Share

Pria Lain

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2025-07-23 20:18:23

“Bulan madu kalian tetap harus dilanjutkan,” ucap Dian—Mama Devanka dengan tegas, duduk di sofa ruang tamu bersama suaminya.

Nayara hanya diam di samping Devanka. Tangannya mengepal di atas pangkuan, berusaha menahan seluruh guncangan batin yang nyaris meledak sejak mereka tiba kembali di penthouse.

“Ada perubahan jadwal,” lanjut Seno—pria paruh baya dengan setelan rapi dan raut gahar penuh wibawa itu. “Penerbangan diundur dua hari, kami sudah atur ulang. Akan ada orang kepercayaan Papa yang dampingi kalian selama di sana.”

Devanka tak menjawab. Matanya menatap lurus ke depan, rahangnya mengeras, bahkan tak sedikit pun melirik Nayara.

Dian menghela napas berat, lalu menatap sang putra. “Dev, Mama mohon ... untuk kali ini, jangan buat istrimu terluka lagi. Mama ikut sedih kalau seperti ini.”

Tak ada reaksi dari Devanka. Hanya kedipan matanya yang terlihat lambat dan senyum kecut terukir enggan di bibirnya.

“Kami pulang dulu, Nayara,” ucap Dian sambil menyentuh pipi sang menantu. “Kamu istirahat, ya. Tadi Mama taruh teh jahe di dapur buat kamu minum nanti, biar kamu tenang.”

Nayara hanya mengangguk pelan. Suaranya tercekat, tak kuasa menyahut.

Begitu kedua orangtua Devanka keluar dari pintu, atmosfer ruangan langsung berubah drastis.

Sunyi.

Tegang.

Devanka beranjak bangkit, menyandarkan diri di dinding sejenak, lalu menatap Nayara dari atas ke bawah dengan pandangan dingin dan tajam.

“Kau puas?” katanya lirih, tapi terasa seperti tamparan di udara.

Nayara menunduk. “Aku nggak tahu Mama Papa datang ”

“Kelakuanmu ini kekanak-kanakan, kau mengundang mereka ikut campur ke dalam pernikahan ini.”

“Mas pikir aku nyaman begini?” Nayara menatapnya dengan mata berkaca, suaranya gemetar hebat. “Mas pikir aku bahagia harus pulang ke sini lagi dan diperlakukan seperti nggak ada harga dirinya? Aku juga nggak mau ....”

Wajah Devanka menggelap. Ia melangkah mendekat satu langkah.

“Kalau kau nggak kabur, aku nggak perlu repot menjemputmu seperti penculik.”

“Kalau Mas tidak memperlakukanku seperti sampah, aku juga tidak akan kabur!”

Mata Devanka menyipit. “Diam. Kau tidak punya hak bicara seolah kau korban!”

Tubuh mungil itu menggigil hebat, air mata menitik deras meluapkan ketakutan setelah melontarkan perlawanannya. Nayara menggigit bibir, hatinya teramat nyeri saat tak ada celah untuk berontak.

Tanpa berkata-kata lagi, Devanka mengambil jasnya dari sandaran kursi.

“Aku keluar.”

“Ke mana?”

“Bukan urusanmu.”

Pintu ditutup keras di belakangnya, membuat Nayara terlonjak. Ia terduduk di sofa, lalu mengubur wajahnya dalam telapak tangan.

Air mata jatuh, entah ke berapa kalinya hari itu.

Ia baru hendak menarik napas panjang ketika suara notifikasi dari ponsel mengejutkannya.

Pesan dari nomor tak dikenal.

[Kamu nggak apa-apa?]

Nayara mengerutkan alis. "Nomor siapa ini?"

[Aku tadi lihat kamu dibentak dan dibawa masuk mobil di jalan depan gang rumah kontrakan. Kamu masih inget aku nggak, Nay? Ini Rayan.]

Deg!

Nama itu menggetarkan hati Nayara. Rayan—teman lamanya semasa sekolah, laki-laki yang dulu pernah menyatakan cinta padanya, tapi ditolak baik-baik olehnya karena situasi keluarganya sedang kacau.

[Aku tadi nekat ngikutin karena khawatir kamu kenapa-kenapa. Sekarang aku ada di depan gedung apartemen tempat kamu dibawa.]

Tangan Nayara bergetar membaca pesan terakhir itu. "Nekat benget dia. Kalau Mas Devanka tahu gimana?"

Tanpa berpikir panjang, ia bangkit dan menyeka wajahnya cepat-cepat.

Ia turun ke lobi dengan hoodie menutupi sebagian wajahnya. Dan benar saja, Rayan berdiri di luar pintu kaca lobi dengan hoodie abu-abu dan celana jeans. Sorot matanya khawatir begitu melihat Nayara muncul.

“Nayara!” ucapnya, langsung mendekat. "Udah lama nggak lihat kamu setelah Ayahmu sakit dan aku ke luar kota, gimana kabarmu sekarang?"

“Kamu kenapa ngikutin aku?” Nayara balik bertanya, netranya melirik kesana-kemari berharap suaminya sudah benar-benar pergi dari gedung ini.

“Maaf. Aku tahu ini nekat, tapi aku takut kamu kenapa-kenapa. Tadi yang bawa kamu mobil mewah, dan kamu juga nangis-nangis. Aku nggak bisa tinggal diam,” sahut pria itu, deru napasnya masih terdengar ngos-ngosan.

Mata Nayara memanas lagi.

“Aku baik-baik aja …,” ucapnya pelan.

Rayan mendekat, tapi masih menjaga jarak sopan. “Laki-laki yang bawa kamu tadi siapa? Kenapa kamu bisa ada di sini? Kalau kamu nggak nyaman, kamu bilang aja sama aku. Aku bantu nyari tempat tinggal lain.”

Belum sempat Nayara merespons, suara berat tiba-tiba menyentak gendang telinganya.

“Hebat.”

Nayara membeku, lekas menunduk menyembunyikan wajahnya.

Rayan memutar kepala. Di belakang mereka, berdiri Devanka, menatap tajam dengan mata nyalang, satu tangan masih memegang kunci mobil.

“Aku tinggal sebentar, kau sudah main belakang?”

“Bukan begitu—”

“Tutup mulutmu!”

Rayan menggeser kakinya, memasang badan di hadapan Nayara. “Anda siapa? Kenapa kasar banget sama temen saya? Ini temen—”

“Teman?” Devanka melangkah maju, memotong cepat ucapan Rayan. “Yakin?”

Nayara maju cepat, berdiri di antara keduanya. “Tolong jangan salah paham! Rayan cuma khawatir karena lihat aku diusir Bu Lilis tadi, dia … dia nggak tahu apa-apa soal kita, Mas!”

Tatapan Devanka hanya terfokus padanya sekarang. Matanya begitu dingin dan membakar.

“Naik.”

“Mas, Tolong—”

“Naik sekarang, atau aku seret kau.”

Wajah Nayara memucat. Sementara Rayan melangkah mundur. “Nayara, dia siapa? Nggak usah ikut kalau nggak nyaman.”

“Diam!” bentak Devanka. “Jangan ikut campur.”

Nayara menghela napas, lalu menunduk dan berbisik ke Rayan, “Terima kasih … tapi tolong jangan cari aku lagi. Ini suamiku, aku sudah menikah dan aku harus patuh sebagai istri.”

Ia berjalan pelan mengikuti Devanka yang sudah melangkah lebih dulu ke lift tanpa peduli perasaannya.

Sesaat sebelum pintu lift menutup, Nayara sempat menoleh, mata Rayan masih menatapnya penuh kekhawatiran.

"Kenapa baru datang sekarang?" batinnya sendu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nona Storey
ayoooimanahshshakajhzywja
goodnovel comment avatar
Natasha
wkbshzuakqll
goodnovel comment avatar
bunga daisy
cari cowo lain padahal bisa!!!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 87. Mengungkap Pelaku

    Berbeda dengan Dian yang sibuk memanjakan menantunya, Seno justru melangkah mendekat ke arah putranya. Tatapannya serius, meski tetap berusaha ramah di depan keluarga.“Dev, Papa mau bicara sebentar soal perusahaan.” Nada suaranya rendah, seolah tak ingin terdengar oleh Dian maupun Nayara.Devanka menghela napas singkat, lalu menggeleng. “Nggak sekarang, Pa. Aku mau langsung ke kantor.”Seno mengerutkan kening. “Langsung? Baru turun pesawat, kamu pasti masih jet lag. Istirahat dulu, at least satu-dua jam. Besok pun masih bisa kita bahas.”“Enggak, Pa.” Devanka berdiri, merapikan jas yang tadi sempat ia buka. “Ada yang harus aku selesaikan segera. Aku nggak bisa nunda.”Seno menatap lekat wajah putranya, menyadari gurat pucat yang jelas terlihat. “Tapi kamu pucat banget. Jangan maksain diri.”Devanka tersenyum tipis. “Aku baik-baik aja.” Ia lalu menoleh ke bodyguard yang berdiri di sisi pintu. “Siapkan mobil, antar aku ke perusahaan sekarang.”“Baik, Tuan.”Dian sempat menahan, “Dev, m

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 86. Menyembunyikan Duka

    Nayara menarik napas panjang, mencoba menahan amarah yang sudah sejak kemarin menumpuk. Namun begitu Yoona makin menjadi-jadi, kesabarannya habis. Ia menurunkan kacamata hitamnya, menatap tajam dengan mata yang masih sembab.“Udah cukup, Mbak!” jawab Nayara lirih, tapi menusuk. “Saya nggak peduli kamu siapa, ya ... Yoona, Calysta, atau siapa pun yang pernah ada di masa lalu suami saya. Mau kalian punya seribu cerita sekalipun, itu urusan kalian. Saya berdiri di sini sebagai istrinya, dan ikatan kami berdasar pada hukum agama dan negara. Mau sejuta kenangan kalian pun, tetap saya pemenangnya. Titik!”Yoona tersentak, lalu tertawa kecil, sinis. “Istrinya? Hahaha … jadi kamu bangga banget jadi istri Devanka? Padahal jelas-jelas dia masih bisa digoda kapan aja. Kamu itu cuma pelengkap, Sayang. Bisa saja kamu bukan satu-satunya, tapi hanya salah satunya, kan?”Nayara berdiri dari kursinya, tegak menatap Yoona. Wajahnya pucat karena lelah, tapi sorot matanya tajam dan anggun. “Kalau memang

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 85. Memaksa Pulang

    Begitu mobil berhenti di depan villa, Devanka langsung turun. Gerbang terkunci rapat, lampu taman padam, dini hari benar-benar sepi. Ia cepat-cepat membuka pintu utama dengan kunci cadangan.“Semoga Nayara belum bangun,” gumamnya, meski nada suaranya berat, lebih seperti doa cemas.Langkahnya menapak tangga, jantung berdegup liar. Saat pintu kamar terbuka, pandangannya beku.Nayara tergeletak di lantai, bersandar lemah di tepi ranjang. Rambut berantakan, pipi basah bekas air mata, bibir pucat.“Nayara?!” suara Devanka pecah. Ia berlari, berlutut, mengguncang tubuh istrinya. Kulitnya dingin. “Astaga!”Ia buru-buru mengangkat Nayara ke ranjang, memeluk erat, lalu mencari minyak kayu putih di laci. Dengan tangan gemetar ia menggosokkan ke dada, leher, kaki istrinya. “Sayang, bangun … tolong buka mata.”Namun Nayara tetap terpejam. Hanya bibirnya bergerak kecil tanpa suara.Devanka panik. Ia meraih ponselnya—mati. Baterai habis. “Sial!” desisnya. Kakinya menginjak benda keras kala tak se

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 84

    Nayara duduk di ranjang dengan ponsel di tangan. Lampu kamar sudah diredupkan, selimut menyelimuti setengah tubuhnya. Kantuk sebenarnya mulai menekan matanya, tapi ia bersikeras menahan diri."Mas belum pulang juga, udah jam berapa ini? Apa urusannya se-urgent itu sampai nggak pulang-pulang?" gumamnya seraya mengusap mata memaksa untuk tetap terbuka.Ia menatap layar ponsel yang mati-nyala, jemarinya menggulir layar berulang tanpa arah. Sekadar membuka galeri, menatap foto mereka berdua. Senyum Devanka di sana membuat hatinya hangat, meski kini ada getir menyelip.“Aku mau kasih tahu kabar bahagia ini langsung ke Mas,” bisiknya, sambil mengelus perutnya yang masih rata. Napasnya tersendat, senyum tipis mengembang. “Aku hamil, Mas pasti seneng banget. Ah, tapi Mas malah nggak pulang-pulang.”Detik berikutnya, benda pipih itu bergetar di genggamannya. Notifikasi pesan masuk dari nomor asing. Alisnya bertaut bingung “Siapa ini jam segini?” gumamnya.Dengan jempol bergetar, ia membuka

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Dijebak

    “Ibu … ini sudah saya belikan,” ucap staf villa itu saat baru saja kembali, ia membawa kantong plastik kecil dari apotek. “Saya beli beberapa jenis tespek, biar lebih meyakinkan. Tapi sebaiknya dicoba besok pagi, ya, Bu. Hasilnya lebih akurat kalau pakai urine pertama setelah bangun tidur.” Nayara mengangguk cepat, tangannya bergetar saat menerima kantong itu. “O-oke, terima kasih banyak.” “Ya, Bu. Tidak perlu khawatir, tidur cepat saja malam ini dan besok bangun langsung tespek. Jangan begadang, Bu.” Nayara tersenyum manis. “Iya, saya ke kamar dulu.” Ia naik ke kamarnya dengan langkah pelan, kantong plastik itu ia peluk erat. Sesampainya di kamar, Nayara menatap benda itu lama. Dadanya berdebar kencang, napasnya tersengal. “Besok pagi katanya … tapi, aku nggak bisa nunggu,” bisiknya. Dengan tangan gemetar, ia membuka bungkus tespek pertama. Plastik bening robek, lalu batang putih kecil itu sudah tergenggam. Ia masuk ke kamar mandi, menyalakan lampu, dan duduk di kloset. Gera

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 82

    “Mas, sudahlah ... aku pusing,” bisiknya lirih,menghentikan ucapan suaminya. Jemarinya meremas pelan tepi ujung bajunya. “Aku mau ke kamar aja. Kepalaku mendadak pening, rasanya nggak kuat kalau berdiri atau duduk lama.”Tanpa banyak bicara, pria itu langsung meraih lengan istrinya dengan lembut “Ayo ke kamar kalau begitu, bair nanti makanannya diantar saja sama stafnya,” jawabnya.Ia menggiring Nayara menuju kamar. Langkah Devanka tegap, tapi perlahan, menyesuaikan langkah istrinya yang mulai limbung. Sesampainya di kamar, ia membantu Nayara naik ke ranjang, menyingkap selimut, lalu membiarkan istrinya berbaring.Nayara menutup mata, wajahnya lelah. “Aku tidur dulu ya, Mas.”Devanka mengangguk tipis. Ia duduk di tepi ranjang, mengusap kepala istrinya perlahan, jemarinya bergerak tenang di antara helaian rambut yang basah oleh keringat tipis. Napas Nayara mulai teratur, tubuhnya tenggelam dalam buaian mimpi.Beberapa menit Devanka hanya diam, menatap wajah istrinya yang damai. Namun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status