"Halo La," ucap Nadira yang mengangkat panggilan masuk dari Lala. Nadira terbangun saat mendengar dering di ponselnya.
"Halo Dira, kamu di mana?
Apa gak masuk kerja?" Ucap Lala yang sudah berada di toko.
Dira diam saat mendengar ucapan Lala. Tubuhnya terasa begitu sangat sakti, bekas tamparan di wajahnya masih terasa pedih dan panas. "Moga aja telinga aku gak tuli karena di tampar." Nadira berucap di dalam hati dengan memegang telinganya yang terasa sakit. Kepalanya juga sangat pusing. Dira menjangkau cermin kecil yang ada di meja kecil di samping tempat tidur. "Aku tidak mungkin ke toko dengan wajah babak belur seperti ini," ucap Nadira memandang wajahnya dari pantulan cermin.
"La, tidur lagi kamu?" Lala berucap dengan nada suara yang cukup keras hingga Nadira terkejut saat mendengar suara melengking dari dalam telpon milikinya.
"Maaf La, aku baru aja bangun. La, apa aku boleh libur hari ini? Hanya satu hari aja," ucap Dira.
"Kamu kenapa?" Tanya Lala yang meras aneh saat melihat sikap temannya.
"Aku capek La. Aku tidak menduga ternyata jadi pembersih toilet itu sangat berat," ucap Nadira yang meneteskan air matanya dengan tangan menutup mulutnya. Nadira berusaha agar suara tangisnya tidak terdengar oleh Lala. Apa yang terjadi semalam sungguh tidak pernah terbayangkan oleh Nadira sebelumnya. Rasa sakit bukan hanya di sekujur tubuhnya juga hati dan perasaannya. Nadira hanya bertekad untuk bisa kuat dan melanjutkan pekerjaannya demi mendapatkan uang untuk pengobatan ayahnya. Peristiwa yang dialaminya semalam kini kembali melintas di ingatannya. Keringat bercucuran di pelipis keningnya saat mengingat Wajah pria yang begitu sangat kejam dan juga keji telah memperkosanya.
"Iya sih, kamu belum terbiasa kerja malam sampai pagi. Ya sudah, bila begitu kamu istirahat aja," ucap Lala yang memahami kondisi Nadira.
"Makasih ya la," ucap Nadira yang begitu sangat senang.
"Iya, nanti aku akan meminta izin ke bos. Istirahatlah," ucap Lala.
"La, makasih ya," ucap Nadira.
"Iya, aku mau lanjutin kerjaan dulu bay," ucap Lala yang memutuskan sambungan telepon tersebut.
Nadira meletakkan ponsel miliknya di atas tempat tidur. Nadira menagis sejadi-jadinya ketika menyadari apa yang semalam di alaminya. "Ayah, ibu Dira rindu. Seandainya ibu ada di sini, Dira ingin memeluk ibu dan ayah. Ibu, ayah maafkan Dira yang sudah mengecewakan ibu. Dira sudah gagal menjaga diri Dira." Ucap Nadira yang menagis. Nadira tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Nadira kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur ketika ia merasakan kepalanya yang terasa amat sakit. "Bagaimana cara menghilangkan bekas memar seperti ini," ucap Nadira yang memegang pipinya. Nadira mengambil ponselnya dan mencari di g****e. Cara menghilangkan memar dan lebam dengan cepat. Setelah membaca beberapa artikel Nadira meletakkan ponselnya di atas tempat tidur dan pergi ke kamar mandi.
"Sakitnya." Nadira meringis menahan rasa perih di bagian intinya. Kepalanya juga begitu sangat pusing dan sakit.
Nadira masuk ke kamar mandi mengambil air dingin untuk mengompres wajahnya. Nadira keluar dari dalam kamar mandi dengan berjalan sangat pelan. Rasa perih di bagian inti miliknya membuat jalannya sangat tidak nyaman.
Nadira menyiapkan beberapa kain yang bisa di jadikan nya kompres. Kain-kain itu dimasukkan ke dalam ember kecil dan meremasnya. Nadira mengompres bagian pipinya kiri dan kanan, kening, leher dan pergelangan tangannya. "Moga aja bisa cepat hilang memarnya," ucap Nadira yang memejamkan matanya. "Rasanya sangat sakit. Kepala aku juga pusing. Kalau ke dokter bisa kena berapa ya. Aku juga mau minta obat menghilangkan memar dengan cepat. Tapi pasti mahal, Aku gak ada uang. Mana gajian masih 1 Minggu lagi. Nanti saja lah bila rasa pusingnya masih gak hilang, aku beli obat sakit kepala atau obat penghilang rasa sakit di warung. Paling cuma 2.000," ucap Nadira yang menekan-nekan kompres di wajahnya. "Duh, sakit," ucap Nadira saat mengompres bagian sudut bibirnya yang luka.
***
Arga memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pria itu berinsut duduk dan membuka pintu dengan remot yang ada di tangannya.
"Maafkan saya mengganggu tidur anda," ucap Iswandi yang masuk ke dalam kamar dan berdiri tidak jauh dari tempat tidur yang saat ini ditempati oleh Arga. Pria itu terpaksa mengganggu tidur bosnya karena mereka ada pertemuan penting nanti jam 9.
"Apa kau sudah menyiapkan pakaianku," tanya Arga memandang asistennya.
"Sudah Tuan," ucap Iswandi yang membawa paper bag di tangannya.
"Tunggulah di luar aku akan bersiap-siap sebentar." Arga masih duduk di tempat tidur dengan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur.
"Baik Tuan," jawab Iswandi.
"Iswandi," ucap Arga memanggil asisten pribadinya tersebut.
"Ada apa Tuan," ucap Iswandi yang kembali membalikkan tubuhnya dan memandang kearah Arga.
"Bagaimana dengan si penghianat itu?" ucap Arga yang menanyakan tentang Tio.
"Saya sudah memerintahkan orang kita untuk menghabisinya seperti yang Anda minta," ucap Iswandi menjelaskan.
"Kamu ingat, aku tidak ingin berurusan dengan pihak yang berwajib. Jadi semua urusan itu harus diselesaikan sebaik mungkin."
"Bagaimana dengan keluarga Tio, tuan?" tanya Iswandi.
"Urusan aku dengan dia sudah selesai. Biarkan saja keluarganya hidup," ucap ucap Arga yang memang tidak ingin mencari keluarga Tio.
"Baik Pak," jawab iswanti yang berencana pergi meninggalkan kamar tersebut.
"Iswandi," ucap Arga yang kembali memanggilnya.
"Ya Pak." Iswandi menghentikan langkah kakinya.
"Perintahkan Teddy menunggu saya di ruangan saya. Saya ingin berbicara dengannya." Arga ingin menanyakan tentang petugas kebersihan semalam.
"Baik, apa ada yang lain lagi pak?" Tanya Iswandi.
"Tidak ada, keluarlah." Arga memberi isyarat tangannya agar asistennya keluar dari kamar tersebut.
"Baik pak," Jawab Iswandi yang pergi meninggalkan kamar tersebut dan menutup pintunya dengan sangat rapat.
Arga beranjak dari atas tempat tidur dan memandang bercak darah yang ada di atas sprei. Gadis itu masih sangat muda dia juga masih perawan. Apa dia sengaja dikirim ke sini agar tidak dicurigai. Atau dia sengaja ingin menjebak aku?" Arga masih menganggap bahwa wanita semalam adalah orang suruhan.
Pria itu mengambil handuk dan melingkarkan handuk itu di pinggangnya. Arga masih mengingat peristiwa yang terjadi semalam. Arga mengusap wajahnya dengan sangat kasar ketika dirinya Mengingat bahwa tubuhnya masih menginginkan gadis itu. " Aku tidak boleh terjebak dengan permainan musuhku. Aku yakin wanita itu itu akan jerah menjadi mata-mata. setelah apa yang aku lakukan kepadanya." Arga berucap dengan tersenyum mengangkat sudut bibirnya sebelah kanan.
***
"Permisi tuan, apa anada memanggil saya?" ucap Teddy yang masuk ke ruangan Arga.
"Duduk," ucap Arga.
Dengan wajah yang pucat dan keringat yang basahi pelipis keningnya Teddy duduk di depan pria penuh kuasa itu. Teddy begitu sangat takut bila dirinya dipanggil secara mendadak seperti ini. Bos besarnya akan memanggilnya bila terjadi masalah di ditempat hiburan malam yang menjadi tanggung jawabnya.
"Aku ingin data karyawan yang bertugas menjadi pembersih toilet," ucap Arga memandang Teddy.
"Baik tuan, saya akan mengambilnya," ucap Teddy yang yang beranjak dari kursi dan dengan sangat cepat keluar dari ruangan tersebut. Teddy berusaha untuk berlari ke ruangannya dan mengambil berkas yang semalam diberikan oleh Nadira kepadanya. Teddy sangat mengetahui bahwa bosnya tidak suka bila dirinya lambat sedikit saja.
Teddy masuk kembali ke ruangan Arga dengan nafas yang terdengar ngos-ngosan. "Ini tuan," ucap Teddy yang menyerahkan amplop berwarna coklat tersebut.
"Namanya Nadira, dia baru bekerja di sini satu hari," ucap Teddy menjelaskan.
"Perempuan?" tanya Arga.
"Iya tuan, Dia perempuan," ucap Teddy.
"Kau menerima pembersih toilet perempuan?" tanya Arga yang memandang Teddy. Arga memandang Teddy dengan mengecilkan matanya dan mengerutkan keningnya.
"Untuk petugas pembersih toilet, kita tidak ada persyaratan perempuan atau laki-laki Pak dan Bapak mengatakan hal itu. Karena alasan itu saya menerima dia bekerja di sini. Saya sudah tidak bisa menemukan pembersih toilet laki-laki, Kebanyakan mereka hanya sanggup bekerja dua atau tiga hari saja. Waktu itu saya meminta Lala untuk mencarikan pembersih toilet. Saya mengira yang Lala katakan yang akan menjadi pembersih toilet itu laki-laki, namun saat Lala datang ke sini bersama dengan seorang wanita. Ternyata yang mendaftar untuk menjadi pembersih toilet perempuan," ucap Teddy.
"Aku begitu sangat mencurigai wanita itu," ucap Arga.
Teddy diam ketika mendengar ucapan Edgar.
"Apa saja yang kamu ketahui tentang dia?" tanya Arga
"Dia kerja di toko pakaian sama dengan Lala dan Lala mengenalnya sudah lebih 1 tahun. ucap Teddy menjelaskan sedikit informasi yang didapatnya dari Lala ketika dia sudah menerima Nadira.
"Aku tidak ingin kamu memecatnya. Biarkan dia bekerja di sini, bila dia masih datang untuk bekerja. Namun bila dia tidak datang lagi untuk bekerja di sini maka biarkan saja. Laporkan kepada aku setiap gerak-gerik yang dilakukannya." Ucap Edgar memerintah
"Baik Pak," jawab Teddy yang menganggukkan kepalanya.
***
Seharian ini Nadira hanya menagis meratapi nasibnya. Nadira tidak mengerti mengapa dirinya berada di posisi seperti ini. Nadira memandang ponselnya yang berdering. Dengan sangat cepat Nadira mengusap air matanya saat melihat panggilan masuk dari ibunya. Nadira mengangkat panggilan telepon setelah berhasil meredam suara tangisnya."Ibu," ucap Nadira."Halo nak, Dira lagi apa?Kenapa lambat angkat telepon Ibu?" ucap Erna." Iya halo Bu. Tadi Dira lagi di kamar mandi Bu," ucap Nadira yang mengusap air matanya. Nadira menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh ibunya."Apa hari ini nggak kerja?" tanya Erna."Kerja Bu, ini lagi di toko. Kebetulan nggak ada yang beli," ucap Nadira berbohong."Ibu kirain tadi lagi di rumah, soalnya sepi dengarnya," ucap Erna."Enggak Bu, kebetulan toko
Nadira duduk sejenak di kursi kerjanya, saat dirinya sudah sampai di tempat kerjanya. "Ternyata capek juga," ucap Nadira di dalam hati sambil memijat-mijat kakinya yang terasa penat. Nadira sedikit mengangkat topi yang dipakainya ke atas dan mengusap keringat yang menetes di pelipis keningnya. Di ambilnya botol minum yang ada di dalam tasnya dan meneguk air putih tersebut. Nadira kembali melanjutkan pekerjaannya setelah ia merasa lelahnya berkurang. Nadira masuk ke dalam toilet dan membersihkan toilet itu satu persatu. Pekerjaannya saat ini tidak terlalu berat, berhubung Nadira sudah memberikan toilet sebelum pulang. Nadira berada di dalam toilet yang di gunakan oleh pria semalam. Berapa di dalam toilet ini membuat Nadira meras begitu sangat takut. Nadira mengingat bagaimana pria itu memukul lawannya dan menyiksanya. Nadira bersandar di dinding ketika tubuhnya hampir terjatuh. Setelah ia merasa tubu
Arga duduk di meja kerjanya. Saat ini ini pria itu tidak terfokus dengan pekerjaannya. Ia lebih terfokus dengan layar monitor yang menampilkan video gadis petugas kebersihan toilet. Arga memandang video yang dikirim Teddy kepadanya. Arga memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh wanita yang saat ini ada di layar videonya. Tatapan matanya tidak berkedip sedikitpun saat memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh wanita itu."Aku mengira dia tidak akan pernah lagi muncul di klub setelah apa yang aku lakukan kepadanya. Namun ternyata nyalinya sangat besar. Dia masih mampu datang ke klub untuk berpura-pura bekerja. Hebat juga dia, siapa sebenarnya yang telah memerintahkannya? Apa yang mereka perintahkan kepada wanita ini?" Arga begitu sangat kesal ketika mengingat gadis itu tidak mau membuka mulutnya. Bahkan wanita muda itu lebih memilih lecehkan dan diperkosa dari pada harus membuka mulutnya. Arga tersenyum tipis, ketika dirinya mengin
"Ayah di sarankan untuk berobat di rumah sakit besar yang ada di kota. Uang itu akan dipergunakan untuk berobat ayah. Aku sangat berharap, ayah bisa sehat seperti dulu lagi," Nadira berucap dengan mengusap air matanya.Lala mengangukan kepalanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Nadira. "Aku tidak menyangka kondisi ayah kamu sangat parah," ujar Lala yang ikut prihatin."Ayah sudah sakit sudah lebih satu tahun ini. Namun sudah 6 bulan terakhir ini kondisinya semakin memburuk," keluh Nadira. Nadira sedikit tersenyum dan memasukkan soto kedalam mulutnya.Lala menganggukkan kepalanya ketika mendengar jawaban Nadira. Lala memandang wajah Nadira dan menyibakkan rambut Nadira yang menutupi pipinya ke belakang. "Kamu kenapa?" Tanya Lala yang memandang wajah Nadira.Nadira tersenyum dan kembali mengatur rambutnya agar menutupi bagian pipinya. "Kamu tahu sendiri kerjaannya?" Nadira yang tidak
Lola masuk ke dalam ruangan kerja calon suaminya. Ruangan yang sangat besar dan memiliki desain yang elegan. Gadis itu mendekati calon suaminya yang duduk melamun di kursi kerjanya. "Mas," Sapa Lola. Lola berdiri di samping Arga. Kening Lola berkerut melihat sikap aneh calon suaminya. Calon suaminya sangat tidak menyadari kehadirannya. Bahkan pria itu terkejut ketika dirinya menyapa. Lola sangat mengenali Seperti apa karakter Arga, sikap seperti ini sangat tidak pernah dilihatnya sebelumnya." Iya sayang, "jawab Arga yang kemudian diam."Mas lagi lagi mikirin apa?" Tanya Lola yang memandang pria tersebut."Mikirkan acara pernikahan kitalah," Arga berucap dengan sangat santai. Pria itu menarik tangan calon istrinya agar duduk di atas pangkuan.Lola tersenyum saat mendengar ucapan calon suaminya. Lola melingkarkan tangannya di leher pria yang akan menjadi suaminya. "Aku kirain tadi ma
Sudah 1 bulan Nadira bertahan bekerja di klub malam. Disini ia bekerja tanpa ada hari libur, karena memang hanya dirinyalah yang menjadi petugas pembersih toilet. Nadira bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ditandatanganinya. Rasa lelah, rasa jenuh tidak pernah dihiraukannya. Nadira selalu bekerja dengan penuh semangat dan mengharapkan ayahnya akan segera bisa berobat dengan uang gaji yang akan diperolehnya nanti.Nadira duduk di depan di meja kerjanya. Nadira sudah tidak sabar untuk mendapatkan gaji nya. Satu bulan ini Nadira bekerja tanpa ada libur sehari pun. Nadira sudah bisa membayangkan bagaimana kebahagiaan ibunya nanti bila mendapatkan kiriman uang gajinya. Lamunan Nadira buyar ketika mendengar suara kaki yang mendekat ke arahnya. Nadira memandang pengunjung yang berjalan menuju ke kamar mandi. Nadira akan selalu waspada setiap kali melihat ada yang datang. Ia menundukkan kepalanya dengan ekor mata yang memandang ke arah pengunjung terseb
Nadira terbangun dari tidurnya. Piyama yang dipakainya basah oleh keringatnya. Setiap hari Nadira akan terbangun dengan tubuh yang basah oleh keringat. Sudah satu bulan ini, ia tidak pernah merasakan tidur nyenyak. Bayangan akan pemerkosaan itu membuatnya merasa begitu sangat ketakutan. Bahkan peristiwa itu selalu hadir di dalam mimpinya. Menemani tidur lelapnya. "Sampai kapan aku seperti ini," Nadira menangis merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. "Aku ingin melupakan ini semua. Aku tidak sanggup mengingat semua ini," Nadira merintih pilu. Rasa sakit ini, semua yang di alaminya harus dirasakannya sendiri. Nadira tidak sanggup mengaku dengan ibunya. Kondisi ibunya saja sudah membuat ibunya sedih. Nadira tidak bisa membayangkan bagaimana bila ibunya mengetahui ini semua. Tubuh Nadira semakin melemas saat mengingat itu semua. Nadira mengambil ponselnya. Nadira mencari tips menghilangkan rasa takut dan trauma. ,"Cara-cara i
Nadira menutup mulutnya saat mendengar suara langkah kaki yang mendekati pintu kamar mandi di mana dirinya berada. Air matanya menetes tiada henti. Nadira berharap agar pintu kamar mandi itu tidak di buka paksa dari luar.Air matanya tiada henti menetes kakinya gemetar menahan rasa takut. Untaian doa terucap tanpa henti dari mulutnya yang tertutup. Wajah gadis itu semakin memucat ketika suara pintu dipukul dengan sangat keras dari luar. Nadira menutup telinganya agar tidak mendengar suara perkelahian di depan pintu kamar mandi tempat dirinya berada. Nadira hanya diam duduk di dalam toilet tersebut. Nadira tidak tau entah berapa lama dirinya ada di dalam. Ia keluar dari dalam toilet setelah memastikan bahwa kondisi di luar sudah aman.Tubuh Nadira lemas seketika melihat darah yang berceceran di depan pintu kamar mandinya. Ia tidak tahu apa yang terjadi di luar karena dirinya hanya sembunyi menahan rasa takutnya. "Bila seanda