Share

BASTIAN TAHU SEMUA

Suara gemericik air di kamar mandi membuat Alma gelisah. Bagaimana kalau Bastian benar-benar meminta haknya malam ini? Dia tidak menginginkan hal itu terjadi. Alma masih berada di rencana pertama, berpura-pura pasrah untuk mencari peluang kabur dari pernikahan mereka.

"Ayo berpikirlah, Alma. Kamu harus melakukan sesuatu supaya Bastian tidak menyentuhmu malam ini," gumamnya pelan.

Pura-pura tidur.

Hanya itu yang terpikirkan oleh Alma sekarang. Dia berharap Bastian tidak menyadari kalau dia sedang berakting. Wanita itu ingin mempertahankan diri. Bastian memang sudah merenggut ciuman pertamanya, tetapi tidak untuk mahkotanya yang berharga.

Alma mulai menutup mata. Sebisa mungkin dia berusaha untuk menenangkan diri. Memiringkan tubuh dan menutupi setengahnya dengan selimut. Dia ingin posisinya sekarang terlihat natural. Walau jujur sekarang jantung Alma seirama dentuman musik diskotik.

Beberapa menit berlalu, suara pintu kamar mandi dibuka terdengar. Bersamaan dengan itu, aroma sabun mandi menyebar hingga mengganggu indra penciuman Alma. Entah karena adegan beberapa saat yang lalu, atau otak Alma yang mulai terkontaminasi. Dia bisa membayangkan seperti apa penampilan Bastian sekarang.

Dalam bayangan wanita itu, Bastian begitu seksi dan menggoda. Alma mengutuk dirinya sendiri karena mulai mengagumi setiap pahatan yang ada di tubuh sang suami. Seandainya lelaki itu bukan Bastian, mungkin malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan bagi Alma.

Pria itu berjalan mendekat ke arah ranjang tempat Alma terbaring. Dia mendengar langkah Bastian dan tetap menjalankan misi berpura-pura tidurnya.

Bastian berjongkok tepat di hadapan Alma. Mengamati wanita yang terlihat tidur dengan damai itu dengan bibir mengulas senyum. Alma yang menyadari itu berharap Bastian tidak berada di sana dalam waktu lama. Bisa-bisa aktingnya terbongkar.

Saat lelaki itu mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi Alma, ponselnya berdering. Bastian segera berdiri dan mengambil ponselnya yang tadi dia letakkan di atas lemari kecil dekat pintu kamar mandi. Nama Sabrina tertera di sana.

"Ck, buat apa telepon? Dia berniat menggangguku? Sialan!" Lelaki itu lalu menekan tombol hijau untuk menerima panggilan dari istri pertamanya.

Bastian membawa ponselnya menuju ke balkon. Dia tidak ingin mengganggu tidur Alma. Dia tentu tidak tahu kalau wanita itu hanya sedang berpura-pura. Udara dingin langsung menyapa kulit Bastian yang belum terbalut pakaian. Dia hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuh satu-satunya.

"Ada apa? Langsung saja, aku tidak ingin basa-basi," sahut Bastian dengan suara tegas dan serius.

"Aku juga istrimu, Bastian. Bisakah kamu bersikap lembut sedikit? Lima tahun yang kita lewati benar-benar seperti bukan apa-apa bagimu," balas wanita itu di ujung sana.

Sabrina merendah. Dia tidak ingin bertengkar dengan Bastian. Lebih tepatnya itu trik Sabrina untuk menghindari pertengkaran.

"Sudah kubilang, aku tidak ingin basa-basi. Katakan apa tujuanmu meneleponku sekarang? Kamu tahu, bukan? Ini malam pengantinku dengan Alma."

"Justru itu. Aku tidak mau kamu melakukan itu dengan istri keduamu. Kalau kamu melakukannya dengan dia, kamu juga harus melakukannya denganku. Sabrina menyampaikan protesnya.

"Aturan dari mana? Lagipula peringatan darimu itu hanya sia-sia. Aku sudah melakukannya dengan Alma. Sekarang kami akan melanjutkan ronde kedua. Sudahlah. Jangan ganggu aku." Bastian memutus sambungan telepon itu sepihak. Dia tidak peduli bagaimana Sabrina bereaksi. Dia sengaja ingin membuat wanita itu kepanasan.

Bastian kembali masuk ke kamarnya. Dia melangkah ke arah lemari. Mengambil sepotong celana pendek dan memakainya tanpa dalaman. Itu kebiasaan Bastian saat akan tidur. Dia juga tidak pernah memakai baju. Setelah menaruh handuknya di jemuran khusus, Bastian melangkah menuju ranjang dan menyusul Alma.

Bastian menggeser tubuh Alma agar menghadap ke arahnya. Jantung wanita itu sekarang masih berdegup kencang. Tapi tetap saja, Alma menjaga totalitasnya dalam berakting. Lelaki itu kemudian mengecup kening Alma beberapa kali.

"Alma, aku tidak akan menyakitimu. Tujuanku membawamu pergi dari Rosa hanya agar kamu bisa hidup bahagia. Caraku memang salah, tetapi ini satu-satunya cara agar aku bisa memilikimu," ucap Bastian pelan sambil mengusap pipi sang istri.

Dalam hatinya Alma tertawa. Dia tidak mempercayai ucapan Bastian. Bisa saja sekarang lelaki itu mengetahui aktingnya. Begitu pikir Alma. Dia hanya yang kedua, dan posisi itu dianggap tidak menguntungkan bagi Alma.

Wanita itu bisa merasakan Bastian memeluk tubuhnya dengan erat. Membubuhkan kecupan lagi di puncak kepalanya beberapa kali sebelum dengkuran halus terdengar. Alma tidak menyangka kalau akan semudah itu Bastian tertidur.

Pagi harinya, Bastian yang sudah terlatih bangun cepat terbangun lebih dulu. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat pertama kali membuka mata. Tangan Alma melingkar di perutnya. Dengan sangat hati-hati, Bastian memindahkan tangan wanita itu dan bergegas turun dari ranjang.

Selesai bersiap, Bastian langsung menuju ke ruang makan untuk sarapan. Di sana sudah terhidang banyak makanan hasil olahan para koki yang dia pekerjakan.

"Selamat pagi, Tuan. Apa pagi ini Tuan ingin minum cappuccino seperti biasa?" Sudah menjadi kebiasaan dari Mbok Darmi untuk menghampiri tuannya saat lelaki itu datang ke ruang makan.

"Boleh. Buatkan seperti biasa. Hari ini, tolong masukkan lebih banyak gula," sahut Bastian tanpa menoleh ke arah Mbok Darmi. Lelaki itu tengah membaca beberapa e-mail penting dari karyawannya.

"Baik, Tuan." Mbok Darmi segera beranjak dari tempatnya semula. Berniat membuatkan cappucino yang Bastian inginkan.

"Tunggu dulu, Mbok." Sekarang Bastian meletakkan ponselnya ke atas meja makan dan memberikan seluruh perhatiannya kepada sang pembantu.

Mbok Darmi segera berbalik dan berjalan beberapa langkah. Membawa dirinya ke posisi semula. Beberapa Senti dari sang tuan.

"Tolong nanti arahkan Alma ke ruangan pakaian yang sudah aku siapkan untuknya. Siapkan sarapan untuknya, tanyakan apa yang dia inginkan. Dia suka minum teh melati tanpa gula di pagi hari. Siang dan sore tanyakan saja dulu, dia tidak selalu ingin. Tolong jangan biarkan Sabrina menemui Alma tanpa pengawasan. Nanti saya akan memperketat penjagaan di gerbang juga. Sabrina sangat tidak menyukai Alma. Ah ya, Alma alergi ikan laut. Tolong jangan berikan makanan apapun yang berbau ikan laut padanya." Bastian memang mengetahui banyak tentang Alma. Jadi dia ingin Mbok Darmi mengerti apa-apa yang boleh dan tidak boleh lakukan.

"Baik, Tuan. Saya mengerti." Mbok Darmi membungkukkan badan hormat.

"Satu lagi, saya nanti akan mengirimkan seseorang untuk mengantar ponsel baru untuk Alma. Saya mau Mbok Darmi yang menerima."

"Baik, Tuan. Ada lagi?"

"Tidak ada. Sekarang Mbok bisa pergi membuatkan cappucino untuk saya."

"Baik, Tuan. Permisi."

---

"Selamat pagi, Mbok. Maaf, saya bangun kesiangan. Kemana Tian? Saya tidak menemukan dia di kamar." Alma menarik kursi makan dengan hati-hati dan duduk di sana.

Dia belum mandi, tetapi sudah mencuci muka. Mbok Darmi terlihat sedang memotong beberapa sayuran.

"Selamat pagi, Nyonya. Tidak masalah, Nyonya bisa bangun kapan saja. Jam segini tuan muda sudah pergi ke kantor. Nyonya mau saya buatkan teh melati?"

"Boleh, tanpa gula ya, Mbok."

"Baik, Nyonya. Saya sudah tahu. Tadi sebelum pergi Tuan sempat mengatakan pada saya kalau biasanya Nyonya meminum teh melati tanpa gula di pagi hari. Luar biasa sekali, bukan? Tuan mengingat semua hal-hal kecil yang Nyonya sukai. Dia benar-benar mencintai Nyonya dengan tulus."

Alma sedikit tersentuh. Dia tidak menyangka kalau Bastian akan mengingat detail kecil tentang dirinya. Tapi tetap saja, dia tidak suka dengan cara Bastian yang nekad menjadikan dia sebagai istri kedua.

"Itu hanya kebetulan saja, Mbok. Oh ya, koper saya kenapa tidak ada di kamar? Mbok tahu kemana koper itu dipindahkan?" Alma yakin, semalam koper itu masih ada, tetapi saat dia bangun, kopernya sudah hilang dari tempat semula.

"Oh, koper. Itu, tadi pagi-pagi buta tuan muda memindahkan koper Nyonya ke ruang khusus pakaian untuk Nyonya. Nanti saya akan mengantarkan Nyonya ke sana. Apa ada lagi yang ingin ditanyakan, Nyonya?"

Alma tampak berpikir sejenak. Dia memiliki banyak pertanyaan, tetapi untuk hari pertama menikah dengan Bastian, dia hanya ingin mengetahui poin-poin penting saja.

"Itu, soal istri pertamanya Tian. Apa dia sering datang ke sini? Saya ingin berjaga-jaga saja kalau misalnya dia memang sering datang ke sini, Mbok."

Walaupun sekarang Alma istri sah Bastian juga, tetapi dia merasa tidak berhak untuk mengatur siapa saja yang boleh datang ke mansion tempat dia tinggal sekarang. Hanya saja, dia tidak ingin berurusan dengan wanita itu.

"Selama ini nyonya Sabrina tidak pernah datang ke sini, Nyonya. Kemarin itu pertama kalinya. Mereka lebih sering tinggal terpisah. Tuan Bastian di sini, dan nyonya Sabrina di rumahnya," cerita Mbok Darmi dengan nada serius.

"Tinggal terpisah? Mereka sering bertengkar, atau Bastian memang sudah bosan dengan istri pertamanya?" Alma penasaran.

"Tuan Bastian memang tidak menginginkan pernikahan dengan nyonya Sabrina. Mereka terlibat perjodohan bisnis. Tuan bilang, beliau tidak berhasil jatuh cinta pada nyonya Sabrina. Itu alasan utama tuan Bastian lebih sering menghabiskan waktunya sendirian di mansion ini, Nyonya."

Keterangan dari Mbok Darmi membuat pikiran Alma sedikit terbuka. Dia mengingat lagi kejadian semalam. Dimana Bastian memperlakukan dia dengan penuh kasih sayang. Apa mungkin Bastian jatuh cinta padanya? Sedetik kemudian dia menggeleng. Tidak. Tidak mungkin. Kalau Sabrina saja yang sudah lima tahun hidup bersamanya dan memberikan seorang anak tidak mampu membuat lelaki itu jatuh cinta, apalagi dia yang baru sehari menjadi istri Bastian.

"Aneh sekali. Mungkin bukan dia yang tidak bisa jatuh cinta pada Sabrina, tetapi Bastian sudah bosan pada wanita itu. Dia bahkan tidak mengelak saat aku mengatakan padanya tentang kemungkinan dia menikah tiga kali. Bastian memang berengsek, Mbok." Alma meluapkan emosinya. Dia masih mengingat dengan jelas bagaimana Bastian bersikap menyebalkan hari itu.

"Ya Tuhan, Nyonya ... tidak baik mengumpat suami sendiri. Tuan Bastian sangat mencintai Nyonya. Itulah mengapa beliau memilih Nyonya Alma sebagai istri keduanya. Saya yakin, tidak akan ada pernikahan ketiga. Kalau kemungkinan beliau menjadikan Nyonya sebagai istri satu-satunya, itu baru sangat mungkin."

Alma tertawa kecil saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh Mbok Darmi.

"Ahahaha, sudahlah Mbok, jangan menghibur saya. Saya sudah siap menjadi pihak yang dinomorduakan. Sebaiknya sekarang Mbok bantu saya membuat teh. Saya belum hapal ruangan dan tata letak di rumah ini."

"Tidak usah, Nyonya. Biar saya yang siapkan. Nyonya mau sarapan apa? Biar saya memasakkan sesuatu buat Nyonya."

"Apa saya tidak bisa memasak makanan saya sendiri?"

"Nyonya tidak diizinkan oleh tuan Bastian melakukan pekerjaan rumah. Masak itu merupakan pekerjaan saya, Nyonya. Katakan saja, Nyonya ingin makan apa dan silakan duduk menunggu," ucap Mbok Darmi sopan.

Alma tahu mengapa dia tidak diizinkan melakukan pekerjaan rumah di bangunan besar itu. Selain Alma belum paham setiap sudut ruangan yang ada di sana, mansion Bastian diisi dengan barang-barang mewah. Mungkin saja lelaki itu hanya tidak ingin Alma merusak perabot mahalnya.

"Baiklah, kalau begitu saya ingin makan telur mata sapi sama sambal kecap."

"Serius? Maksud saya, di sini banyak sekali bahan makanan yang mewah. Nyonya yakin hanya memesan telur ceplok dan sambal kecap?" Mbok Darmi terheran-heran.

Dia majikannya. Istri dari tuan muda tempatnya bergantung hidup selama ini. Tapi Alma hanya memesan telur ceplok dan sambal kecap sebagai menu sarapan?

"Saya sudah terbiasa dengan itu, Mbok. Saya makan dengan lauk telur ceplok saja sudah mewah."

"Tapi ... ."

"Mbok mau masakin saya, atau saya masak sendiri?". Alma justru mengajukan pertanyaan.

"Biar saya yang memasak, Nyonya. Tunggu sebentar." Mbok Darmi berbalik dan melangkah menuju ke dapur.

"Jangan lupa teh melati saya, Mbok."

"Baik, Nyonya."

---

Mata Alma terbelalak saat dia dan mbok Darmi tiba di sebuah ruangan yang berada di bagian paling ujung. Berada di antara dua ruangan setelah kamarnya dan Bastian.

Mbok Darmi bilang, itu ruangan khusus tempat Bastian menaruh pakaian dan aksesoris yang akan digunakan oleh Alma. Bukan masalah ruangannya, tetapi tentang berapa banyak barang yang ada di ruangan tersebut.

Di ruangan yang luasnya hampir dua kali dari kamarnya itu berjejer banyak lemari kaca. Dari setiap lemari kaca itu berisi barang-barang bermerk. Baik baju, tas, sepatu, dan keperluan wanita yang lainnya. Walaupun Alma bukan tipe orang yang suka membeli barang mewah, tetapi dia bisa melihat kalau brand semua barang yang dibelikan oleh Bastian bukan murahan.

"Mbok, ini beneran buat saya? Mbok pasti salah. Bastian mau buka toko mungkin. Ini terlalu banyak kalau digunakan untuk pemakaian pribadi."

"Ini tidak salah, Nyonya. Tuan memang membeli semua ini khusus buat Nyonya. Dia ingin memastikan kalau Nyonya mendapatkan pelayanan yang terbaik. Termasuk semua barang mewah ini. Nyonya jangan khawatir, semua barang ini tidak membuat tuan Bastian menjadi miskin."

"Saya tahu, Bastian memang kaya, Mbok. Tapi ini semua pemborosan. Saya biasa memakai pakaian, sepatu, dan aksesoris dibawah seratus ribuan."

"Kalau begitu, Nyonya mulai sekarang harus membiasakan diri mengenakan pakaian dan segala macamnya yang bermerek. Tuan siap memberikan semuanya pada Nyonya."

"Apa Sabrina juga mendapatkan semua ini, Mbok?"

Tidak tahu apa tujuannya, tetapi Alma ingin mengetahui dengan pasti, bagaimana cara Bastian memperlakukan Sabrina.

"Tidak, Nyonya. Biasanya nyonya Sabrina belanja sendiri. Dia tidak suka barang-barang pilihan tuan Bastian. Waktu itu, tuan Bastian memberikan barang-barang yang dia beli pada saya karena nyonya Sabrina tidak menyukai modelnya."

"Kalian di sini rupanya, saya mencari-cari keberadaan kalian. Apa kabar Alma?"

Alma dan Mbok Darmi sedikit tersentak. Lalu mereka berdua serempak menoleh ke arah si pemilik suara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status