Xavier masih terdiam saat melihat Bianca. Lelaki itu masih memikirkan, kata-kata apa yang tepat untuk meminta maaf pada wanita itu. Ketika matanya tidak sengaja berpapasan dengan Bianca, Xavier mengalihkan wajahnya. Lelaki itu masih belum siap bertatap muka dengan Bianca. Akhirnya dia memilih berbalik dan menuju ke kamarnya.
Hari mulai larut, tapi Xavier benar-benar tak bisa tidur. Lelaki itu memilih untuk menikmati malamnya dengan sebotol wine. Membiarkan suasana menjadi sunyi agar dirinya bisa merasa nyaman.
Tapi meskipun alkoholnya habis sekali pun, Xavier tetap saja gelisah. Rasa bersalahnya pada Bianca selalu menghantui pikirannya. Yang akhirnya membuat Xavier nekat mencari Bianca. Lelaki itu tak tahu apa yang dipikirkannya saat ini. Dia hanya menuruti kata hatinya saja.
Xavier kira, Bianca sudah tertidur. Tapi begitu dia membuka pintu kamar, Bianca masih terjaga dan sedang membaca buku. Xavier terlihat kikuk, karena Bianca menatapnya lekat.
"Ada apa
Tangisan Bianca semakin kencang, membuat Xavier merasa tak tega. Akhirnya dia memberanikan diri untuk memeluk wanita itu. "Bianca," panggil Xavier dengan lirih. Xavier mengusap-usap punggung Bianca lembut, berusaha menenangkan wanita itu agar tangisannya terhenti. Setelah beberapa saat, tangisan Bianca mulai reda. Wanita itu merasa lega sekarang. Dia melepaskan pelukan Xavier dan mengusap sisa air matanya dengan kasar. "Terima kasih." Ucapan Bianca membuat dahi Xavier berkerut dalam. Dia menatap wanita itu dengan heran. Seolah tahu apa yang tak dipahami Xavier, Bianca tersenyum tipis. "Terima kasih karena pada akhirnya kau percaya padaku. Meskipun itu terlambat tapi tidak apa-apa, daripada tidak sama sekali," ungkap Bianca. "Aku tak pantas mendapat kata terima kasih darimu, Bianca. Aku benar-benar lelaki tak berperasaan yang bodoh. Jangan begitu baik padaku, kau seharusnya marah karena sikapku yang kejam," kata Xavier.
Sinar matahari menembus jendela, membuat silau seseorang yang masih menutup matanya. Bianca mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya terbuka lebar. Kepalanya tersentak mundur ketika dia melihat Xavier tepat ada di depannya. Entah kenapa jantung Bianca berdegup kencang. Menatap wajah pulas Xavier yang terlihat tampan saat tertidur. Apalagi dengan tangan lelaki itu yang melingkar di perutnya. Bukankah semalam dia sudah memberi batas guling di antara mereka? Tapi mengapa gulingnya menghilang? Bianca mengatur napasnya yang tampak gugup sebelum bergerak pelan menyingkirkan tangan Xavier. Dia bangun perlahan, berusaha tak membuat Xavier terganggu. Tapi nyatanya sejak Bianca memegang tangan Xavier, lelaki itu sudah terbangun. Mata yang tadinya terpejam rapat tiba-tiba terbuka dan menatap tajam Bianca. Tentu saja hal ini membuat Bianca terkejut. Wanita itu sampai menahan napasnya, karena tatapan Xavier begitu menusuk tepat di matanya.
Suasana begitu canggung, Xavier sama sekali tak melihat Bianca sejak tadi. Meskipun wanita itu sudah berpakaian, tapi tetap saja Xavier merasa jika Bianca masih terlihat seksi. Wanita itu hanya memakai boxer milik Xavier, yang malah memperlihatkan kaki jenjang mulusnya. Dengan kemeja hitam kedodoran yang masih menonjolkan bagian dada. Hal ini membuat Bianca merasa sungkan. Dia tidak berani mengajak Xavier berbicara. Sampai tiba-tiba suara perutnya terdengar yang malah membuatnya malu. "Kau lapar?" tanya Xavier yang akhirnya mendongak untuk menatap Bianca. Dengan malu Bianca mengangguk. Wanita menggigit bibirnya sambil meringis. "Tunggulah di sini." Tiba-tiba Xavier berdiri. Tanpa menunggu respon Bianca, dia s
"Ada apa dengan kalian?" tanya Jaccob heran dengan raut wajah istri dan anaknya.Lelaki paruh baya itu baru saja membahas bisnis bersama Aciel, kini dia menghampiri keluarganya yang ada di ruang santai."Tidak ada apa-apa," ungkap Maria menyambut suaminya.Tentu saja hal ini membuat Xavier terkejut. Lelaki mendongak untuk bisa melihat ibunya. Jantungnya sejak tadi berdegup kencang, takut ibunya akan berbicara aneh-aneh pada ayahnya. Tapi melihat respon ibunya benar-benar membuat Xavier merasa heran. Bukankah wanita itu sejak tadi bersikeras dengan masalah ini?"Mom tak akan membahas masalah tadi?" tanya Xavier.Maria tersenyum tipis sambil menggeleng. Baginya, ucapan Bianca dan Xavier yang jujur masih bisa dia ter
"Xavier, astaga … aku benar-benar merindukanmu!" Begitu Xavier baru saja membuka pintu rumahnya, Grace datang menghampiri dirinya dengan manja. Wanita itu bahkan langsung memeluknya begitu saja, tanpa rasa malu meskipun ada orang lain di sini. Xavier sendiri tampak menikmati pelukan tersebut, dia mengecup kepala kekasihnya berkali-kali sebelum melepaskan. Dia mulai menarik Grace untuk duduk di sofa. "Pergilah, Alexander. Aku tidak membutuhkanmu sekarang!" usir Xavier ketika melihat asistennya masih ada di sini. Tatapan matanya begitu datar, mengawasi Alexander sampai lelaki itu menghilang di balik dinding. Setelah memastikan tak ada orang lain lagi, Xavier mulai menatap kekasihnya. "Ke mana saja kau selama ini? Tak ada kabar, bahkan teleponmu tidak bisa dihubungi. Aku sudah melacak dirimu, tapi hasilnya sia-sia. Apa selama ini kau selingkuh di belakangku?" tanya Xavier beruntun dengan nada yang mendesak. Dia memang begitu merindukan kekasihnya, tapi menghilangnya wanita itu selam
"Bianca," panggil Maria sedikit terengah saat tangannya ditarik untuk berjalan cepat oleh Bianca. Wanita yang sudah menginjak usia matang itu sedikit kepayahan, mengikuti langkah lebar Bianca. "Berhenti, Bianca, sebenarnya ada apa ini?" tanya Maria yang tidak tahan, akhirnya menghempaskan genggaman tangan wanita itu. Entah kenapa dia merasa penasaran dengan sikap Bianca yang tiba-tiba panik sejak tak sengaja menabrak seseorang tadi. Maria ingat, jika lelaki itu memanggil nama Bianca. Dan sedetik kemudian, Bianca mulai menariknya untuk mengajak kabur. Apa mereka saling mengenal? Pikir Maria bertanya-tanya. Dia menatap Bianca dengan lekat, seolah menunggu jawaban wanita itu. "Jangan di sini, Nyonya. Aku akan menjelaskan semuanya. Tapi tolong jangan di sini," pinta Bianca dengan wajah memelas. Meraih tangan Maria lagi dalam genggaman. Dahi Maria yang melihat itu berkerut dalam. Tapi dia tidak ingin ada masalah yang tidak diinginkan terjadi. Akhirnya wanita paruh baya itu mengangguk,
"Hai," sapa Grace yang semakin membuat Bianca kikuk. Wanita itu memaksakan senyuman, lalu menyambut uluran tangan kekasih Xavier. Dia mengangguk kecil saat berkata, "Bianca." "Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Wajahmu terasa tak asing," ucap Grace berbasa-basi. Tapi hal ini membuat Bianca merasa bingung, pasalnya dia baru pertama kali bertemu dengan Grace, kenapa wanita itu mengatakan hal yang demikian? "Sepertinya kau salah orang, aku baru pertama kali di sini," kata Bianca. "Dia akan menjadi asistenku di kantor mulai besok," tutur Xavier menyela ikut mendekat, lalu merangkul tubuh Grace dari samping. "Benarkah? Bukankah sudah ada Scoot dan Alexander?" pekik Grace seolah terkejut. Hal ini membuat Xavier terkekeh. "Aku masih perlu banyak orang untuk mengurusi bisnis-bisnisku, agar aku mempunyai banyak waktu luang untukmu," ungkapnya sambil mencuri ciuman dari Grace. Maria yang sejak tadi diam memperhatikan menjadi tak tahan lagi. Wanita paruh baya itu berdehem keras, sampai
"Bianca, kau sudah siap?" Wanita yang baru saja merapikan rambutnya itu segera menoleh ketika mendengar namanya dipanggil. Dia dengan cepat berdiri, berjalan menuju pintu dan membukanya. Bisa Bianca lihat, Noah tengah berdiri di depan kamarnya dengan wajah terlihat datar tanpa emosi. "Hai, Noah," sapa Bianca, meskipun begitu dia tetap memberikan senyum manisnya pada lelaki itu. . "Apa kau sudah siap? Xavier memintaku mengajakmu ke kantor sekarang," kata Noah to the point, mengungkapkan alasannya menghampiri Bianca di pagi hari. "Ah, ya, bisakah kau tunggu sebentar, aku akan mengambil tasku," kata Bianca. Dia bahkan tak menunggu respon Noah dan kembali masuk begitu saja. Kakinya yang masih pincang saat dibawa berjalan, membuatnya tampak kesusahan. Bahkan beberapa kali dia meloncat dengan satu kaki, agar langkahnya tak terlalu lambat. Bianca kembali ke meja riasnya, memoles lipstik di bibirnya dengan tergesa, lalu mengambil tas yang te