggelengkan kepalanya.
"Di mana wanita yang semalam?" tanya Xavier lagi.
"Aku membawanya ke rumah." kata Noah.
Xavier tak menjawab, dia hanya diam entah apa yang dipikirkannya. Porsche hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan. Tujuannya adalah pulang ke rumah. Xavier tak sabar untuk bertemu dengan wanita yang semalam, entah mengapa dia berpikir jika wanita itulah yang membunuh James.
Mobil memasuki rumah yang sangat megah. Ada beberapa penjaga yang berjaga di sekitar rumah ini. Melihat bos besar mereka turun dari mobil, mereka serempak menunduk dengan hormat.
"Di mana dia?" tanya Xavier yang melangkah memasuki rumahnya.
"Ada di gudang."
Noah memberitahukan di mana wanita semalam, dia mengikuti Xavier yang berjalan ke arah sana. Mereka berdua saling diam, hanya ada suara langkah tapak sepatu yang berbunyi di keheningan rumah ini.
Sesampainya di gudang, ternyata ada 2 orang yang berjaga di depan pintu. Mereka membukakan pintu itu agar Xavier bisa masuk ke dalam. Barang yang berserakan, udara pengap, ditambah dengan debu yang menempel pada barang-barang di sana menunjukan jika ruangan ini jarang digunakan.
Xavier melihat seorang wanita tergolek di lantai. Ada noda darah yang sudah mengering di sekitarnya. Tapi Xavier tak memperdulikan hal itu. Dia menatap tajam sambil mengamati tubuh wanita itu.
"Ambil air dan bangunkan dia!" perintah Xavier.
Salah satu anak buah Xavier menuruti permintaan Xavier. Sedangkan salah satunya bergerak mengambil sebuah kursi yang telah dibersihkan. Dia membawanya ke hadapan Xavier agar Xavier bisa duduk.
Xavier duduk, tak lama kemudian salah satu anak buahnya datang membawa air setengah ember. Melihat tatapan Xavier yang mengarah pada wanita itu, anak buah Xavier langsung mengerti dan mengguyur air pada wanita itu.
Byur...
Bukan hanya kaget, nafas Bianca langsung sesak karena hidungnya kemasukan oleh air. Dia mencoba bangun, pusing di kepalanya menyerang tiba-tiba, membuat tubuhnya benar-benar terasa lemas. Apalagi ketika dia sadar jika kakinya terluka, membuat rasa nyeri menderanya.
Mengatur nafasnya, Bianca lalu memfokuskan pandangannya. Dia terhenyak melihat beberapa lelaki di depannya sedang menatapnya tajam. Dia terlihat bingung dengan yang terjadi saat ini.
"Di mana Constantin bersembunyi?" tanya Xavier dengan tajam setelah wanita itu terbangun.
Bianca masih diam, dia mengamati sekitarnya, mencoba memahami situasinya saat ini. Matanya bergerak liar mengamati ruangannya saat ini. Mengabaikan pertanyaan Xavier yang membuat Xavier dengan cepat naik pitam.
Kaki Xavier terulur ke depan. Karena posisinya dan posisi Bianca dekat, kaki Xavier berhasil menggapai kaki Bianca. Xavier terlihat menendang kaki Bianca.
"Hei, aku berbicara padamu, bodoh!" bentak Xavier.
Mendengar itu, Bianca langsung menatap Xavier. Tubuhnya bergetar ketakutan ketika mengingat, jika semalam yang menembak dirinya adalah dia.
"Apa kau bisu? Tak bisa bicara?" Xavier berdiri dan langsung berjongkok di depan Bianca. Lelaki itu mencengkram pipi Bianca dengan kuat sambil menatapnya tajam.
"Katakan di mana Constantin saat ini, aku tahu jika kau adalah jalangnya." geram Xavier.
"Aku tak tahu siapa itu Constantin, yang aku tahu kau adalah lelaki bajingan yang membuat kakiku terluka." lirih Bianca.
Xavier terkekeh, tanpa sepatah kata dia menampar wajah Bianca dengan kuat. "Kau pantas mendapatkannya, karena kau telah membunuh temanku," bisik Xavier.
Merasakan sakit yang teramat sangat di pipinya. Bianca tersadar dengan ucapan Xavier. Membunuh temannya? Apa yang lelaki itu pikir adalah lelaki yang semalam. Dengan menahan sakit dan air mata, Bianca mendongak untuk menatap Xavier.
"Aku tak membunuhnya, aku bahkan menemukannya secara tak sengaja dan berniat menolongnya." kata Bianca.
"Kau pembohong." desis Xavier.
"Aku benar-benar tak membunuhnya," teriak Bianca lagi dengan frustrasi. Kebenarannya dia memang bukan pembunuh.
Tapi Xavier tak mempercayai hal ini. Dia masih bersikukuh dengan apa yang ada di pikirannya. "Kau pintar berakting, jalang. Aku akan buat kau menderita agar kau mau mengaku."
Belum sempat Xavier melanjutkan perkataannya. Tiba-tiba seorang maid mengetuk pintu gudang tersebut.
"Maaf, Tuan. Tuan besar datang ingin bertemu dengan Anda."
Xavier hanya mengangguk, dia kembali menatap tajam pada wanita yang ada di bawahnya. "Mulai sekarang, aku akan buat hidupmu seperti di neraka."
Setelah berkata seperti itu, Xavier dan Noah segera pergi dari sana. Penjaga kembali mengunci Bianca di ruangan yang pengap itu. Sedangkan Bianca hanya bisa menahan sakit di kakinya sambil menangis meratapi nasib sial yang datang padanya.
**
Sinokmput
"Dad," sapa Xavier begitu dia sampai di ruang tamu. Dia menoleh ke sana ke mari, mencari keberadaan ibunya. "Di mana Mom?" tanya Xavier."Mommy sedang ada di rumah. Raylin baru saja pulang." jawab Jacob.Xavier mengangguk-anggukan kepalanya. Dia duduk di depan ayahnya, menunggu hal apa yang akan disampaikan oleh ayahnya."Jujur pada Dad, Xavier. Apa kau berurusan dengan Constantin?" tanya Jacob menatap anaknya dengan tajam."Dia mengusik wilayahku lebih dulu, Dad," jawab Xavier dengan santai."Apa kematian James ada hubungannya dengan ini?" tanya Jacob kembali.Xavier tak menjawab, tapi dari sorot mata yang dilihat oleh Jacob, dia yakin jika tebakannya memang benar. Hal ini membuat Jacob menghela nafas pelan, tubuhnya langsung menyandar ke sofa."Seharusnya kau hanya perlu meneruskan usaha Daddy, kenapa kau harus berurusan dengan barang terkutuk seperti itu? Daddy yakin, jika mommy tahu hal ini dia akan marah padamu." Jacob memberi pu
Lampu yang remang dengan musik yang begitu keras menyambutnya ketika dia masuk ke dalam. Xavier mengedarkan pandangannya mencari sosok yang dikenalnya. Tiba-tiba Noah mendekat dan membisikkan sesuatu padanya, tangan Noah terulur menunjuk tempat paling pojok ruangan bar ini.Xavier mengangguk, dia berjalan melewati lautan manusia yang sedang asyik berjoget. Banyak tatapan liar dari para wanita penghibur, tapi Xavier mengabaikan mereka.Salah satu wanita tiba-tiba menghadang jalannya, berpose menggoda sambil mengelus sensual dada Xavier. "Tuan, aku bisa menemanimu malam ini."Tapi Xavier hanya terkekeh, dia mencekal tangan wanita itu lalu mendorongnya. Xavier terlihat acuh meskipun wanita tadi nampak mengumpat padanya."Kau bersenang-senang?" tanya Xavier ketika sampai di
Hari masih pagi, tapi suara berisik itu benar-benar mengganggu tidur Xavier. Dengan malas dia terpaksa membuka matanya, bangun dan berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.Ketika dia membuka pintunya, suara teriakan nyaring langsung memenuhi indra pendengarannya. Seorang wanita cantik dengan mata coklat, bergaya sangat anggun itu langsung memeluknya. Xavier hanya bisa pasrah ketika adiknya itu mulai bermanja-manja padanya."Kau benar mengganggu tidurku, Raylin." keluh Xavier."Oh, ayolah. Sudah 6 bulan kita tak bertemu, tapi kau tetap saja menyebalkan. Aku menunggumu di depan pintu sejak tadi," ucap Raylin merajuk."Kau bisa langsung masuk ke kamar, kenapa harus di depan pintu?" tanya Xavier dengan alis berkerut.Seda
"Kenapa kalian diam saja, cepat tolong," teriak Raylin pada penjaga di depan pintu. Sedangkan para penjaga itu tampak kebingungan. Dia tak mungkin menolong wanita itu karena dia tawanan dari tuan mereka. Tapi melihat keseriusan Raylin yang marah, akhirnya dengan terpaksa mereka menolong wanita itu. Raylin berjalan dengan langkah cepat, diikuti seorang penjaga yang menggendong tubuh Bianca. Raylin menyuruh penjaga itu masuk ke kamar tamu, dan meletakkan tubuh Bianca di ranjang. Setelahnya Raylin memanggil dokter untuk datang ke sini. Sedangkan salah satu penjaga yang ada di depan gudang tadi langsung menemui Xavier untuk memberikan laporan. Tentu saja hal ini membuat Xavier sangat marah, dia langsung pergi meninggalkan teman-temannya di ruang kerja untuk menyusul adiknya itu.
"Kakak," ucap Raylin tercekat. Suasana menjadi tegang, di belakang Xavier, Noah dan Scoot baru saja datang. Xavier masih menatap adiknya tanpa berkedip, seolah matanya itu mampu menguliti adiknya. "Hai, Xavier, apa kabar?" William memecah suasana, dia menampilkan senyuman di bibirnya. Dia yang tak mengetahui permasalahannya tak mengerti dengan situasi yang terjadi di depannya. "Aku baik, kau boleh pulang, William." Xavier bahkan tak menatap ke arah William. Noah yang ada di belakang mencoba memberi isyarat pada William. Membuat William akhirnya pamit pada mereka dan beranjak pergi dari sana. "Jangan gegabah, Xavier. Dia adikmu," ucap Scoot memperingati. Tapi Xavier seolah ta
"Apa dia mencoba kabur?" tanya Scoot melihat seorang wanita di depannya. "Sepertinya iya," gumam Noah menimpali. Xavier masih diam menatap tajam Bianca. Melihat bekas darah yang menetes di lantai, Xavier yakin jika wanita itu mencabut paksa selang infusnya. Xavier mendekati Bianca, kakinya menendang tubuh Bianca. Tapi wanita itu sama sekali tak meresponnya. "Dia tak mungkin bangun, bodoh. Dia pingsan." Scoot mencemooh Xavier, dia langsung bergerak menggendong tubuh Bianca dan membawanya kembali ke kamar tamu. Xavier yang melihat itu mendengus, padahal dia ingin menyeret saja wanita itu. Benar-benar merepotkan. Akhirnya dia berjalan mengikuti Scoot, sedangkan Noah memanggil Tia untuk membersihkan lantai yang terkena
Setelah memastikan tak ada yang melihatnya, Raylin segera mengunci kamar tamu. Dia berbalik, dan betapa terkejutnya dia melihat Bianca yang tergolek lemas di lantai.Raylin segera menghampiri Bianca, mencoba mengguncang tubuh Bianca. "Kau tak apa?" tanya Raylin pelan.Mata Bianca berkedip, dia hanya bisa mengangguk pada Raylin. Dirinya benar- benar sangat lemas. Raylin yang melihat itu membantu Bianca untuk berbaring di ranjang. Meski tampak kesusahan, tapi akhirnya dia berhasil juga."Apa yang sebenarnya kakak lakukan padamu?" gumam Raylin dengan nafas terengah setelah mengangkat Bianca.Melihat luka Bianca yang kembali berdarah, Raylin berinisiatif untuk mengobatinya. Untung saja tadi William meninggalkan beberapa peralatan P3K di kamar ini.
"Raylin, kemarilah," pinta Scoot antusias ketika melihat adik temannya itu keluar dari pintu samping.Mendengar itu, Xavier menoleh. Xavier melihat adiknya itu mengerucutkan bibir sambil menatap kesal pada Scoot. Bukannya duduk di samping Scoot, Raylin malah duduk di samping Noah."Menyingkir, Noah. Aku ingin duduk di samping wanitaku," kata Scoot mengusir Noah.Tapi Noah mengabaikan Scoot, dia kembali sibuk dengan teleponnya. Scoot yang melihat ini menjadi kesal dan Raylin hanya bisa terkekeh dengan tingkah mereka.Kemudian, Raylin menoleh untuk menatap kakaknya. Dia sedikit gugup menyadari kesalahannya. "Ada apa, Kak?""Dari mana saja kau? Mommy menelpon, dia tak bisa menghubungi dirimu." Xavier menatap Raylin seksama.