Yami menatap wajah Bu Dian dengan terheran-heran, selama ini dia mengira Bu Dian orang yang pendiam. Ternyata Bu Dian bisa juga marah, saat ini Bu Dian seperti orang yang berbeda. Yami mengira Bu Dian orang yang mempunyai kepribadian ganda.
Suara Bu Dian yang keras, karena terlalu bersemangat mengeluarkan uneg-unegnya. Membuat pelayan yang mendengar keributan didepan pagar depan, sontak berlari menuju kedepan rumah. Mereka ingin lihat, siapa yang berbicara dengan sangat berapi-api didepan.
Melihat Bu Dian yang berbicara dengan nada yang keras, para pelayan juga heran. Tetapi begitu melihat siapa lawannya berbicara, para pelayan maklum. Karena mereka melihat orang yang menjadi lawan Bu Dian bicara adalah Mia, orang yang telah membuat Nona majikan mereka terbaring koma selama berbulan-bulan.
"Mau apa iblis betina itu datang ?" bisik pelayan baru datang kepada Yami.
"Iblis betina? Kau mengenalnya?" Tanya Yami?" Yami melirik
Maaf tidak bisa update setiap hari, penulis juga ada kesibukan di dunia nyata. Kalau tidak sabar menunggu update, baca saja setelah cerita ini tamat.. sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Berita mengenai sadarnya Arumi sudah sampai kepada Alex dan Leo, keduanya sangat gembira. Tapi karena mereka baru saja tiba dari Singapura, dan tugas kantor sudah menumpuk. Akibat keduanya libur dua hari saat mengunjungi Arumi, sekarang ini mereka tidak bisa mengunjungi Arumi begitu adiknya itu sadar. "Akhirnya, ada berita gembira juga Bro!" Seru Leo sembari masuk kedalam ruangan kantor Alex. "Tapi aku belum bisa mengunjunginya." Terdengar sedih dari nada bicara Alex. "Pergilah, aku yang akan menghandle semua pekerjaan disini. Dan Josh juga bisa membantuku, jangan khawatir. Perusahaan kau tinggalkan satu dua hari tidak akan kolaps," kata Leo. "Kau tidak mau ikut?" Tanya Alex. "Kau saja dulu, setelah pekerjaan tidak terlalu banyak lagi. Baru aku kesana" kata Leo. "Baiklah, aku akan pulang secepatnya," kata Alex. Hari itu juga Alex berangkat ke Singapore, jam tiga sore waktu Sing
Dokter Rianti masih menggerakkan kursor USG di perut Rania, terlihat baby Rania menggeliat. Seakan-akan dia tahu sang pemberi tempat dia bernaung sedang melihatnya saat ini. "Lihatlah! Dia menunjukkan bahwa dia nanti akan menjadi pelindung Mamanya" kata dokter Rianti yang mengatakan bahwa baby Rania sudah pasti seorang bayi laki-laki, walaupun pada pemeriksaan bulan lalu. Dokter sudah mengatakan baby dalam kandungannya baby boy, dan pemeriksaan kali ini. Sang baby benar-benar menunjukkan jenis kelaminnya. "Sungguh Dok? Apa tidak akan bisa berubah lagi?" Tanya Rania. Karena dia ada membaca, jenis kelamin baby sering berubah. "Tidak Bu Rania, sebenarnya. Jenis kelamin tidak bisa berubah, bisa saja saat dilakukan USG. Belum begitu kelihatan jenisnya, hanya diterka-terka saja, ini sudah jelas Bu Rania. Baby boy" kata dokter Rianti. "Bude, baby boy bude," ucap Rania kepada budenya, dengan
Alex berlalu dari depan kaca kantornya, tempat dia memandang. "Apa maksudnya Lex? Ceritakan, jangan buat aku semakin penasaran!" Seru Leo. "Arumi sudah menceritakan semuanya" ujar Alex sembari meletakkan bokongnya di sofa, tangannya mengelus keningnya yang terasa pusing tiba-tiba. "Cerita apa?" Leo semakin penasaran. "Ternyata, pria itu tidak bersalah." "Siapa? Pria yang mana?" Tanya Leo tidak sabar, untuk mendengar ucapan Alex selanjutnya. "Ayah Rania," ucap Alex dengan suara yang lirih, raut wajahnya terlihat penyesalan yang mendalam. "Apa? Arumi cerita apa Lex?" tanya Leo. "Arumi saat itu ingin mengakhiri hidupnya, dia yang menabrakkan diri ke mobil ayah Rania. Bukan ayah Rania yang menabrak Arumi." Cerita Alex. "Shit..shit .!" Umpat Leo yang kecewa mendengar apa yang dikatakan oleh Alex. Dia tidak mengira, Arumi. Gadis yang periang, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup. Hanya gara-gara seor
Rania masuk kembali kedalam toko, dengan membawa pesanan pelanggan. "Sarah, ini pesanan meja nomor 2 ." Rania memberikan catatan pesanan kepada Sarah yang bekerja di bagian dapur. "Baik mbak" sahut Sarah sembari mengambil catatan pesanan dari tangan Rania. "Ran, istirahat dulu. Dari tadi kamu itu mondar-mandir terus, bude takut nanti brojol itu kandungan mu sebelum waktunya" kata bude Maria. "Bude, Rania disuruh banyak bergerak. Biar nanti lahirannya lancar" jawab Rania sambil mengusap-usap perutnya yang terlihat sudah semakin besar. "Banyak bergerak, tapi bukan seperti kamu ini. Tidak ada istirahatnya, ini minum susunya. Kamu ini selalu lupa untuk minum susu, nanti baby-nya lahir kurang gizi" ucap bude Maria, dan memberikan susu yang dibawanya dari dapur. "Bude, masa kurang gizi. Hanya susu yang Rania sering lupa" kata Rania. "Susu ini ba
Dikota besar, Alex duduk di restoran. Didepannya duduk seorang pria yang sedang mengamati dengan tajam gambar yang diberikan oleh Alex kepadanya. "Aku tidak mau menerima kegagalan lagi, sudah banyak detektif yang aku kerahkan untuk mencarinya. Tapi tidak ada yang bisa menemukannya, ini gambar temannya. Melalui orang ini bisa kau mulai mencarinya" Alex memberikan gambar Jesi kepada detektif tersebut, yang diambilnya dari sosial media milik Jesi. Setelah hampir seharian dia dan Leo mencari teman Rania di sosial media. Sedangkan Rania telah menutup sosial media yang dia punya, sejak dia gagal menikah. "Nomor ponselnya, Tuan tidak ada?" Tanya detektif tersebut kepada Alex. "Aku tidak memilikinya" jawab Alex. Alex baru merasakan, dia dulu tidak cukup mengenal lingkungan sekitar Rania. Jika saja ia dahulu cukup mengenal lingkungan pertemanan Rania, saat ini tid
Di Singapore, Papa dan Mama Alex sudah mendapatkan izin dari dokter untuk membawa Arumi kembali ke tanah air. Setelah di rasa kondisi Arumi sudah bisa melakukan perjalanan yang jauh. "Akhirnya, Arum bisa kembali. Arumi sudah rindu rumah, kamar" ucap Arumi setelah dokter keluar dari ruang inapnya. "Hanya itu, apa adek nggak rindu dengan mas ini?" Suara dari depan pintu yang terbuka sedikit, membuat tiga pasang mata menoleh. "Mas Alex!" Seru Arumi dengan gembira, karena hampir satu bulan. Dia tidak bertemu dengan Alex, sejak pertemuan terakhir mereka. "Kenapa tidak kasih kabar mau datang Lex?" Tanya Papa Alex. "Mendadak Paa, rencana ini tiba-tiba. Ada klien yang mengajak bertemu disini" kata Alex. "Hih...! Mas Alex jahat, kalau tidak karena mau ketemu klien tadi. Mas Alex tidak mau menjenguk Arum kan?" Tanya Arumi dengan bibir manyun, dan mata menat
"Baby, nanti kalau sudah besar jangan jadi playboy ya" kata Jesi sembari mengelus perut Rania. "Hih..! Kau ini, anakku akan menjadi anak yang baik" ujar Rania. "Semoga, jangan seperti orang yang menanam benih. Yang tidak bertanggung jawab!" Ketus Jesi. Rania terpaku, wajahnya menunduk. "Maaf..maaf!" Jesi tersadar, perkataannya telah membuka luka hati Rania kembali terbuka. "Mulutku ini tidak ada filternya, maaf " Jesi beranjak dari tempat dia duduk, untuk menghampiri Rania dan memeluk Rania. Air mata menetes dari kedua bola matanya, Jesi menyesal. Telah membuat temannya tersebut mengeluarkan air mata. "Maaf.." ucap Jesi. Rania menghapus air matanya, dan melihat kearah Jesi. "Tidak apa-apa, entah kenapa. Aku sangat sensitif" ucap Rania. "Aku harus kuat, jangan hanya mendengar orang menyinggung tentang dia. Harus sudah badmood
Arumi berada dalam kamarnya, dengan jalan secara perlahan. Arumi menyisir setiap sudut didalam kamarnya, matanya terus melihat kamar yang sudah hampir setahun tidak dilihatnya. Walaupun dia tidur di ranjang dalam kamarnya, tetapi kondisinya dalam keadaan tidak sadar. Pintu kamarnya diketuk dari luar. Tok..tok.. "Masuk saja, tidak dikunci" titah Arumi dari dalam kamarnya. Pintu terbuka, terlihat wajah Bu Dian. "Non, ingin mandi? Biar ibu bantu" kata Bu Dian. "Iya Bu, gerah badan Arum" kata Arumi. "Biar ibu siapkan air panas dulu, mau berendam kan ?" tanya Bu Dian. Iya Bu" sahut Arumi. Bu Dian masuk kedalam kamar mandi, Arumi berjalan keluar menuju balkon kamarnya. Arumi melihat kearah taman, dari balkon kamarnya. Dia tidak menyadari, ada sepasang mata yang menatapnya dari dalam mobil yang terparkir. "Rum, kau sudah sehat. Aku rindu Rum" Andre, orang itu adalah Andre. Tanpa sengaja,