Share

JANGAN COBA MENYENTUHKU

Alma duduk di depan cermin rias. Dia sudah dirias layaknya pengantin pada umumnya. Di tubuh wanita itu melekat kebaya putih buatan desainer terkenal pilihan Bastian. Ternyata selama ini dia menyelidiki semua tentang Alma dari Rosa, termasuk ukuran bajunya. Hanya dia saja yang tidak menyadari pergerakan lelaki itu.

Seorang wanita paruh baya tersenyum menghampiri Alma. Dia memperhatikan Alma dari ujung kaki hingga ujung kepala. Wanita paruh baya itu mengakui kecantikan yang terpancar dari calon istri tuannya.

"Nyonya Muda sangat cantik, hanya saja ... sejak tadi Nyonya tidak mau tersenyum. Bukankah ini hari bahagia Nyonya dan Tuan Muda?" Itu suara Mbok Darmi, pengasuh Bastian sejak kecil.

Mereka sudah berkenalan kemarin. Bastian mempercayakan Mbok Darmi untuk mengurus keperluan Alma juga. Wanita itu masih berusaha beradaptasi, tetapi dia menerima kehadiran Mbok Darmi dengan baik.

"Mungkin hanya Bastian yang bahagia, Mbok. Bukan saya," sahut Alma yang sekarang menyeka air matanya yang jatuh begitu saja.

Seharusnya sekarang dia masih bebas, bukan terjebak dalam pernikahan yang tidak dia inginkan ini.

"Kenapa bisa begitu, Nyonya? Tuan Bastian bilang pada saya kalau dia sangat mencintai Nyonya Muda. Beliau sudah melakukan berbagai cara untuk menunjukkan rasa cintanya pada Nyonya Muda. Tuan Bastian benar-benar romantis sekali." Mbok Darmi mengatakan itu sambil memakaikan selendang putih ke atas kepala Alma.

Ya, sebentar lagi Alma akan menikah dengan Bastian. Alma merasa tidak ada gunanya menentang keinginan lelaki itu lagi. Bastian merasa seluruh hidup Alma sudah menjadi miliknya. Setiap bentuk protes yang dia layangkan hanya akan menjadi bahan adu mulut.

"Dia hanya bicara omong kosong, Mbok. Bastian mengambil saya menjadi istrinya hanya untuk balas dendam. Lagipula apa yang diharapkan dari pernikahan sebagai istri kedua. Sampai kapanpun, saya tidak akan pernah diutamakan," ucap Alma dengan sedikit ketus. Sungguh, dia tidak menginginkan pernikahan ini.

Melihat sikap Alma, Mbok Darmi hanya tersenyum. Dia paham bagaimana Alma bisa bersikap seperti sekarang. Mbok Darmi sendiri sudah sangat paham dengan sifat Bastian yang pemaksa.

"Sayang sekali, saya tidak memiliki wewenang untuk membeberkan pernikahan pertama tuan muda Bastian. Seiring waktu, Nyonya Muda akan mengetahuinya sendiri. Satu hal yang perlu Anda ketahui, tuan muda Bastian tidak pernah membicarakan gadis lain selain Nyonya Muda. Saya hanya bisa berdoa semoga rumah tangga kalian bisa kekal abadi." Mbok Darmi mengusap pundak Alma, lalu melangkah keluar dari kamar wanita itu.

"Kekal abadi? Tidak. Aku akan mencari cara supaya aku bisa meninggalkan tempat ini. Dalam mimpi pun, aku tidak pernah ingin menjadi istri kedua. Aku tidak mau terjebak dalam pernikahan yang tidak aku inginkan," gumam Alma pelan sambil menatap tajam pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.

Prosesi pernikahan akan dilaksanakan di dalam mansion secara tertutup. Bastian hanya mengundang beberapa orang penting saja. Termasuk orang tuanya.

Lima tahun yang lalu, dia dan kedua orang tuanya sudah melakukan perjanjian. Jika dalam kurun waktu lima tahun Bastian tidak bisa menumbuhkan perasaan pada sosok Sabrina, maka dia meminta untuk diizinkan menikah lagi. Mereka berdua sepakat, asal Bastian mau menyembunyikan istri keduanya dari hadapan publik.

"Bidadariku, apa kamu sudah siap untuk melakukan prosesi pernikahan denganku? Hari ini kamu terlihat sangat cantik, Alma." Bastian membisikkan kalimat terakhirnya tepat di dekat telinga gadis itu. Membuat Alma melakukan gerakan menjauh secara spontan. Sementara mata Bastian tertuju pada pantulan wajah calon istrinya.

"Berhentilah berbuat sesuatu yang membuatku jijik, Bastian! Jangan bermimpi untuk bisa menyentuhku nanti. Aku tidak sudi!" Alma menatap Bastian dengan tatapan marah. Lelaki itu tampak tidak peduli.

"Aku tidak masalah dengan penolakanmu. Wanita mana yang bisa menolak pesonaku? Aku yakin, kamu akan bertekuk lutut di hadapanku nanti." Bastian mengelus pipi Alma dengan punggung tangannya. Gadis itu menepisnya kasar.

"Dengar, Bastian! Aku tidak akan pernah terpesona padamu. Tidak akan pernah!" ucap Alma dengan nada ketus.

Bastian tiba-tiba saja mencuri kecup bibir Alma.

"Jangan berisik, Sayang. Simpan energimu untuk nanti malam. Sekarang ikut aku, kita akan segera memulai prosesi pernikahannya." Bastian mengulurkan tangannya, tetapi Alma lebih memilih bangkit dan mengabaikan uluran tangan lelaki itu.

"Dasar lelaki tidak tahu malu! Beraninya kamu menciumiku sembarangan seperti itu! Kamu merebut ciuman pertamaku, Tian!" Alma berniat menampar Bastian, tetapi lelaki itu menangkap tangan Alma dengan sigap. Bukan sentuhan kasar, Bastian memperlakukan tangan Alma dengan lembut.

Alma mencoba memberontak, tetapi usahanya sia-sia. Tenaganya tidak ada apa-apanya dibandingkan Bastian.

"Aku tidak ingin bermain denganmu sekarang, Alma. Mari kita tuntaskan masalah kita nanti malam di atas ranjang. Sekarang ikut aku!" Bastian menggenggam tangan Alma dan membawa wanita itu keluar dari kamar tanpa menunggu persetujuan. Gadis itu hanya bisa menurut, walau rasa kesal masih memenuhi rongga hatinya.

Dengan mahar uang sepuluh milyar, logam mulia seratus gram, sebuah mansion, dan lima buah mobil mewah, Alma resmi menjadi istri Bastian. Sayang sekali, tidak ada pancaran kebahagiaan dari mata Alma. Gadis itu hanya terdiam menahan tangis. Bahkan saat Bastian mengecup keningnya untuk pertama kali.

Hancur sudah mimpi Alma untuk memiliki sebuah pernikahan impian. Dia harus berakhir dengan menikahi musuh bebuyutannya, ditambah menyandang status istri kedua yang dia anggap sebagai aib.

"Alma, saya percaya kamu bisa menjadi istri Bastian yang baik. Dia sudah memilihmu, itu artinya kamu wanita yang dia cintai. Terima kasih sudah bersedia menikah dengan Bastian. Jangan sungkan untuk berbagi cerita padaku, Sayang. Mulai hari ini, saya mamamu juga," ucap ibu Bastian lembut sebelum meninggalkan mansion anaknya.

Jangan tanya bagaimana ekspresi papa Bastian. Lelaki itu tidak menunjukkan keramahan sedikit pun pada Alma. Membuat wanita itu merasa canggung. Sikap antipati dari ayah Bastian itu mengingatkan Alma pada Rosa, ini tirinya.

Malam harinya, lewat jam makan malam. Alma berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamarnya. Dia sudah pindah ke kamar utama sekarang, itu semua atas permintaan Bastian.

Kamar itu dihias dengan begitu indah layaknya kamar pengantin kebanyakan. Aroma wewangian menyapa Indra penciuman Alma, sedikit menenangkan. Walau sebenarnya dia sedang gelisah. Malam ini, apakah Bastian akan menuntut haknya?

"Permisi Nyonya ... ini Mbok, bolehkah Mbok masuk?" Suara Darmi dari balik daun pintu mengalihkan perhatian Alma.

"Masuk saja, Mbok. Pintunya tidak saya kunci." sahut Alma dari atas ranjangnya.

Sesaat kemudian pintu terbuka. Menampilkan wanita tua dengan sebuah nampan di tangannya. Di atas nampan itu terdapat satu gelas susu hangat seperti biasa.

"Belum tidur, Nyonya? Ah, saya lupa ... pasti Nyonya Muda sedang menunggu tuan muda Bastian kembali. Silakan diminum susunya." Mbok Darmi meletakkan susu hangat yang dia bawa ke atas nakas.

"Saya tidak sedang menunggu Bastian, Mbok. Hanya belum mengantuk saja. Terima kasih untuk susunya," ucap Alma sopan.

"Sama-sama, Nyonya. Apa perlu saya pijit supaya Nyonya bisa cepat tidur?" tawar wanita paruh baya itu.

"Tidak usah, Mbok. Terima kasih. Setelah minum susu, saya pasti akan tidur dengan nyenyak," tolak Alma halus.

"Baiklah. Kalau begitu saya pamit. Kalau butuh apa-apa, jangan ragu untuk memanggil saya. Permisi."

Mbok Darmi meninggalkan kamar Alma.

Wanita itu tersenyum menatap segelas susu hangat yang ada di depannya. Sesaat kemudian, Alma mengulurkan tangan, mengambil gelas itu, dan meneguk isinya perlahan sampai tandas.

Baru saja meletakkan gelas kosongnya ke atas nakas, Alma dikejutkan dengan pintu kamarnya yang kembali dibuka oleh seseorang.

"Seharusnya kamu mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke dalam kamar," protes Alma.

"Ini kamar kita, memangnya aku masih perlu melakukan itu?" Bastian terlihat santai saja. Dia melepas jasnya dan melempar asal. Kini jari jemari lelaki itu berjuang untuk melepaskan kancing kemeja yang dia pakai dari lubangnya.

"Apa yang kamu lakukan? Jangan buka baju sembarangan, Bastian!" Alma tampak histeris. Dia sibuk menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

Bastian tersenyum sambil mengerlingkan matanya ke arah Alma.

"Kamu ingat ini malam apa? Aku ingin meminta jatahku. Kamu sudah menjadi milikku, Alma." Bastian mengedipkan satu matanya genit.

"A-aku kan sudah bilang, jangan coba-coba menyentuhku. Aku tidak akan membiarkan kamu melakukan itu, Bastian!" ancam Alma sambil memundurkan tubuhnya. Berusaha menjauh dari jangkauan Bastian.

Lelaki itu membuang kemejanya asal. Membiarkan dada bidangnya terekspos begitu saja. Menampilkan pahatan yang indah di setiap sudut tubuh bagian atasnya itu. Alma yang tidak sengaja melihat pemandangan itu pun mengakui dalam hatinya kalau tubuh Bastian memang benar-benar indah.

Perlahan Bastian berjalan ke arah Alma. Sementara wanita itu sudah tidak bisa mundur lagi. Dia sudah ada di ujung kasur dan punggungnya menyentuh tembok. Bastian merangkak naik ke atas ranjang tanpa melepas sepatunya. Dia sekarang berhasil membuat Alma berada di bawah kungkungannya.

"Bagaimana kalau ... kita memulainya sekarang saja, Sayang?" Tatapan Bastian terlihat penuh hasrat. Alma hanya bisa memandangi wajah lelaki itu tanpa bisa mengatakan sepatah kata pun. Sekarang, apa yang harus dia lakukan?

Alma menelan ludahnya berkali-kali. Bohong kalau dia tidak gugup berada di bawah kungkungan Bastian. Bagian tubuh atas tanpa busana ditambah dengan aroma parfum maskulin yang menguar, bukankah itu senjata pria yang mematikan?

"Kamu menyerah begitu saja, Alma? Katamu kamu tidak akan membiarkan dirimu tersentuh olehku, tetapi apa yang terjadi sekarang? Kamu seakan rela aku jamah detik ini juga," ucap Bastian dengan ritme sedikit lambat, tepat di hadapan Alma. Jarak wajah mereka kurang dari lima senti. Membuat wanita itu bisa mencium aroma napas segar sang dominan.

Alma memang membenci Bastian, tetapi tubuhnya seolah sebaliknya. Hati kecilnya bahkan mendamba sentuhan dari pria bertubuh indah itu.

"Lepas! Berhenti melecehkanku, Bastian. Dasar lelaki mesum!" Alma mencoba mendorong dada Bastian agar tubuh lelaki itu menjauh darinya. Sayang, Bastian terlalu kuat untuk Alma. Dia tidak bergeser sedikit pun dari posisinya sekarang.

"Lihatlah, tanganmu bahkan nyaman memegang tubuhku. Berhentilah bersikap seolah kamu tidak menginginkanku, Alma." Bastian mendekatkan wajahnya dan mengikis jarak di antara mereka. Detak jantung Alma sepuluh kali lebih cepat dari biasanya.

Alma menyadari dimana letak kedua telapak tangannya sekarang. Dia segera menyingkirkan dua indra perabanya dari sana.

"Ja-jangan berlebihan. Aku tidak sengaja." Alma cepat-cepat membuang wajahnya ke arah lain. Tentu saja dia tidak ingin melihat ke arah Bastian. Karena mungkin sekarang wajah Alma sudah semerah tomat.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu bisa menyentuhnya sepuasmu. Bukankah aku juga sudah menjadi milikmu sekarang?" Bastian kembali menggoda.

Rasanya Alma ingin sekali meremas bibir Bastian yang selalu mengatakan kalimat yang tidak dia sukai. Tapi sayangnya dia tidak mampu melakukan itu. Sekarang tubuhnya bahkan terasa lemah di hadapan lelaki itu.

"Mesum! Aku tidak ak ..." Alma tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Bastian sudah membungkam mulut wanita itu dengan ciuman.

"Bibirmu manis, dan aku suka. Ah, aku mandi dulu, Sayang. Kita akan lanjutkan tahap selanjutnya nanti. Persiapkan dirimu, Cantik." Bastian mengecup singkat Bibir Alma sekali lagi sebelum akhirnya bangkit dari posisinya sekarang.

Alma hanya mematung. Sial! Tampaknya dia sudah menjilat ludahnya sendiri. Dia menikmati apa yang Bastian lakukan. Setelah ini, apa yang akan Bastian lakukan pada Alma?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status