Share

Bab 28. Mual-mual

Penulis: Davian
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-17 22:22:58

Bara menoleh seketika. Suara keras itu memecah kesunyian malam. Wajahnya langsung memucat. Indira yang dalam gendongannya menegakkan sedikit tubuh, tapi wajahnya masih tampak lemah dan pucat.

“Be—Bella?” suara Bara berat, antara kaget dan panik.

Bella berdiri di depan pintu rumah dengan gaun malam warna perak yang masih menempel di tubuhnya. Rambut panjangnya terurai, matanya menatap Bara dengan campuran amarah dan luka.

“Apa maksudmu ini, Bara?!”

Suara itu bergetar tapi jelas menusuk.

Bara buru-buru menurunkan Indira di sofa ruang tamu, menahan agar wanita itu tidak jatuh. “Aku bisa jelaskan.”

“Jelaskan apa?” Bella melangkah cepat, tumit sepatunya mengetuk marmer keras-keras. “Kamu dan pelayan itu ... kenapa bisa kalian berduaan, malam-malam begini? Dan habis pergi ke mana kalian berdua?" Tatapan mata Bella tampak tajam kepada keduanya.

Indira menunduk. Tangannya menggenggam sisi sofa kuat-kuat, berusaha menahan gemetar. “Nyonya, saya... saya akan jelaskan. Saya dan Tuan Bara—"

“Diam
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Davian
Siap kak, tunggu ya malam ini
goodnovel comment avatar
Yuliani Padaunan
cerita sungguh menarik, lanjut dong......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 35. Kepergok

    Indira menggertakkan rahangnya, mencoba menahan amarah yang sudah menumpuk di dada. Suasana rumah masih diselimuti bau bunga kamboja dan dupa dari para pelayat yang belum lama pergi. Namun kini, suasana berubah tegang. Tatapan ayahnya, Kusman, yang mabuk dan berbau alkohol, membuat tubuh Indira gemetar antara marah dan jijik.“Bapak jangan ngaco!” suaranya meninggi, matanya berkilat. “Utang-utang itu bukan karena Ibu! Itu karena Bapak, karena judi dan minuman Bapak yang nggak pernah berhenti!”Kusman mendengus kasar. “Kamu tahu apa, hah? Kamu enak di kota, kerja, makan dari uang orang kaya! Sementara di sini, Bapak yang harus tanggung semuanya!”Indira berdiri, suaranya pecah di udara yang hening. “Tanggung? Apa yang Bapak tanggung? Ibu yang dulu kerja siang malam! Adik-adik kelaparan, Bapak malah nongkrong di warung dan habisin uang kiriman yang seharusnya buat obat Ibu!”Kusman menatapnya tajam, matanya merah dan penuh kemarahan. “Uang itu uang siapa, hah? Uang dari kamu juga bukan,

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 34. Duka

    Radit mengerjap pelan begitu langkah kakinya berhenti di ujung dapur. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak seharusnya ia lihat—Bara keluar dari kamar Indira dengan langkah pelan dan hati-hati, seolah takut membangunkan seseorang di dalam sana.Alis Radit langsung bertaut. Ia mengenal Bara sejak kecil, tahu betul gerak-gerik adik sepupunya itu. Kali ini, tatapan Bara saat menutup pintu kamar pelayannya itu terlalu gelisah, terlalu canggung. Seperti seseorang yang baru saja melakukan sesuatu yang tak pantas.Radit tidak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri di balik pilar, mengamati dari kejauhan sampai Bara benar-benar berlalu dan menghilang di tikungan koridor. Namun pikirannya berputar cepat, mencoba mencerna apa yang baru saja dilihatnya.“Kenapa dia keluar dari kamar Indira sepagi ini?” gumamnya pelan. “Jangan bilang—”Ia menahan napas, menepis pikiran buruk yang mulai tumbuh liar di kepalanya. Ia tahu Bara punya masalah dengan Bella, tapi Radit tidak pernah menduga bahwa masalah

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 33. Bermalam Di Kamar Pembantu

    Indira menutup telepon dengan tangan gemetar. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi tanpa bisa dibendung. Tubuhnya lunglai, jatuh berlutut di lantai dingin kamar itu. Semua yang ia dengar barusan seperti mimpi buruk yang menampar kesadarannya.Ibu koma.Ayah kembali ke meja judi.Adik-adiknya terlantar.Semua doa dan kerja kerasnya terasa sia-sia. Uang yang dikirim selama ini, yang ia sisihkan dari hasil kerjanya dengan merelakan harga diri, lelah dan keringatnya, ternyata tak sampai pada orang yang seharusnya menerima.“Ya Tuhan...” bisiknya di antara isak. “Kenapa harus begini...”Ia memeluk lututnya erat, seperti mencari kehangatan dalam kesendirian. Dalam tangis yang pecah malam itu, ia tahu satu hal, ia harus pulang. Apa pun yang terjadi, ia tidak bisa tinggal diam di sini.Setelah cukup lama terisak, Indira menegakkan tubuhnya dengan sisa tenaga. Matanya sembab, tapi tekadnya mulai terbentuk. Ia menatap foto kecil ibunya yang selalu ia bawa di dalam dompet. Wajah lembut it

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 32. Kebohongan terkuak

    "Aku akan bicara dengannya besok saja. Aku mau istirahat dulu, Tan." "Ya sudah. Kamu istirahat sana," ucap Mayang pada keponakannya itu. *** Pagi itu, udara di halaman rumah besar keluarga Bara terasa hangat oleh sinar matahari. Celine berlarian di taman, sementara Indira sibuk menyapu daun-daun yang gugur di sekitar kolam ikan. Sesekali gadis itu tersenyum kecil melihat tingkah Celine yang ceria. “Non, hati-hati nanti jatuh,” ujar Indira lembut sambil menatap gadis kecil itu. Celine tertawa. “Nggak apa-apa, Kak Indi. Nih, lihat!” Ia melompat kecil di atas batu pijakan taman. Dari arah pintu belakang, Mayang datang menghampiri Celine dan Indira. Di belakangnya, seorang pria muda dengan wajah teduh dan pakaian rapi mengikuti langkahnya. “Indira, sini sebentar,” panggil Mayang. Indira buru-buru menghampiri. “Iya, Nyonya?" Mayang menatap ke arah pria di sampingnya. “Kenalin, ini Radit. Papanya Celine, keponakan saya. Dia baru saja pulang dari luar negeri.” Indira spon

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 31. Desahan Apartemen (21+)

    Indira terisak mendengar fakta itu. “Saya... saya cuma makan bareng Mas dokter. Saya menangis bukan karena—"“Aku tahu,” bisik Bara lirih. “Tapi aku tetap tidak suka melihatnya. Bukankah aku sudah peringatkan. Kalau kamu nggak boleh dekat-dekat dengan pria lain. Kalau kamu tidak boleh bersentuhan dengan pria lain.""Saya tidak bersentuhan dengan—"Hmphh...Setelah itu, semua logika seolah hilang. Bara mencium bibirnya dengan kasar, penuh emosi, seolah melampiaskan semua amarah, cemburu, dan kerinduan yang selama ini tertahan. Indira mencoba menolak, tapi lemah.Ciuman itu bukan kelembutan, melainkan ledakan. Bara menghancurkan jarak, menghancurkan batas. Dalam keheningan yang semakin larut, mereka kembali terjebak dalam pusaran yang sama, antara hasrat, kepemilikan dan cinta yang belum pernah diakuinya.Tangan Bara melepaskan pakaian Indira dengan begitu piawai, tanpa melepaskan ciumannya. Terlihat tubuh Indira yang masih putih mulus itu, tampak kurus, tapi pada bagian dua buah sintal

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 30. Budakku!

    Tak kuat menahan keinginan untuk memakan rujak. Indira nekad pergi keluar rumah, meskipun sebelumnya Bara sudah mengingatkan padanya untuk diam di rumah saja hari ini dan beristirahat."Tuan Bara pasti nggak akan perduli, aku istirahat di rumah atau tidak. Lagian aku nggak akan pergi lama-lama," gumamnya.Ia pun mencari tukang rujak pada sore itu dan akhirnya menemukannya. Tukang rujak dipinggir jalan, berjejeran dengan pedagang lain. Ada pedagang martabak yang baru buka, pedagang nasi goreng dan makanan lainnya. Semua terlihat lezat dimata Indira, akan tetapi, yang membuatnya tergoda adalah rujak dari pedagang di sana."Pak, rujaknya dua bungkus ya. Satunya makan di sini, satunya dibawa pulang. Pengen pedes.""Boleh Mbak. Tunggu sebentar ya," kata pedagang itu ramah. Ia pun menunjukkan kepada Indira, satu kursi di sana yang kosong."Duduk dulu di sini, Mbak.""Makasih ya Pak." Indira manut, ia duduk di atas kursi itu. Tatapannya tak lepas dari pedagang yang sedang mengulek bumbu ruja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status