"Kenapa takut-takut gitu? Takut, ya, ketahuan bantuin Kak Intan terus aku aduin ke Mama?!"
Bi Iyem serta-merta membalalak. "Ja-jangan, Non, jangan aduin ke Nyonya. Anu, tadi Bibi ha-hanya ...." Bi Iyem begitu gugup."Kak Intan, aku punya tugas buat Kak Intan." Mischa langsung menatap kakak iparnya dan tak memedulikan perkataan Bi Iyem.Intan yang sedang menjemur pakaian menoleh dan bertanya. "Apa?"Mischa bisa melihat wajah Intan tanpa tak senang menanggapinya. Wajahnya yang terlihat lesu menunjukkan kalau dia keletihan. Tapi Mischa peduli apa?"Teman-teman aku datang tuh. Aku mau Kak Intan bikinin mereka makanan spesial. Ayam bakar sekarang juga." Mischa to the point.Belum sempat Intan menjawab, Bi Iyem justru menyela lebih dulu. "Bu Intan baru saja abis nyuci, dia pasti kecapekan butuh istirahat. Biar Bibi saja yang bikinin?" Bi Iyem tersenyum.Mischa menatap pembantunya itu kesal. "Aku mau"Takut, ya, kepergok mau transfer uang buat ibumu yang miskin itu?"Kalimat ibu mertuanya seakan membuat hati Intan dihantam palu bertubi-tubi. "Mau minta apa lagi dia? Biaya buat shoping?" tanya Mira lagi melihat menantunya terdiam.Intan menatap ibu mertuanya. "Bukan, Ma. Buat biaya kuliah adikku. Tahun ini dia udah mulai skripsi dan butuh tambahan biaya.""Oh ...." Mira lalu terdiam, urung berkomentar lagi. Takut Intan terlalu sakit hati lalu mengadu pada Bima. "Mama mau pergi ke pabrik," ucap wanita itu akhirnya. "Kalau ada tamu atau hal-hal penting telepon Mama, ya?"Intan memaksakan senyum. Berusaha menetralkan suasana perasaannya dan tak memasukkan omongan mamanya tadi ke dalam hati. "Mama perginya sama siapa?""Kenapa kamu tanya-tanya begitu? Itu bukan urusan kamu!"Intan selalu berusaha sabar, tapi lihatlah sikap mertuanya itu."Sebelum Mama ke pabrik, Mama mau ke rumah sakit dulu," ucap Mira kemudian. Membuat Intan sedikit membelalakan mata."Siapa yang sakit, Ma?""Maya. K
"Baik kalau begitu sekian rapat pagi ini. Silakan kembali ke ruangan masing-masing." Bima menutup meeting pagi itu. Para karyawan pun berbondong-bondong meninggalkan ruangan sambil meninting tablet atau laptop. Hingga perlahan ruang meeting itu sepi, hanya menyisakan sang direktur utama PT Sutra Gemilang tbk seorang diri. Selesai menutup laptop yang pertama Bima lakukan adalah mengecek ponselnya. Bima menghela napas saat mendapati pesan yang dia kirimkannya terakhir kali belum dibalas istrinya. Dia khawatir istrinya sedang sibuk karena pekerjaan dari mamanya yang begitu banyak sampai membuat istrinya itu kelelahan dan ketiduran. Saat dia kebingungan menatap layar ponsel, nama Mama terpampang di layar ponselnya. Dia pun mengangkat telepon itu. "Iya, ada apa, Ma?" "Gimana perkembangan promosi produk baru kita?" Suara sang Mama terdengar di seberang. Bima berdiri, melempar pandang ke kaca besar di ruangan itu. Lantas berjalan ke arah sana. Pemandangan kota Jakarta dari ketinggian
"Kamu sengaja ya bikin malu Mischa di depan teman-temannya?" Saat itu tahulah Intan apa yang menyebabakan ibu mertuanya itu sampai menamparnya. Dia melirik Mischa sekilas. Gadis itu memasang tampang mengejek. Intan tahu, Mischa pasti mengadu hal yang tidak-tidak kepada mamanya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena Mischa sendiri yang menyengkang kakinya. "Itu semua salah, Mischa, Ma," jawab Intan akhirnya. "Dia yang udah sengaja nyengkang kaki aku sampai aku jatuh dan pecahin gelas." Mischa melotot mendengarnya. "Enggak, Ma. Kak Intan bohong. Dia pasti takut dimarahin Mama. Lagian mana mungkin aku yang buat kekacauan yang bakal memperlakukan diriku sendiri. Mama harus percaya sama aku, dong." Mira menoleh sekilas ke arah anak bungsunya. "Jadi yang benar ini yang mana?" "Ma, Mama kok nanya gitu, sih? Mama nggak percaya sama aku?" Mischa mulai kesal dengan mamanya. "Ini semua salah Kak Intan, Ma. Tapi dia malah menuduh aku." "Bukannya kebalik, ya," sahut Intan. "Ih apaan, si
Tak Mischa sangka, Lisa kini berdiri di hadapannya, entah sejak kapan. Apakah Lisa benar-benar mendengar percakapannya dengan Kak Intan? Apa saja yang sudah Lisa dengar?"Gue udah lumayan lama di sini. Gue nggak ngerti maksud ucapan lo ke Kak Intan apa, ya?" Lisa balik bertanya."Hmmm enggak itu--" Mischa kebingungan mencari alasan."Lo marahin Kak Intan gara-gara dia numpahin jus?" tanya Lisa lagi membuat Mischa terdiam dengan perasaan ketar-ketir. "Ya ampun, Mischa. Lo nggak perlu marahin Kak Intan sampai segitunya. Kak Intan pasti nggak sengaja." Lalu Lisa menatap Intan. "Iya kan, Kak?"Mischa masih membisu. Meski dia tak suka Lisa mengetahui dirinya memarahi kakak iparnya, tapi dia sedikit lega, karena ternyata Lisa tidak mengetahui kalau sebenarnya Intan adalah kakak iparnya, bukan pembantu di rumah ini."Udah biasa dimarahin," jawab Intan yang membuat Mischa membelalakan mata. Dia tak menyangka kakak iparnya itu akan m
Betapa terkejutnya Intan mendengar perkataan Mischa. Tak dia sangka, adik iparnya itu malah menganggapnya pembantu di depan teman-temannya sesama selebgram. Mischa tersenyum penuh arti melihat ekspresi wajah kakak iparnya yang terlihat tidak senang. 'Rasain lo, Kak. Emang enak gue kerjain. Siapa suruh ngibulin gue beli ayam bakar di luar,' batinnya sengit."Halo, Kak Intan.""Hai, Kak Intan. Salam kenal, ya."Teman-teman Mischa menyapa Intan dengan ramah alih-alih mencemooh seperti yang Mischa harapkan. Melihat itu Intan hanya bisa tersenyum kaku dan balas menyapa mereka. "Wah, nggak nyangka, asisten rumah tangganya Mischa selain pintar masak juga cantik." Tanpa diduga salah seorang teman Mischa memuji Intan. "Iya, ya, Kak Intan cantik, kayak asisten rumah tangga di ftv-ftv gitu ...." Yang lain ikut berkomentar. Lalu disusul tawa yang lainnya. Meja makan itu seketika riuh. Mischa mengernyit
"Kenapa takut-takut gitu? Takut, ya, ketahuan bantuin Kak Intan terus aku aduin ke Mama?!"Bi Iyem serta-merta membalalak. "Ja-jangan, Non, jangan aduin ke Nyonya. Anu, tadi Bibi ha-hanya ...." Bi Iyem begitu gugup."Kak Intan, aku punya tugas buat Kak Intan." Mischa langsung menatap kakak iparnya dan tak memedulikan perkataan Bi Iyem.Intan yang sedang menjemur pakaian menoleh dan bertanya. "Apa?"Mischa bisa melihat wajah Intan tanpa tak senang menanggapinya. Wajahnya yang terlihat lesu menunjukkan kalau dia keletihan. Tapi Mischa peduli apa?"Teman-teman aku datang tuh. Aku mau Kak Intan bikinin mereka makanan spesial. Ayam bakar sekarang juga." Mischa to the point.Belum sempat Intan menjawab, Bi Iyem justru menyela lebih dulu. "Bu Intan baru saja abis nyuci, dia pasti kecapekan butuh istirahat. Biar Bibi saja yang bikinin?" Bi Iyem tersenyum.Mischa menatap pembantunya itu kesal. "Aku mau