Marni lari dari dalam rumahnya ketika mendengar suara mobil memasuki pekarangannya. Tak lama kemudian, Ayana keluar dari mobil diikuti David dan Riko.
"David!" panggil Marni berlari ke arah anak itu."Bu," kata David sambil memeluk Marni.Marni memeluk anak itu erat-erat. Marni menangis, dia sangat merindukan David. Padahal David bukan anak kandungnya."Dari mana saja kamu, Nak? Tiap kali Riko pulang dan mama nanyain kamu.. Riko selalu bilang kamu numpang di rumah teman karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan," kata Marni menirukan apa yang Riko ceritakan padanya."Iya bu, apa yang dikatakan Riko memang benar," jawab David membuka pelukannya.“Tapi lama-lama, sampai – sampai ibu kangen banget sama saya,” kata Marni sambil mengelus pipi David."David juga merindukan ibu," jawab David sambil tersenyum pada sang ibu.Saat Marni mengalihkan pandangannya ke Riko. Tatapan Marni tertuju pada Ayna yang berdiri di samping Riko dan tersenyum padanya."Siapa dia, Nak?" tanya Marni kepada David."Dia Ayna, dia teman David, Bu," jawab David sambil membalikkan tubuhnya menghadap Ayna."Ayna, Bu, aku teman David juga Riko," kata Ayna memperkenalkan diri. Ayna meraih tangan Marni dan menciumnya dengan hormat."Kamu sangat cantik, Nak, juga begitu sopan!" puji Marni.Ayna menunduk dan tersenyum malu mendengar pujian Marni."Benar, Ayna begitu cantik dan baik hati. Namun, tidak ada cara lain untuk memasuki kehidupan mereka selain melalui Ayna," kata David dalam hati.“Masuklah nak, maaf kalau rumah ibu kurang nyaman,” kata Marni menggandeng tangan Ayna dan menuntunnya masuk ke dalam rumahnya."Tidak bu, Ayna merasa nyaman di rumah," jawab Ayna jujur.Rumah Marni sederhana. Namun, terlihat sangat rapi. Bagian depan rumah juga sangat sejuk dengan pohon rambutan, lengkeng, jeruk dan manggaDi dekat teras juga terdapat buah anggur Brazil dan juga berbagai macam bunga yang cantik. Salah satu bunga yang menarik perhatian Ayna adalah bunga wijaya kusuma yang masih kuncup.“Silakan duduk, Nak,” kata Marni mempersilakan Ayna duduk di sofa sederhana di ruang tamu.“Terima kasih, Ma,” kata Ayna merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan Marni padanya."Baiklah nak, tunggu sebentar ... ibu, biarkan aku membuatkanmu minum dulu."Marni beranjak dari tempatnya meninggalkan kamar menuju dapur. David yang baru masuk ke dalam rumah duduk di sofa tepat di depan Ayna. Sementara Riko membawa ransel David ke kamar."Terkejut, mengapa rumah ibu begitu kecil?" tanya David saat melihat Ayna yang sedang melihat ke setiap sudut ruangan."Sederhana, tapi aku suka, rumah ini sangat nyaman," jawab Ayna jujur. Ayna tersenyum menatap David.“Syukurlah, kalau nanti orang tuamu tidak menerimaku, kamu akan nyaman tinggal di rumah ini bersama ibuku,” kata David."Tentu saja, ibumu baik, aku menyukainya, aku sangat nyaman dengannya," jawab Ayna menatap David sambil tersenyum.Tak lama kemudian, Marni kembali ke kamar dengan nampan berisi 4 cangkir teh hangat.“Silahkan diminum, maaf ini hanya teh hangat” kata Marni sambil meletakkan cangkir di atas meja di depan Ayna.“Terimakasih bu, ini saja sudah lebih dari cukup” jawab Ayna dengan senyum sopan.“Kamu baik sekali Ay, sama sekali berbeda dengan ibumu,” kata David bermonolog dalam hati.David menatap gadis di depannya. Ada rasa bersalah jika memanfaatkan Ayna untuk membalas perbuatan Dara. Namun, David tidak punya pilihan lain.“Vid,” panggil Marni untuk membangunkan sang anak."Iya ma'am," jawab David sambil mengangkat wajahnya untuk melihat ibunya."Apa yang kamu lakukan, Nak? Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Marni dengan tatapan bertanya."Ada yang mengganggu pikiran David, Ma," jawab David sambil melirik Ayna.“Kalau tidak keberatan, ibu siap menjadi pendengar,” kata Marni serius."Terima kasih, Bu," kata David sambil tersenyum pada ibunya."Sama nak," jawab Marni sambil mengelus kepala David."Bu, ke dapur dulu, ibu belum masak untuk makan siang," Marni berpamitan dan David mengangguk."Bisakah Ay membantu ibu?" tanya Ayna menatap Marni penuh harap.“Jangan khawatir nak, ibu tidak mau menyusahkanmu,” jawab Marni."Tidak Bu, sama sekali tidak!" jawab Ayna mencoba membujuk Marni.Ayna tidak suka Marni jika membiarkan Marni memasak sendiri. Sementara dia malah bersantai di kamar. Meskipun dia memang tamu."Ya, jika kamu memaksanya, ibu tidak bisa menolak!" kata Marni tegas."Terima kasih bu," kata Ayna dengan senyum manisnya. Marni hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi perkataan Ayna.Ayna mengikuti langkah kaki Marni menuju dapur. Sedangkan David menatap kepergian dan ibunya hingga tak terlihat lagi.David terdiam dengan tatapan kosong. David teringat pertama kali gundik ayahnya datang ke rumah dan membuat ibunya menangis histeris.Kala itu, empat belas tahun yang lalu.Masih tersimpan kuat dalam benak David, semua peristiwa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu, David masih berusia 7 tahun. Saat itu menyaksikan ibu dan ayahnya bertengkar. Anak itu bisa melihat betapa teganya sang ayah menyakiti ibunya hanya demi wanita pezinanya."Kamu...kamu perempuan tidak punya harga diri," kata sang ibu penuh emosi. Matanya menatap tajam pada wanita selingkuhan ayahnya. Namun, wanita itu justru tersenyum merendahkan pada ibunya."Kamu seharusnya tidak pernah mengatakan bahwa Dara tidak memiliki harga diri!" Ayah David membentak ibunya.Hanum menyipitkan mata ke arah suaminya. Hatinya begitu hancur, dadanya berdenyut sakit ketika suaminya membela perselingkuhannya lebih dari dirinya yang merupakan istri sahnya.Dara semakin merasa di atas langit saat Adijaya membelanya. Dara melangkah ke depan Hanum dan tersenyum penuh kemenangan."Kamu harusnya tahu kenapa Mas Adi selingkuh?!" Kata Dara mengangkat salah satu bibirnya."Apa maksudmu?" tanya Hanum lagi pada Dara."Karena kamu tidak tahu! Baiklah, aku akan memberitahumu!" kata Dara dengan angkuh."Kamu harus sadar diri. Kamu selalu mengabaikan Mas Adi dan lebih peduli pada anakmu!" kata Dara menatap Hanum yang terdiam mencerna perkataannya."Kamu jangan bohong! Meskipun aku mengutamakan anakku, aku tidak pernah mengabaikan Mas Adi! Dengar! jangan menutupi kebusukanmu dengan alasan lain seperti kamu tidak bersalah!" Hanum tidak terima."Siapa yang punya alasan? Itu yang Mas Adi bilang ke saya!" kata Dara, "sebagai sekretarisnya dan selalu mendengarkan semua keluh kesahnya... Tentu saya selalu menghibur Mas Adi sampai Mas Adi merasa nyaman dengan saya," lanjut Dara tak mau disalahkan.Hanum menggeleng tak percaya saat mendengar apa yang dikatakan Dara padanya."Benarkah yang dikatakannya, Mas?" tanya Hanum menatap Adijaya yang terdiam."Aku mengatakan semua itu pada Dara karena aku tidak mencintaimu lagi! Aku mencintai Dara! Dan hati ini sepenuhnya untuknya! Bukan kamu lagi! Bahkan anak kita pun tidak!" jawab Adijaya.Hanum terisak mendengar jawaban suaminya. Tubuh Hanum merosot ke lantai dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir di wajah cantiknya."Sayang, Aa pulang dulu ya, Riko udah balik," pamit David menghampiri Ayna."Iya, A," balas Ayna. David mengusap lembut kepala sang istri dan mencium puncak kepala Ayna dengan penuh cinta sebelum meninggalkan istrinya. "Nis, aku titip Ayna ya," kata David."Iya," balas Nisa. "Kmau gak balik?" tanya Nisa saat David akan melangkah pergi."Balik kok, aku akan tidur di sini," jawab David. Nisa mengangguk mendengar ucapan David.Setelah David pergi, Nisa masuk ke kamar menemani Ayna. "Ay, apa David sudah tahu kalau kamu mengandung anaknya?" tanya Nisa."Sudah," jawab Ayna. "Memangnya kenapa, Nis?" tanya Ayna."Gak apa, semoga kalian selalu bahagia, jangan kabur - kabur lagi, kasihan David," kata Nisa menasehati sahabatnya."Iya," balas Ayna.***"Kamu darimana saja, Nak?" tanya Marni saat melihat kedua anaknya baru pulang."Dari rumah Nisa, Bu," jawab Riko."Siapa Nisa?" tanya Marni."Temen Ayna, Bu," jawab David."Ngapain kamu ke rumah temen Ayna?" tanya Marni."Ayna ada di sana," jawab
"Apaan sih?" tanya Nisa merasa kesal pada sahabatnya. "Emangnya ada apa? aku salah ya ngomongnya?" tanya Adel."Iya," jawab Nisa."Kamu aja yang terlalu sensitif, Nis, siapa tahu beneran Rayhan menemukan cinta sejati, meski bukan kamu kan bisa saja, Lisa mungkin," kata Adel menoleh pada Lisa. Nisa pun terdiam, dia membuang nafas panjang."Kenapaaku selalu pengen marah - marah setiap bertemu dengan Rayhan," kata Nisa memijat pelipisnya. "Kamu terlalu menanggapi Rayhan, karena itu kamu merasa tertekan dan membuat kamu emosi setiap kali bertemu dengannya," kata David."Mungkin, entahlah, aku sendiri tidak faham," balas Nisa."Silahkan," ucap Rayhan meletakkan pesanan mereka di atas meja."Terima kasih," ucap David."Sama - sama," balas Rayhan."Ray, Abang tunggu kamu di ruangan Abang," kata Azlan membuat semua yang berada di meja itu menoleh ke arah pria tampan idaman setiap wanita itu."Tampan sekali, pantas saja Nisa jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Riko tanpa sadar membuat
Tak berselang lama, David dan Ayna keluar dari kamar menghampiri mereka. "Kalian kenapa?" tanya Ayna dengan polosnya."Haish! Kami nungguin kamu sampai lemes, Ay," jawab Adel."Maaf, ibu hamil lagi sensitif banget," kata David."Kok bisa?" tanya Nisa karena selama tinggal dengan dia Ayna tidak pernah aneh - aneh."Gak tahu, istriku takut jika ada wanita yang deketin aku, dia bilang katanya dia tidak menarik lagi, padahal menurut aku, dia lebih memesona saat berbadan dua seperti ini," kata David."Iya sih, kamu lebih cantik sekarang lho, Ay," kata Nisa setuju dengan apa yang David katakan."Kamu jangan bohong deh, Ay," kata Ayna."Gak kok, serius, kamu cantik!" balas Nisa, "dan kamu David, sepertinya kamu jangan deket - deket sama wanita manapun kecuali kita, karena Ayna bisa cemburu kalau kamu deket sama yang lain, meski yang lain tidak cantik tetap saja itu sakit," kata Nisa."Iya, Kalian memang selalu kompak," balas David membuang nafas kasar."Berangkat yuk, sudah laper banget ini,
"Laper," kata Ayna."Tu Nisa suruh beli makanan di cafe Bang Azlan, biar ketemu abang ganteng lagi," kata Adel."Kamu jangan ngomporin deh, Del, kasihan Nisa tahu, dia tu sudah dikejar - kejar sama adiknya dah gitu kamu suruh sama abangnya," sahut Lisa.'Habisnya gimana ya, aku juga lebih setuju kalau Nisa sama abangnya," balas Adel."Tapi bagaimana dengan Rayhan?" tanya Ayna."Maksud kamu apa, Sayang?" tanya David." Maksud Ay, bagaimana kalau Rayhan tudak terima Nisa sama Bang Azlan, pasti urusannya akan semakin rumit, A," jawab Ayna."Biarkan saja, lagipula dia pria yang menyebalkan," sahut Nisa tidak peduli."Kamu tenang saja, Ay, nanti aku akan berusaha menjadi obat buat Rayhan," sahut Lisa."Ah, serius kamu, kamu mau sama Rayhan?" tanya Ayna."Memangnya kenapa? Apa salah jika aku suka sama dia?" tanya Lisa menatap semua orang."Jadi kamu punya rasa gitu sama dia?" tanya Adel tidak percaya. "Entahlah, meski menyebalkan aku sedikit tertarik sama dia, lagian kalian semua sudah pu
Ayna mengerjabkan mata begitu juga dengan David saat mereka mendengar suara dari luar kamar."Sepertinya Nisa, Adel dan Lisa sudah pulang, A," kata Ayna."Sepertinya iya, kayaknya Riko juga ikut ke sini," balas David beranjak dari tempatnya. David dan Ayna keluar dari kamar menuju ke ruangan tempat Nisa dan yang lainnya berada."Yang dijagain sama suami, pules banget tidurnya," kata Adel menggoda Ayna."Apaan sih, Del?" tanya Ayna pura - pura tidak mengerti. "Del, kek nya kamu juga sudah gak sabar ingin nikah, ya?" tanya Lisa."Eh, apaan sih, gak kok!" jawab Adel mengelak."Siapa sih yang mau sama dia?" tanya Nisa, "cewek setengah cowok," lanjut Nisa. "Aku mau kalau Adel juga mau sama aku," sahut Riko. "Ha, apa? aku gak dengar!" tanya David."Aku serius, Vid, jika Adel mau aku gak bakal nolak walau dia minta aku untuk ke rumah orang tuanya sekarang juga," kata Riko tanpa pikir panjang."Kamu serius?" tanya David. "Iya," jawab Riko."Eh, wajah kamu kenapa, Del, kepanasan ya?" tanya
"Ay," gumam David berjalan mendekati sang istri yang masih terlelap. David mengusap puncak kepala Ayna hingga membuat Ayna terganggu dan mengerjabkan mata."Apa sih, Nis?" tanya Ayna belum sadar jika itu adalah sang suami."Apa kamu sedang sakit, Sayang?" tanya David membuat Ayna membuka mata lebar - lebar."Aa, darimana Aa tahu aku tinggal di sini?" tanya Ayna."Nisa yang membawaku ke sini," jawab David jujur."Kamu kenapa pergi dari rumah, Sayang? Kamu tahu tidak Aa sangat mengkhawatirkan kamu!" kata David duduk di samping sang istri."Maaf, Mas, Ay-""Lupakan masa lalu, Ay, kita harus membuka lembaran baru," kata David memotong ucapan Ayna. Ayna terdiam mendengar ucapan sang suami. Dasa bersalah masih memenuhi hatinya. Namun, dia tidak bisa memungkiri dirinya jika ia juga ingin selalu berada di samping suaminya. "Ay, apa kamu tidak rindu sama aku?" tanya David menatap sang istri dengan penuh rindu. "Tentu saja aku sangat merindukan kamu, A," jawab Ayna menatap dalam wajah tampan