Home / Romansa / Dendam yang Tak Terlupakan / Bab 1. Catur dan Dendam

Share

Dendam yang Tak Terlupakan
Dendam yang Tak Terlupakan
Author: Nana

Bab 1. Catur dan Dendam

Author: Nana
last update Last Updated: 2025-08-23 19:45:21

"Malam ini adalah awal dari segalanya. Tenanglah Mela. Semuanya sudah sesuai rencana. Jevan bisa dalam genggamanku," kata Mela sambil menenangkan dirinya dan menatap bayangannya di cermin.

Mela memakai gaun hitam panjang yang sederhana, tapi elegan. Gaun itu menutupi bekas luka yang tersembunyi di pergelangan tangannya. Luka itu adalah pengingat akan masa lalu yang kelam. Rambut panjangnya yang tergerai, mata coklatnya yang tampak teduh, dan wajahnya yang cantik. Tak ada yang akan menyangka bahwa di balik penampilan yang anggun ini tersimpan dendam yang membara.

"Aku siap untuk malam ini!", kata Mela yakin sambil menatap dirinya sekali lagi di cermin.

Mela mengambil tas kecilnya dan melangkah keluar dari apartemen. Setiap langkah menuju lobby apartemen membangkitkan kembali kenangan pahit masa lalunya. Setiap langkah kakinya mengingatkannya pada luka yang belum sembuh sepenuhnya. Rasa sakit itu masih terasa nyata dan membayangi terus-menerus.

Empat puluh menit kemudian, Mela tiba di restoran setelah perjalanan singkat dengan taksi. Ia melihat Jevan telah menunggunya di restoran mewah di pusat kota yang dikenal dengan suasana elegan. Restoran itu tampak sepi dan Mela segera menyadari bahwa Jevan telah menyewanya secara khusus untuk pertemuan mereka. Suasana yang sunyi dan mewah membuat Mela merasa sedikit tidak nyaman, tapi ia berusaha tetap tenang. Dengan langkah percaya diri, Mela mendekati Jevan yang tampak menunggu dengan sabar.

"Kau terlihat cantik, Mela," puji Jevan sambil menarik kursi untuk Mela.

Jevan adalah seorang pria berusia 40 tahunan dengan rambut yang mulai memiliki uban dan berpakaian mewah. Dia mengenakan kemeja sutra putih yang elegan dengan kerah yang terlipat rapi. Kemeja itu dipadukan dengan celana panjang hitam yang terbuat dari bahan wool berkualitas tinggi dengan garis-garis yang lurus dan rapi. Dia terlihat matang dan elegan sesuai dengan usia dan status kekayaannya.

"Terima kasih, Pak Jevan. Anda selalu terlihat menawan," jawab Mela dengan suaranya tenang sambil duduk di kursi yang dipersiapkan oleh Jevan.

"Sudah berapa kali aku bilang? Panggil aku Jevan dan berhenti bersikap formal padaku, sayangku. Kita ada di luar kantor dan acara bisnis kita," rengeknya sambil tersenyum dan mengecup tangan Mela.

"Baiklah, Jevan!" kata Mela dengan nada malu-malu yang dibuatnya.

"Bagus, sayangku. Pelayan bawakan makanan kami,"

Tak lama kemudian, pelayan membawakan makanan pesanan Jevan. Aroma lezat segera memenuhi udara. Mereka memulai makan malam dengan percakapan ringan. Mereka membahas topik-topik yang santai dan menyenangkan. Namun, Mela tahu bahwa Jevan tidak akan membiarkan pertemuan ini berlangsung tanpa tujuan.

Mela menunggu saatnya Jevan akan membahas hal yang lebih serius. Setelah menghabiskan segelas anggurnya, Jevan meletakkan tangannya di atas tangan Mela. Sentuhannya terasa hangat dan lembut. Mela merasakan sedikit kejutan, tapi dirinya tidak menarik tangannya dan membiarkan Jevan menentukan nada percakapan selanjutnya.

"Mela, aku tahu kita berbeda usia. Akan tetapi, aku sangat mencintaimu. Bahkan puisi terpanjang apapun tidak bisa selesai menerangkan besarnya rasa cintaku padamu. Selain itu, aku tidak akan menghentikanmu dalam berbisnis atau apapun yang kamu sukai. Aku akan mendukungmu sampai nafas ini habis," katanya dengan suara yang lembut dan penuh harapan. Matanya memandang Mela dengan mata yang penuh kasih sayang.

"Kamu akan mendukungku, Jevan?" kata Mela. Pikirannya melayang pada rencana balas dendamnya. Ia tidak menyangka Jevan akan dengan mudah masuk dalam perangkapnya.

"Tentu saja. Menikahlah denganku. Aku akan memberimu semua yang kau inginkan. Kekayaan, kekuasaan, dan kebebasan," jawab Jevan dengan matanya memancarkan keseriusan.

"Aku tidak perlu waktu, Jevan!" jawab Mela. "Aku setuju,"

Mata Jevan melebar karena terkejut. Dia tidak menyangka Mela akan langsung menerima tawarannya. "Kau yakin?"

Mela mengangguk dan memberikan senyuman manis yang membuat Jevan langsung meraih tangan Mela dan mengecupnya. Tak lupa, Jevan menyelipkan cincin berlian indah ke jari Mela.

Kabar pernikahan Mela dan Jevan menyebar dengan cepat dan mengejutkan banyak orang. Mela, seorang gadis yatim piatu tanpa warisan dan dipenuhi hutang perusahaan kini akan menikah dengan salah satu pria terkaya di kota itu. Reaksi yang paling dinantikan Mela adalah reaksi dari keluarga pamannya. Dia tahu bahwa mereka pasti terkejut dan marah.

Malam itu, Mela menerima telepon dari Bibinya. "Mela! Apa yang kau lakukan?! Mengapa kau menikah dengan pria tua itu?!"

"Kenapa, Bibi? Apa ada yang salah?" tanya Mela dengan suaranya dingin dan tenang. Ia bersikap bahwa menikah dengan Jevan adalah hal lumrah yang tak perlu diributkan.

"Tentu saja ada yang salah! Kau seharusnya menikah dengan pria yang seumuran denganmu! Bagaimana bisa kau menikah dengan pria tua itu? Apakah otakmu tidak bisa berpikir jernih?!" kata bibi dengan nada yang terputus-putus karena amarahnya yang membumbung tinggi.

"Bibi, aku tidak berpikir kau berhak mencampuri urusanku. Terakhir kali kau peduli padaku adalah saat kau mencampakkanku dan mengambil semua warisanku," jawab Mela. Hatinya tersayat ketika mengingat masa lalunya.

Terdengar hening di seberang sana. "Mela, kami tidak mengambil warisanmu. Paman dan bibi hanya ingin menyelamatkan perusahaan mendiang ayahmu dari hutang yang membengkak. Ini semua demi kebaikanmu juga,"

"Demi kebaikanku?" Mela tertawa sinis. "Bibi kira aku bodoh. Hal yang kalian lakukan bukan menyelamatkan, tapi merampas warisanku. Sekarang kau mengatakan itu demi kebaikanku? Kebaikanku yang mana, bibi?!"

"Mela, jangan bersikap seperti itu. Kami masih keluarga..."

Mela memotong perkataan Bibinya. "Keluarga? Kau telah lama berhenti menjadi keluargaku. Jangan pernah meneleponku lagi!" teriak Mela sambil menutup telepon. Dadanya berdebar-debar karena marah. Akan tetapi, rasa puas menyebar di dadanya dan membuatnya terkekeh senang.

Kemudian, Mela menggulirkan layar ponselnya. Ia mencari kontak sepupunya, Lisa. Ia menekan nomer itu dan mengirimkan pesan padanya. Ia mengetik pesan singkat padanya. "Ini baru permulaan, sepupuku tersayang!"

Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk dari sepupunya. "Apa maksudmu?"

Mela tersenyum sinis dan membalas, "Kau akan tahu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 7. Lelang Lukisan

    "Galeri Cendrawasih," bisik Mela sambil menghela napas panjang, merapikan blazer hitamnya, dan melangkah masuk dengan tegap. . Tujuan Mela hari ini bukan sekadar menghadiri lelang, melainkan untuk mencari kebenaran tentang perusahaan milik mendiang ayahnya. Ia tidak hanyamenunggu konfirmasi dari pengacara mendiang ayahnya. Ia harus bergerak cepat dan membuktikan firasatnya bahwa pamannya telah memalsukan dokumen utang untuk mengambil alih perusahaan itu. Mela ingin menemukan bukti yang tak terbantahkan untuk membuktikan kebenaran dan mengembalikan haknya. Ia berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa membalikkan keadaan dan memberikan keadilan bagi sang ayah. Dengan tekad yang kuat, Mela siap menghadapi apa pun yang akan terjadi demi mencapai tujuannya. Mela pun langsung masuk ke dalam galeri. Suasana lelang terasa ramai dan teratur. Para kolektor dan penikmat seni berbisik-bisik sambil menatap katalog lelang. Mata Mela mencari-cari kesana kemari. Tak lama kemudian, matanya menang

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 6. Niat Licik Lisa

    "Semoga si tua bangka Javier tidak pernah menghubungi Mela. Omong-omong soal Mela. Aku penasaran sama suaminya. Seberapa kayanya si Jevan sampai Mela mau," lirih Mela sambil menatap kepergian Tuan Javier dari area kantornya melalui jendela ruang kerjanya. Kemudian, Lisa berjalan menjauhi jendela menuju meja kerjanya. Ia duduk menghadap komputernya. Ia mencari nama Jevan di internet. Namun, tidak menemukan banyak informasi. Ia hanya menemukan beberapa artikel tentang bisnis Jevan yang tampaknya sangat sukses. Lisa merasa semakin penasaran. Lisa mengeklik sebuah artikel tentang Jevan di sebuah majalah bisnis online. Artikel itu bagaikan harta karun bagi Lisa. Ia membaca setiap baris dengan saksama dan menelan setiap kata yang menggambarkan sosok Jevan. Jevan digambarkan sebagai seorang pengusaha yang cerdas, visioner, dan memiliki kekayaan yang luar biasa. Angka-angka miliaran rupiah bertebaran di artikel itu hingga membuat mata Lisa membelalak. Ia tak menyangka mengenai Jevan y

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 5. Kencan Tanpa Direncanakan

    "Bagaimana kalau kita kencan? Sudah lama kita tidak kencan," kata Mela. Sebenarnya ia sedang mengalihkan pikirannya dari gagalnya pertemuannya dengan pengacara lama ayahnya. Pria tua itu menolak bertemu karena memiliki agenda penting lainnya. Jevan tampak terkejut sejenak. Namun, Jevan langsung tersenyum lebar mendengar usulan Mela. "Kencan? Itu ide yang bagus, sayang. Aku suka," kata Jevan sambil menggandeng tangan Mela dengan mesra. Mela merasa sedikit lega karena Jevan tampaknya tidak curiga tentang konflik yang dia hadapi. Dia berusaha untuk menunjukkan antusiasme yang normal, seperti pasangan yang bahagia. "Kita bisa pergi ke pantai hari Sabtu ini. Aku ingin melihat sunset bersama kamu," tambah Mela. Ia mencoba untuk membuat rencana yang romantis. Jevan mengangguk dengan senang. "Pantai hari Sabtu? Itu menarik. Tapi, lebih menarik lagi kalau kita berangkat sekarang. Ayo sayang," ucap Jevan sambil mengendongnya ala bridal style menuju mobil Jevan. "Kamu gila, Jevan. Ki

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 4. Theresa dan Theodore

    "Ini sangat menarik," Mata Mela mengawasi empat sosok yang keluar dari mobil range rover warna putih. Ia kenal mobil itu karena mobil itu adalah hadiah yang diberikan ayahnya untuk Damar bertahun-tahun yang lalu. Empat sosok itu merupakan Damar, Lisa, dan kedua anak kembarnya, Theresa dan Theodore. Kedua anak kembar mereka memakai seragam TK milik Yayasan Global Education. Yayasan ini menaungi sekolah dari tahap TK hingga SMA. Mela merupakan salah satu donatur melakui foundation beasiswanya. Oleh karena itu, Mela mendapatkan akses bebas untuk masuk ke yayasan tersebut. "Apakah mereka harus masuk dalam permainanku?" tanya Mela sambil menatap anak kembar itu dari jauh dengan senyum miring. Ia tampaknya mempertimbangkan sesuatu dengan serius. Dengan langkah yang pasti, Mela langsung menuju lift untuk turun ke lobby TK. Saat lift terbuka, ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai dasar. Mela tersenyum sendiri seolah-olah sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mela keluar da

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 3. Racun dan Madu

    ""Sial!" umpat Lisa sambil membanting ponselnya di atas meja dengan keras. Lisa tidak percaya dengan postingan milik Mela. Seluruh postingan Mela memperlihatkan kehidupan Mela yang tampak sempurna. Selain itu, ia bisa melihat Mela memiliki seorang suami yang jauh lebih sukses daripada Damar. Damar yang sedang duduk di seberangnya langsung melihat wajah Lisa yang memerah karena marah. "Ada apa, sayang?" tanya Damar sambil mengambil ponsel milik Lisa yang tergeletak di atas meja. Lisa menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya. Lisa tidak ingin Damar tahu betapa iri dan marahnya dirinya terhadap Mela. Namun, wajahnya tetap menunjukkan kemarahan yang tidak bisa disembunyikan sehingga Damar memperhatikan Lisa dengan seksama dan mencoba mencari tahu apa yang salah. "Lihat itu," kata Lisa. "Mela, mantan pacarmu itu sedang berbulan madu di Maladewa! Dia memamerkan kehidupan pernikahannya sekarang,"Damar melihat foto-foto itu. Ia mengenali gaun mahal yang dipakai Mela dan

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 2. Masa Lalu : Penghinaan

    "Apa yang kalian berdua lakukan?" tanya Mela dengan suara yang bergetar. Matanya mulai berair karena menahan air mata yang berusaha keluar. Jantungnya terasa seperti ditusuk-tusuk dengan jarum yang tajam. Rasa sakit yang menusuk ke dalam hatinya membuat napasnya menjadi lebih berat. Damar menyudahi ciumannya dengan kesal. Ia menatapnya dengan tatapan dingin yang belum pernah dilihat Mela sebelumnya. "Kita harus bicara," katanya sambil menarik tangan Mela keluar ruangannya. Damar menarik Mela ke lorong kantor yang sepi. "Aku tidak bisa melanjutkannya lagi," katanya dengan tenang. Tak lupa dengan senyum manis pria itu yang bertengger di bibirnya. "Aku akan menikah dengan Lisa," Kata-kata itu menghantam Mela, seperti pukulan keras yang tak terduga dan membuat seluruh tubuhnya terasa lemah, serta napasnya terhenti sejenak. Matanya menatap pria yang dicintainya ini untuk mencari petunjuk apakah semua ini hanya lelucon belaka. "Apa? Mengapa?" tanya Mela dengan nada bergetar karena t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status