Beni mengirim proposal mengenai pengajuan diangkatnya Sisca menjadi Wakil Presdir kepada pihak Geo Grup. Berkas tersebut telah sampai ke tangan Mark. Mark yang sudah tahu jika pengajuan Sisca merupakan keinginan Jimmy, tanpa berpikir terlebih dahulu, Mark langsung menyetujui. Atas pernyataan resmi Mark, selaku Presdir perusahaan induk Coco Company. Beni langsung mengangkat Sisca menjadi Wakil Presdir. Kebetulan sekali, posisi Wakil Presdir memang sedang dalam kondisi kosong. Beni belum memiliki kandidat bagus yang bisa menggantikan Tuan Han.Kenaikan pangkat Sisca yang terjadi dalam waktu singkat, membuat wanita itu menjadi sosok yang paling dibenci di kantornya. Bahkan, orang yang dulu menjadi atasan Sisca, kini ikut tidak menyukai Sisca. Karena dia tahu persis bagaimana kinerja Sisca.“Kamu senang?” tanya Jimmy pada Sisca.“Kamu menjadikanku Wakil Presdir. Tentu saja aku senang bukan main. Sekarang, aku punya gaji yang melimpah. Semua orang di kantor juga menghormati aku,” ungkap
Membuat Beni bertekuk lutut bukanlah hal yang mudah. Berkali-kali Sisca mencoba, dia selalu gagal. Sisca hampir putus asa.“Aku kesal sekali. Beni menolakku telak. Benar-benar memalukan,” keluh Sisca.“Jangan patah semangat begitu. Aku yakin, kamu pasti bisa,” ujar Jimmy menyemangati Sisca.“Aku putus asa. Beni bukan tipe pria yang mudah didekati,” kata Sisca.“Mungkin karena masih ada Melisa, kekasih Beni.”“Melisa? Gadis kecil berusia dua puluh tahun itu? Dia kekasih Tuan Beni?” tanya Sisca terkejut.“Kamu tidak tahu? Aku pikir kamu sudah mengetahuinya.”Sisca menggelengkan kepalanya.“Aku pikir, Melisa adalah adik atau keponakan Tuan Beni. Hey, usia mereka berdua terpaut lumayan jauh. Sungguh menggelikan.”Melisa bergidik ngeri mengingat hubungan yang terjalin antara Beni dan Melisa.“Setiap orang memiliki selera mereka masing-masing. Begitu pun denganku,” tutur Jimmy.Wajah Sisca berubah cemberut.“Ugh! Aku frustrasi!” pekik Sisca merasa kepalanya pusing.Jimmy tersenyum lembut ke
Keinginan Sisca langsung diwujudkan oleh Jimmy. Pria itu benar-benar menggelar acara pernikahan untuk dirinya dan Sisca. Tindakan ini Jimmy ambil, karena dia telah mendapat izin dari Elina. Bahkan Elina yang menentukan tanggal pernikahan.Tentu saja, semua hanya kepura-puraan belaka. Jimmy tidak akan pernah sudi menyentuh Sisca, apalagi sampai tidur dengan wanita itu.Beni, selaku kekasih gelap Sisca juga menghadiri pesta pernikahan Jimmy dan Sisca. Sebagai sepasang kekasih gelap, Sisca dan Beni sanggup berakting sehingga tidak ada satu pun dari hadirin yang mencurigai mereka berdua. Sungguh luar biasa.“Jangan memikirkanku ketika Jimmy sedang menggaulimu.” Beni berbisik pada Sisca.Sisca tertawa kecil mendengar ucapan Beni yang menurutnya sangat lucu.“Kamu juga. Kita berdua adalah orang profesional,” kata Sisca membalas bisikan Beni.Beni menepuk pelan pundak Sisca.“Kamu wanita hebat. Aku sudah tidak sabar melihat hasil kerjamu yang lainnya,” tutur Beni.“Kalian berdua terlihat s
“Apa yang mau kamu lakukan?!”Seorang perempuan di kursi roda menjerit histeris ke arah wanita yang mendorongnya.“Tentu saja menyingkirkanmu, Kak Elina!”Melisa kembali tertawa. Kali ini suara tawanya jauh lebih kencang ketimbang sebelumnya. "Asal kamu tau ya, aku sama Kak Beni sudah berkencan sebelum kalian menikah. Ups! Aku keceplosan. Seharusnya aku gak boleh kasih tahu kamu soal ini. Tapi, berhubung kamu mau mati, jadi gak masalah lah."Aku tak bisa menahan rasa sakit di hatiku. Sudah cukup dengan kenyataan perselingkuhan adik tiriku dengan suamiku. Ternyata, ada kenyataan lain yang baru aku ketahui. "Kalian berdua adalah iblis! Bisa-bisanya kalian menipuku!" bentakku kehilangan kendali. Aku menangis dengan dipenuhi amarah. Kedua tanganku terkepal kuat. Ingin rasanya memukul Melisa, namun apa daya, kelumpuhanku membuatku tidak berdaya. Aku makin panik saat Melisa sengaja makin mendekatkan kursi rodaku di bibir tebing. Kepalaku menunduk, dan aku bisa melihat jurang yang begitu
Melisa meringis lalu berkata, "Iya hari ini adalah hari pernikahan, Kak Elina dengan Kak Beni. Masa ditinggal tidur bentar sudah lupa?"Aku masih dalam keadaan bingung. Mungkin kah aku hanya sekadar memimpikan masa depan? Atau kah aku kembali ke masa lalu? Jantungku berdebar kencang memikirkan hal tersebut. Aku meraih ponselku yang berada di atas meja rias. Setelah melihat tanggal di layar ponsel, aku meletakkan kembali ponselku. Baiklah untuk saat ini, aku anggap jika barusan yang terjadi hanya mimpi belaka. Tapi, semua kejadian itu terlalu nyata hanya untuk menjadi sebuah mimpi. "Kakak jangan bengong. Ayo kita menuju tempat pemberkatan," ajak Melisa memeluk lenganku. ***Semua wanita pasti merasa sangat bahagia di hari pernikahan mereka. Tak terkeculi aku. Bagaimana tidak? Aku menjadi satu-satunya wanita paling cantik di antara para hadirin.Aku merasa bersyukur, pernikahanku berlangsung sesuai dengan yang aku inginkan. Semua kemeriahan bertabur kemewahan. Hey, pesta pernikahan
***Aku mulai tinggal dan menjalani kegiatanku di kediaman keluarga Louzi. "Aku masuk kerja hari ini," ujar Beni sudah mengenakan kemeja rapi. Aku yang masih setia duduk di atas ranjang hanya menganggukkan kepalaku. Beni mengulurkan sebelah lengannya untuk mengelus pipiku. Aku membiarkan Beni mencium bibirku. "Aku akan pulang jam delapan malam," ucap Beni. "Nikmati harimu di rumah ini," tambahnya. Aku memadamkan senyumanku ketika melihat Beni keluar dari kamar. Aku segera turun dari atas ranjang, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Setelah selesai mandi, aku memutuskan untuk bersantai di paviliun rumah. Mansion sebesar ini memang selalu terkesan sepi tanpa berpenghuni. Padahal Tuan Louzi, kepala keluarga Louzi mempekerjakan begitu banyak pelayan. Tenang saja, aku sudah terbiasa. "Bagus ya, bangun siang terus langsung bersantai. Sudah terbiasa menjadi nyonya kah? Kamu pikir, setelah menikah dengan Tuan Beni, kamu bisa seenaknya di rumah ini?"Aku tersentak mendeng
Aku ingin berteriak namun suaraku tertahan di tenggorokan. Aku memejamkan mata. Cengkeraman di lenganku makin erat. Akhirnya aku memberanikan diri menoleh ke belakang. "Nunu?" Aku sedikit lega mengetahui jika Nunu yang bersamaku. Nunu menarikku paksa. Memintaku untuk mengikutinya. Tak hanya itu, Nunu juga dengan lancang membungkam bibirku menggunakan tangannya. Aku sama sekali tidak melawan. Aku percaya dengan Nunu. Ternyata Nunu membawaku ke rumah pelayan. Setelah sampai di dalam kamar Nunu, Nunu mengunci pintu kamarnya. Dia juga memindah kursi tepat di depan pintu. "Syukurlah kamu baik-baik saja," ucap Nunu bernapas lega. "Apa yang terjadi? Aku tadi lihat Tuan Louzi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka membawa Tuan Louzi. Ada pistol di tangan mereka. Mereka siapa? Apa yang mereka lakukan di sini? Di mana para penjaga?" cercaku panik. Aku mendesak Nunu untuk mengatakan hal yang dia ketahui. "Tenanglah, kamu jangan ribut sendiri," pinta Nunu memintaku duduk di atas ranjang
Suasana menjadi tegang. Wajah suamiku yang awalnya santai berubah mengeras, menjadi lebih gahar. Sementara Jimmy masih sama, tanpa ekspresi. Dasar kanebo kering. "Sekaku itu kah wajahmu Jimmy?" tanyaku dalam hati. "Semua orang tahu jika aku lebih kopenten dalam memimpin perusahaan. Tapi, ayah sudah memilihmu. Jadi untuk apa aku merasa keberatan?" ujar Jimmy. Aku mengingat kalimat yang dilontarkan Jimmy. Menghina Beni secara tidak langsung. Berhubung aku adalah istri terbaik di muka bumi ini. Aku akan sedikit membela suamiku dengan mengatakan, "Tuan Jimmy, jika kamu lebih mampu memimpin perusahaan? Kenapa Tuan Louzi menyerahkan jabatan Presdir kepada suamiku? Itu artinya, suamiku jauh lebih baik daripada kamu."Jimmy menatapku kilas kemudian kembali menenang. Dia merapihkan kerah kemejanya yang tidak berantakan. Aku menatap Jimmy cukup lama. "Bagaimana bisa kamu sedingin ini? Padahal hatimu sangat tulus dan bersih," batinku. Tepukkan suamiku di punggung tanganku membuatku tersent