Share

06. Shame

Author: Urbaby
last update Last Updated: 2025-07-15 21:08:28

"Kenapa kau membiarkannya pergi, Tuan?"

Andreas sang tangan kanan mengeluarkan argumennya yang sejak tadi ditahan. Dia tahu betul kalau Skylar sengaja datang malam ini tentu saja untuk menangkap dan menghancurkan wanita itu. Tetapi sekarang, kenapa malah dia melepaskan wanita itu untuk kembali melenggang pergi secara cuma-cuma.

Sejak Starla diusir dengan kasar oleh beberapa penjaga klub malam, keadaan kembali normal. Musik kembali berdentam, keremangan lampu kembali menambah panas suasana malam ini. Orang-orang kembali turun ke lantai dansa, menari sepuas mereka. Minum-minuman kembali tersaji, dan para wanita-wanita malam kembali menunjukkan pesona mereka. Sedangkan para lelaki hidung belang kini mulai beraksi, mencari kesenangan yang bisa memberinya kenikmatan.

Tetapi berbeda dengan Skylar, pria itu kini hanya bisa berdiam diri dengan satu gelas berisi cairan kekuningan menemani malamnya. Pikirannya masih tertuju ke kejadian tadi, kepada wanita yang dengan berani-berani telah menantangnya. Ia membencinya, ia ingin membunuhnya dengan tangannya sendiri.

"Tuan ...."

"Jangan ganggu aku, Andreas," sela Skylar tak mau diganggu.

Andreas tahu betul tabiat Skylar, kalau sudah seperti ini dia tidak boleh diganggu. Atau kalau nekat, maka nyawanya akan melayang. Oleh karena itu, dia berdiri dari tempatnya, menjauh dan hanya mengamati dari jauh, membiarkan Skylar sendiri dan menenangkan diri.

Kenapa dia membiarkan wanita itu pergi? Pertanyaan itu memang tumpang tindih di kepala Skylar, dia tidak tahu kenapa setelah mengupayakan banyak hal agar malam ini berjalan lancar dan setelah wanita itu sudah berjarak cukup dekat dia malah melepaskannya. Tetapi, setelah mendengar nama Gabriella disebut oleh wanita itu, kemarahan seketika menggelegak dari dalam dirinya. Dan dia tidak akan tahu bagaimana nasib wanita itu di tangannya kalau dia biarkan wanita itu terus berada di sekitarnya. Kemungkinan ajal wanita akan datang lebih cepat menghampiri dengan tangan Skylar.

Skylar berdiri dari tempatnya dengan cepat, melempar gelas dalam genggamannya ke lantai menimbulkan bunyi yang cukup memekakkan telinga. Tetapi kali ini tidak menjadi perhatian, karena Skylar memilih ruangan VIP untuk menenangkan diri kali ini.

"Siapkan mobil, Andreas. Tempat ini tidak bisa lagi memberikan penghiburan," hardik Skylar dengan suara keras sebelum melangkah lebih dulu diikuti Andreas dan beberapa bodyguard di belakangnya.

****

Setelah dipermalukan sedemikian rupa dan mendapatkan pengusiran yang begitu kejam, kini Starla hanya bisa berdiam diri dan meratapi nasibnya di pinggir jalan. Air mata yang sejak tadi mengalir tak juga reda dan semakin meluruh membasahi pipinya. Dia tidak tahu kenapa semesta sangat suka mempermainkan dirinya, hidupnya tidak pernah mendapat ketenangan lagi.

Rentetan-rentetan kejadian yang silih berganti semenjak kematian Arlan. Hidupnya tidak akan pernah lagi sama, dia sendirian, tidak ada lagi yang menjaganya, Arlan sudah pergi meninggalkannya seorang diri penuh penderitaan. Terkadang dia berpikir apa kesalahannya dan Arlan sehingga Tuhan mengujinya sekeras ini, kalau tahu begini kenapa Arlan tidak membawanya pergi bersamanya dan malah meninggalkannya dan membuatnya sendirian di dunia yang begitu kejam ini.

Di tengah-tengah kesedihan yang menderanya, sebuah lampu sorot dari mobil yang tak jauh darinya mengganggunya. Starla mendongak, dan mendapati mobil itu sedikit melambat dan setelah tepat di dekatnya, mobil yang tak dikenalnya itu berhenti tepat di sampingnya.

Perasaan was-was kembali menderanya, apa lagi kali ini? siapa gerangan pemilik mobil yang berhenti di sampingnya. Seketika pikiran tentang pria brengsek itu kembali, apa pria itu belum puas menyakiti dan mempermalukannya ? Sehingga kini dia disusul. Oh Tuhan, Starla mulai ketakutan dengan sesuatu buruk yang bisa saja menimpanya.

Baru saja Starla mengambil ancang-ancang untuk berlari, untuk menghindari sesuatu buruk yang bisa terjadi. Namun, seseorang yang baru turun dari mobil yang cukup dikenalnya itu menggagalkan niatan Starla untuk berlari.

"Mr. Xander," seru Starla dengan ekspresi kaget luar biasa.

"Oh Tuhan! Ternyata kau benar-benar Starla, aku pikir salah orang," ucap Xander berjalan menghampiri wanita itu dengan luar biasa lega.

Starla berusaha menyeka air matanya, menyembunyikan kesedihannya dari Xander.

"Sedang apa di sini?" Mata Xander mengamati tubuh Starla dari atas sampai bawah, dan kedua alisnya mengernyit saat mendapati tampilan Starla yang tidak biasanya. "Dan apa ini ...." ucapnya tidak melanjutkan kalimatnya, merasa kurang sopan mengamati keadaan wanita di depannya yang jauh dari kata baik.

Dengan wajah sembab, seperti habis menangis. Rambut yang sedikit acak-acakan, serta pakaian yang luar biasa seksi, sesuatu yang jauh dari style Starla selama ini. Pertanyaan seketika mengganggu Xander, sedang apa wanita ini di sini dengan pakaian dan tampilan seperti itu?

Starla tentu saja merasa kurang nyaman mendapati tatapan seintens itu. Dia berusaha memperbaiki tatanan rambutnya, menunduk mengamati tampilannya dan menyadari kalau dia belum berganti pakaian. Karena pengusiran itu, dia tidak sempat berganti baju sebelum meninggalkan tempat terkutuk itu.

Kini Starla merasa luar biasa malu kepada Xander. Pria itu pasti sudah berpikiran yang tidak-tidak tentangnya kali ini. Bosnya di perusahaan itu pasti sudah memikirkan kalau dia bukan wanita baik seperti tampilannya selama ini.

"Kau dari mana, Star?" tanya Xander dengan nada menuntut.

Starla tak jua menjawab pertanyaan Xander, dia hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan raut wajah memalukannya. Dia terus berusaha menarik turun rok sebatas pahanya, namun berakhir sia-sia. Dia tetap terbuka di depan Xander dan itu sungguh memalukan.

"Jawab aku, Star!" tuntut Xander kali ini dengan nada yang sedikit tinggi.

"Aku ... aku ...."

Starla hanya bisa terbata-bata dan sama sekali tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia tidak tahu apakah ia harus jujur atau bagaimana? Tetapi bagaimana mungkin dia mengatakan permasalahan hidupnya pada bosnya tersebut. Meskipun Starla sudah beberapa kali membawa Xander untuk mengunjungi makam Arlan, tetapi hanya sebatas itu. Starla belum pernah membeberkan sebab dan kenapa Arlan bisa meninggal. Alasannya, karena Starla tidak ingin ada yang tahu permasalahan hidup dan keluarganya.

Dan, Starla juga sangat bersyukur karena Xander juga tidak pernah bertanya, pria itu sangat menghargai privasi hidupnya. Tetapi sekarang ... saat pria itu bertanya, entah kenapa Starla tidak bisa menjawabnya.

"Aku tidak bisa menjawabnya, Mr. Maaf ... ini adalah privasiku," putus Starla kemudian.

Hening. Keduanya hanya terpenjara dalam keheningan. Xander hanya bisa menatap Starla dengan tatapan sendu dan tidak tahu harus melakukan apalagi terhadap wanita di depannya ini. Sudah beberapa kali Xander mencoba mendekatinya, tetapi wanita tersebut seakan memasang tembok yang sangat tinggi dan begitu sukar untuk diruntuhkan.

"Baiklah, tidak apa-apa kalau kau tidak ingin mengatakannya. Aku menghargai privasi seperti katamu itu," lirih Xander. Kemudian tanpa banyak kata dia melepas jasnya dan menyampirkan ke tubuh Starla yang terlihat kedinginan dengan pakaian terbuka di malam hari.

Starla mendongak, matanya kembali berkaca-kaca mendapati perlakuan Xander. Pria itu sangat lembut dan begitu perhatian dan sangat mengerti keadaannya. Pria itu tidak pernah memaksa, dan membiarkan hubungan mereka mengalir apa adanya.

"Ayo pulang! Biar aku yang mengantarmu," ajak Xander dan menuntun Starla memasuki mobilnya. Setelah itu, Xander melajukan mobilnya menembus malam untuk mengantar Starla ke apartemen kecilnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Membara Tuan Muda   77. Thank You

    Jika Skylar pernah berkata, tak ada satu pun hal lain yang diinginkannya selain kesengsaraan dan kematian seorang Starla, maka hari ini, tepat setelah dia menyaksikan sendiri jemari pucat itu bergerak bersamaan dengan sepasang kelopak mata yang perlahan terbuka, Skylar menyadari bahwa dia tak pernah bersungguh-sungguh menginginkan hal itu terjadi. Pria itu menginginkan kehidupan Starla. Ia ingin wanita itu menemaninya untuk hidup bersama.Tak heran jika selama dua minggu terakhir. Sederet doa tak pernah luput dari ucapannya setiap kali dia mengajak wanita itu untuk berkomunikasi, meskipun rasa putus asa itu berkali-kali mengguncang keteguhannya untuk tetap menunggu ketika dokter sering kali berkata bahwa kecil kemungkinan untuk wanita itu kembali hidup.Ya, dia tentu menyadari kenyataan tersebut jauh dari hari-hari sebelumnya. Starla kehilangan banyak darah akibat dua buah peluru yang mengikis organ penting dalam tubuhnya. Wajar jika Skylar selalu menunggu dalam perasaan luar biasa kh

  • Dendam Membara Tuan Muda   76. She Is Mine

    Hampir semua orang yang mengenal Skylar tahu dan pernah berkata bahwa pria itu termasuk tipikal pria yang memiliki semangat kerja yang kuat. Skylar pekerja keras yang hanya mementingkan kesibukannya sebagai atasan di sebuah perusahaan. Dan hal itu tentu sudah berada jauh di luar kepala Xander. Ya, sebagai seorang sahabat, yang bahkan pernah menganggapnya layaknya saudara, Xander tentu tahu, Skylar bukanlah atasan gegabah yang menyia-nyiakan pertemuan penting—bahkan ini sangat penting yang membuatnya turut serta hadir, jika tidak terjadi sesuatu yang mampu memaksa pria itu beralih dari urusan bisnisnya.Sejak awal pertemuan berlangsung, Xander membiarkan pikirannya menerka-nerka apa yang telah terjadi, berusaha menemukan jawaban apa pun agar dapat menenangkan hatinya yang sejak tadi menjeritkan nama Starla tanpa henti. Namun, jawaban yang ia dapatkan justru membuat keresahan yang dirasakannya kian menyulut. Dan segala pikiran buruk yang sempat mengisi kepalanya kini benar-benar terjadi

  • Dendam Membara Tuan Muda   75. Selfish

    "Biarkan aku bersamanya."Tepat setelah titah itu mengalir, sang wanita itu akhirnya beranjak pergi. Meninggalkan Skylar yang bergelung bersama eratnya cekaman situasi yang kini membelenggu paru-parunya, nyaris membuatnya tak mampu menghela udara dengan baik.Tatapan pria itu terus tertuju pada sosok wanita yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien. Rentetan suara alat medis yang dicernanya berhasil membuatnya berubah kaku di tengah-tengah dinginnya ruangan. Namun, Skylar berusaha bersikap tenang meskipun ia sendiri tak kuasa menampik segala jeritan protes akan ketakutan serta kekhawatiran di dalam hatinya. Pria itu lantas mendekat dan melakukan hal yang sama di setiap kali ia datang, menyingkirkan bunga buket yang telah layu dari atas nakas, lalu menggantinya dengan yang baru sebelum memilih duduk di kursi yang tersedia di sisi ranjang pasien."Sudah lama menunggu?" tanya Skylar dengan nada suara yang lirih, sembari berusaha menguatkan diri ketika iris matanya melirik bedside

  • Dendam Membara Tuan Muda   74. Repentance

    Embusan napas berat itu terdengar, menyatu bersama pekatnya udara setelah Skylar menghelanya sedalam mungkin. Tetesan air hujan serta lumatan embun tampak saling bergelayut, merebak pada kaca jendela di hadapannya, berupaya mengusik pandangannya yang terus menatap pusat kota yang padat akan kendaraan di bawah sana, sedang pikirannya terus bernostalgia bersama ribuan penyesalan yang ia rasakan.Skylar mengingat jelas bagaimana kebengisan itu bermula, tepat setelah dunia berlaku begitu kejam mengguncang kehidupan adik satu-satunya, yang secara bersamaan cukup membuatnya merasa kehilangan akal, berikut dengan hati nuraninya. Semuanya hilang begitu saja dan hanya menyisakan kebencian serta rasa dendam yang mendalam. Menguar cepat dan merasuki jiwanya tanpa aba-aba, yang kemudian menimbulkan reaksi balasan terhadap siapa pun yang telah merusak kebahagiaan adiknya.Demi apa pun, Skylar bersumpah bahwa ia tidak pernah ingin menyakiti Starla tanpa alasan. Sungguh, tak sedikit pun niat yang te

  • Dendam Membara Tuan Muda   73. Regret

    Skylar membuka pintu ruangan dengan begitu pelan. Pandangannya tak pernah beralih meninggalkan punggung milik wanita yang tengah duduk di kursi roda yang menghadap jendela besar di depannya—ketika ia melangkah ringan sebelum memosisikan diri dan duduk merangkung di hadapan wanita itu."Gaby."Skylar bergumam pelan setelah menggenggam erat jemari sang adik dan langsung mendapat tanggapan dari sang empunya. Manik kelam Gabriella tergenang oleh air mata kini bergerak perlahan dan memutuskan untuk membalas tatapan kepedihan milik Skylar.Setelah beberapa minggu menjalani terapi dan metode penyembuhan lain dengan rutin, wanita itu sudah mulai memperlihatkan sedikit kemajuan. Ia tak pernah memberontak lagi ketika Skylar datang berkunjung. Ia juga sudah mulai mampu mencerna perkataan orang lain. Gabriella bahkan sudah mulai mengenal orang-orang yang berada di sekitarnya. Akan tetapi dia masih belum mampu mengeluarkan beberapa kalimat selain menyebutkan nama-nama orang yang ada di pikirannya

  • Dendam Membara Tuan Muda   72. Truth

    Siapa yang harus Skylar salahkan dalam hal ini? Apakah karena sosok wanita yang telah berhasil meluluhlantakkan hatinya akhir-akhir ini? Arlan yang dia pikir telah merusak kebahagiaan adiknya dengan ganas? Atau bahkan Gabriella yang memang sejak awal telah menyembunyikan sesuatu darinya?Tiga pertanyaan itu kerap kali berputar di otak Skylar sejak kejadian tragis seminggu yang lalu. Dan bagaikan lecutan cambuk yang mengenai punggungnya ketika ia tersadar bahwa dirinya sendirilah yang menjadi pusat dari semua kesalahan yang ada. Hatinya menjerit perih. Pria itu sadar, kecerobohannya tak hanya berdampak buruk bagi dirinya sendiri, tetapi juga pada orang lain yang bahkan tidak mengetahui apa pun di balik semua masalah yang terjadi.Apakah sejak awal pernikahan, Skylar pernah memikirkan perasaan Starla? Mungkin tidak, dia hanya memikirkan bagaimana cara menghancurkan wanita itu secara fisik maupun mental. Membuat wanita itu tidak lagi mengenali arti kehidupan serta tidak mengingat lagi ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status