Share

KAMU HANYA MILIKKU, BASTIAN!

"Sekarang jelaskan padaku, tentang siapa wanita itu," ucap ketus wanita yang kini duduk tidak jauh dari Bastian tersebut.

Raut wajah wanita itu tampak tidak senang setelah apa yang dia lihat. Dia membutuhkan penjelasan dari Bastian tentang siapa wanita yang ada bersamanya.

Sudah beberapa bulan belakangan ini Bastian mansion itu dan lebih banyak menghabiskan waktu di bangunan megah tersebut.

"Baiklah. Aku juga tidak suka basa-basi. Dia calon istriku. Seseorang yang akan mendampingi hidupku selain kamu," ucap Tian santai. Tidak terdeteksi sedikit pun rasa bersalah di sana.

"Apa? Calon istri katamu? Kamu sudah punya aku dan Angelina, Tian! Buat apa kamu berniat untuk menikah lagi? Aku tidak setuju!" Wanita itu terlihat sangat emosi.

Dia Sabrina, istri pertama Bastian. Wanita itu sangat menentang keputusan yang diambil oleh suaminya. Dia tidak akan membiarkan Bastian menikahi Alma.

"Aku tidak butuh restu darimu, Sabrina Sayang." Bastian terdengar meledek.

Lelaki itu tampak sangat percaya diri. Apa yang Sabrina ucapkan tidak membuat dia lantas berniat mengurungkan apa yang sudah menjadi keinginannya. Alma akan tetap menjadi pengantin Bastian.

"Aku sudah muak dengan sandiwara ini. Aku ingin menikah dengan seseorang yang benar-benar aku inginkan. Bukan hanya untuk status palsu. Jangan lupa, selama kita menikah aku tidak pernah menyentuhmu. Angelina juga bukan anakku. Jadi, kamu tidak memiliki hak untuk melarang aku untuk  menikah lagi." Bastian sengaja memberikan penekanan di kalimatnya yang terakhir.

Bibir Sabrina bergetar. Dia tidak menyangka Bastian akan mengungkit tentang siapa Angelina. Bocah berusia empat tahun itu memang bukan darah daging dari suaminya. Dia hamil dengan lelaki lain sebelum pernikahan antara dia dan Bastian terjadi.

Selama ini, dia memang hanya menjalani pernikahan bisnis dengan Sabrina. Bastian sengaja menerima perjodohan itu karena perusahaan milik keluarganya sudah di ambang kebangkrutan. Keluarga Sabrina menawarkan banyak keuntungan yang tidak bisa keluarganya tolak kala itu.

Bukan tanpa usaha. Bastian di awal sudah berniat untuk belajar mencintai Sabrina. Hanya saja, sebuah alat tes kehamilan dengan tanda positif yang dia temukan di dalam tas wanita itu mengubah niatnya. Ditambah lagi, dia juga mengetahui wanita seperti apa Sabrina itu.

"Lima tahun kita menikah, Bastian. Waktu yang cukup panjang untuk kamu belajar jatuh cinta padaku. Kenapa kamu terus saja menolakku? Kenapa kamu terus membangun benteng pertahanan yang tidak bisa aku tembus? Kenapa Bastian? Kenapa?" Tangis Sabrina pecah.

"Tidak usah drama, Sabrina! Menolak kamu bilang? Hahaha! Bukan aku yang menolak, Bri! Kamu yang tidak layak untuk aku cintai," Bastian mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Dia mengenang kembali masa-masa pahit itu. Masa dimana dia berusaha untuk jatuh cinta pada wanita itu.

Sabrina kali ini tidak sedang berpura-pura tentang apa yang dia ungkapkan. Di belakang lelaki itu, dia memang memiliki pria lain. Tapi siapa yang bisa berbohong soal perasaan? Sabrina sudah lama jatuh cinta pada sosok Bastian. Jauh sebelum perjodohan mereka terjadi.

"Aku pernah berniat untuk serius dengan pernikahan kita, Sabrina. Sayang sekali, hati kecilku menolak untuk memberikan cinta untukmu. Setidaknya, selama ini aku sudah melindungimu dengan tidak mengatakan pada keluarga kita, siapa sebenarnya Angelina. Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau aku sampai buka mulut? Hidupmu mungkin akan berakhir dalam penjara bawah tanah," ucap Bastian dingin.

Keluarga Sabrina termasuk dalam kategori keluarga yang menganut paham otoriter. Dia sudah diharuskan memiliki garis keturunan langsung dari Bastian. Kebohongan sekecil apapun yang anak-anak keluarga itu lakukan, akan mendapatkan hukuman. Tidak ada hak istimewa, semua diperlakukan sama.

"Tapi aku mencintaimu, Bastian. Selama lima tahun ini aku menantikan pengakuan darimu. Aku ingin bisa menyentuhmu seperti istri pada umumnya. Tidak adakah kesempatan itu untukku?" Sabrina masih terisak.

"Aku akui, aku memang salah soal Angelina. Kita bisa memulainya dari awal, Bastian. Aku dan kamu bisa memiliki anak kandung. Kita bisa hidup bahagia. Aku janji akan menjadi istri yang baik buat kamu. Beri aku kesempatan, kumohon ..." Sabrina memelas. Menjatuhkan harga dirinya untuk mendapatkan tempat di hati Bastian.

"Kamu tahu apa soal cinta, Sabrina? Kamu tidak pernah mencintaiku. Aku tahu, kamu hanya takut dicoret dari silsilah keluarga kalau sampai pernikahan kita gagal. Simpel saja, kamu hanya tinggal menerima pernikahanku dengan Alma, dan semua rahasiamu aman."

"Aku tegaskan, aku tidak akan bisa jatuh cinta padamu sampai kapanpun. Perasaan yang coba aku tanamkan untukmu sudah lama mati. Aku ingin bahagia bersama wanita pilihanku, Sabrina. Kamu tidak boleh egois," ungkap Bastian penuh penekanan.

Selama ini, lelaki itu bersikap santai. Tapi sebenarnya dia tidak sepenuhnya memberikan kebebasan pada Sabrina. Diam-diam dia menyuruh seseorang untuk mengawasi wanita yang berstatus istrinya itu selama lima tahun pernikahan mereka. Banyak sekali rahasia Sabrina yang Bastian ketahui.

"Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang mau dimadu, Bastian! Kamu milikku. Tidak ada satu wanita pun yang boleh mendapatkan kamu selain aku." Sabrina berusaha mendekap erat lengan kekar Bastian, tetapi lelaki itu langsung menepisnya.

Bastian menatap Sabrina dengan tatapan dingin. Sangat dingin.

"Apa kamu yakin bisa mendapatkan hatiku? Sabrina, berhentilah menjadi manusia toxic. Kamu bisa dengan bebas mendapatkan apa yang menjadi kesenanganmu, lalu kenapa aku tidak boleh melakukan itu? Jangan kamu pikir aku tidak tahu, apa yang kamu lakukan di belakangku."

Wajah Sabrina berubah pucat pasi. Dia menatap Bastian dengan tatapan penuh kecemasan. Apa yang Bastian ketahui tentang dirinya? Persetan dengan itu semua. Dia tetap harus menunjukkan pada Bastian kalau dia bukanlah wanita yang bisa diperlakukan seenaknya.

"Aku tidak tahu apa yang kamu ketahui tentang diriku. Kalau aku tidak bisa mendapatkan kamu, maka tidak ada seorang pun yang bisa mendapatkan kamu, Tian. Termasuk wanita itu!" Sabrina berusaha mengancam. Sebenarnya dia hanya sedang menyembunyikan ketakutan yang mendadak merajai hatinya.

Bastian tertawa kecil.

"Kamu sedang mengancamku? Jangan sampai kamu menyesal telah melakukan itu, Sabrina. Kamu tahu pasti, dengan siapa kamu sedang berhadapan sekarang." Bastian balik menyampaikan peringatan. Dia juga ingin Sabrina sadar kalau dirinya bukan lelaki yang bisa diremehkan.

Sabrina menatap Bastian sengit.

"Kita lihat saja nanti. Siapa yang hancur lebih dulu. Aku atau kamu. Kamu mungkin mengetahui kartuku, tetapi aku juga cukup paham dimana kelemahanmu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan. Wanita itu tidak akan pernah tenang selama aku masih ada di sisimu." Sabrina beranjak dari tempatnya duduk dan pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Bastian.

Lelaki itu tersenyum miring sambil menatap kepergian Sabrina.

"Aku tidak akan mundur, Sabrina. Aku akan pastikan, kamu yang hancur lebih dulu." Bastian menyeringai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status