Dengan jemari bergetar aku terus melihat isi kotak keluar, sayang sekali menu SMS pada zaman dahulu tak seperti WhatsApp zaman sekarang yang tersusun rapi dari atas hingga bawah.[Sedih banget, Nay, padahal pengen banget kuliah]Aku menengadah rasanya tak sanggup membaca semuanya, Delia benar-benar tak bahagia hidup dengan papanya.Keterlaluan kamu, Mas! Sama sekali tak punya nurani pada anak sendiri, jika saja sekarang Delia kenapa-napa maka tanganku sendiri yang akan menghabisimu, Mas!Jemariku terus memencet tombol ponsel ini dengan pelan sambil membaca isi pesan-pesan Delia, ternyata yang lainnya tidak ada yang penting, ia hanya mengirim pesan pada teman dan guru di sekolahnya.Lalu aku beralih ke menu kotak masuk, di sana banyak sekali pesan dari teman Delia yang bernama Naya.[Saranku sih kamu kabur aja cari ibu kandung kamu, Del, aku ga bisa bantu banyak karena mau kuliah di luar negri, sorry ya][Papa kamu kok kejam banget ya, Del, apa dia papa tiri kamu]Dan masih banyak pesa
Tubuhku yang sudah lelah karena perjalanan jauh kini terasa semakin lunglai, air mata pun mulai bercucuran membayangkan penderitaan Delia yang mungkin sampai sekarang belum usai."Naya, selama ini Tante dipenjara, Tante ga pernah pergi dengan lelaki lain." Aku menjelaskan dengan suara serak bercampur tangisan.Wanita yang bernama Naya itu menatapku serius."Dipenjara?" gumamnya."Iya, Neng, Bu Mirna difitnah membunuh adiknya papa Delia, hingga dia dipenjara selama dua puluh tahun, dan sekarang dia sudah bebas."Naya tampak tercengang, ia pun menyuruhku untuk masuk ke rumahnya."Jadi, selama ini Tante ga pergi sama lelaki lain?" Naya menatapku dengan wajah serius dan kali ini aku sudah berada di ruang tamu rumahnya."Engga, Tante dipenjara, dan selama itu papanya Delia ga pernah bawa Delia jengukin Tante, jadi tolong, Nay, kamu bisa bantu Tante cari Delia 'kan?"Wanita yang sedang hamil besar itu menghela napas."Aku ga tahu di mana sekarang Delia, Tan, terakhir ketemu ya waktu itu, wa
Ponsel Kak Lastri kembali kuletakan di atas kasur, setelah itu air mataku tumpah membasahi pipi.Aku sangat yakin saat ini Delia pasti tak bahagia dengan pernikahannya, oh Tuhan kenapa sulit sekali menemukannya?Kupandangi wajah Kak Lastri yang sedang terpejam, kenapa pula ia tega kepadaku?Aku memang adik tirinya, dahulu ayahku menikah dengan dengan seorang wanita yang memiliki dua anak perempuan yaitu Erina dan Lastri.Sejak kecil Erina dan Lastri memang tak pernah menyukaiku, apapun akan mereka lakukan agar aku dimarahi ayah dan ibu.Namun, ibu tiriku teramat baik, walau aku anak tirinya ia tak pernah membedakan, jika marah pun takkan lama dan setelahnya pasti akan meminta maaf padaku.Selanjutnya aku masuk ke kamar yang sempat kutempati beberapa hari yang lalu, ternyata tas yang berisi baju-bajuku masih di sana, teronggok di bawah ranjang, hanya saja beberapa lembar uang milikku sudah tiada, pasti diambil oleh Kak Lastri.Aku mengambil tas itu lalu segera ke luar dari rumah Kak La
"Hei kenapa kamu mau menangkapku hah! Apa salahku!" Aku teriak sambil meronta.Kedua lelaki berbadan kekar itu kini berhasil mencekal lenganku dengan erat, bahkan kulitku terasa sakit oleh cengkramannya.Benar-benar menyebalkan! Kenapa aku tak hati -hati, karena terlanjur bahagia aku sampai lupa jika lelaki ini sudah pasti memiliki hubungan spesial dengan Ilyas dan Erina."Salah kamu adalah karena berkeliaran bebas di luar sana, bawa ke gudang belakang," titah lelaki itu.Aku diseret paksa oleh kedua lelaki ini, sedangkan lelaki yang diduga pernah menikahi Delia itu ke luar sambil menempelkan ponsel ke telinganya.Ada yang aneh, wanita bernama Merlin dan pembantunya itu seperti ketakutan melihatku diseret dua orang ini."Awas kalau berisik ya." Aku dilemparkan ke sebuah ruangan luas tapi kotor penuh debu, di sekitar sini sama sekali tak ada barang apapun.Beruntung ponselku masih ada di saku gamis, lalu menelpon Nining, tetapi wanita itu tidak mau mengangkatnya[Ning, tolong saya, say
.Satu hal lagi yang membuatku heran sekarang, tubuh mantan suamiku itu terlihat putih sekali, padahal dulu Mas Ilyas pemilik kulit sawo matang."Hei apa yang kamu lakukan, Mirna!" Ilyas meronta sekaligus ketakutan karena ujung pisau menyentuh tenggorokannya."Diam kalian semua, kalau mau dia selamat dari pisauku maka lepaskan aku, dan jika diantara kalian ada yang mencoba melawanku maka darah segar akan bercucuran dari lehernya, suamimu bisa mati, Erina." Aku menyeringai.Kedua pengawal suami Delia diperintahkan mundur oleh tuannya, mereka semua terlihat berpikir, karena aku tak main-main, selangkah saja mereka maju maka pisauku tak segan menggores batang leher Ilyas."Lepaskan suamiku, Mirna!" teriak Erina ketakutan, wajahnya terlihat merah padam."Ya sudah kalau begitu kamu biarkan aku pergi, dan satu lagi beritahu di mana keberadaan putriku!" teriakku tak kalah kencang."Ok aku akan beritahu tapi lepaskan dulu suamiku." Erina terlihat bernegosiasi.Perlahan dapat kulihat pengawal
"Hai, Tante." Seorang perempuan muda berpakaian mini masuk dan menyapaku, ia teramat cantik dari ujung kepala hingga kaki.Perempuan itu mendekat sambil tersenyum lalu melewatiku begitu saja, ternyata ia menghampiri salah satu wanita yang ada di balik jeruji sana."Katrina, sekarang giliran elu," ucap wanita itu."Ah siap, Mer, udah ok belum?""Udah, sana-sana kelamaan nunggu tar dia marah lagi," jawab wanita yang bernama Meri itu."Halaah kalau marah tinggal disumpel pakai ini." Ia membusungkan buah dadanya yang besar.Lalu perempuan yang bernama Katrina itu keluar dari ruangan ini, sementara yang bernama Meri menghampiriku."Ayo, Tante, tempat tidurmu di sana." Ia menunjuk sebuah jeruji besi yang kosong.Karena lelah aku pun mengikutinya lalu berbaring di kasur yang lumayan empuk ini, begitu juga wanita yang bernama Meri ia ikutan duduk di sampingku."Saya heran kenapa Bram bawa tante-tante ke sini? Biasanya 'kan bawa perawan, atau gadis yang udah ga perawan." Lalu perempuan berambu
Aku melirik ke sekeliling, para perempuan itu sedang berganti pakaian terburu-buru, lalu mereka keluar setelah lelaki tadi membuka gembok jeruji besi satu persatu."Kamu juga keluar! Sana ikutan dengan mereka," titah lelaki itu padaku.Aku pun terpaksa keluar karena ia memerintah dengan begitu garangnya.Saat keluar dari gedung yang sedikit berlumut ini mataku terpaku, ternyata tempat ini seperti di tengah hutan, banyak pepohonan besar menjulang tinggi, bahkan rumput liar pun terlihat hijau mengelilingi tempat ini.Suara kicau burung bersahutan, udara pun terasa sejuk dan bersih, tapi sayang ini bukan surga melainkan neraka dunia."Ayo cepat!" teriak lelaki yang sepertinya penjaga di tempat ini.Mungkin ada sepuluh orang penjaga yang membawa senapan panjang, tak hanya itu ternyata di ruangan sebelah pun keluar para perempuan muda, jika dihitung mungkin jumlah mereka ada dua puluh orang sedangkan yang tidur satu ruangan denganku berjumlah sekitar lima belas orang.Tak hanya itu pintu k
"Iya, Delia, wanita itu tidak pernah putus asa untuk memberontak, malam ini dia pasti hadir di sel kita, lihat saja."Napasku mendadak tersengal jika yang dimaksud Meri ini adalah Delia putriku maka saat itu juga aku akan nekat membunuh mereka semua."Kerja yang bener jangan sambil ngobrol! Ga dikasih makan siang ini baru tahu rasa!" bentak salah satu penjaga padaku dan Meri."Iya iya tadi dia cuma nanya kok," sahut Meri sambil mendelik, ia pun berjalan menjauhiku.Tak terasa air mata ini menetes jika benar saja Delia berada di sini, hidup dalam neraka selama bertahun-tahun lamanya.Mataku menatap iba pada gadis-gadis yang berpenampilan sexi sedang mencari batu, diantara mereka ada yang terlihat pasrah dan ada juga yang terlihat biasa saja, mungkin mereka sudah terbiasa dengan keadaan."Hei makan!" teriak salah satu penjaga yang membawa wadah besar, lalu penjaga yang lainnya membawa segalon air."Hei kamu! Besok Ilyas dan Erina akan kemari aku harap kamu mau menandatangani surat itu y