Beranda / Romansa / Desahan di Kamar Pembantu / Bab 3. Kamu wanita semalam?

Share

Bab 3. Kamu wanita semalam?

Penulis: Davian
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 10:54:56

Indira terdiam membeku, mendengar kata-kata perintah dari Bara untuk mengangkat kepalanya. Suara Bara malah membuatnya teringat kejadian semalam. Bahkan rasa sakit karena kegiatan semalam saja, masih belum hilang.

"Aku tidak boleh mengangkat kepalaku," gumam Indira dalam hatinya.

"Kamu tuli?!" Suara Bara terdengar meninggi. Pertanda bahwa perintahnya tak boleh dibantah.

Tuti langsung menyenggol lengan Indira, kemudian berbisik, "Indira, Tuan bicara sama kamu. Cepat lakukan apa yang dia katakan!"

Dengan ragu, Indira mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. Hingga akhirnya sepasang matanya yang berwarna coklat muda itu bertemu dengan sepasang mata berwarna abu-abu milik Bara.

"Siapa namamu?" tanya Bara.

Indira menjawab terbata-bata."Na-nama saya Indira, Tu-tuan."

Terjawab sudah pertanyaan Bara pagi ini, ketika ia mendengar suara Indira. Kilatan ingatan semalam yang samar-samar mulai muncul di kepalanya.

"Tu-tuan, tolong le-lepaskan saya. Saya bukan nyonya Bella. Saya Indira, Tuan. Sa-saya pelayan baru di rumah ini. Tu-tuan salah orang."

"Tuan, saya mohon hentikan!"

Suara-suara yang terngiang di kepalanya, adalah suara wanita semalam yang tidur dengannya. "Jadi dia wanita tadi malam?" Pikirnya dalam hati dengan yakin.

"Kamu mau keluar dari pekerjaan ini, Indira?" tanya Bara yang sedang berusaha mempertahankan sikapnya seperti biasa. Meskipun pikirannya ruwet dan dipenuhi rasa takut, serta rasa bersalah.

"I-iya Tuan."

"Saya akan setuju. Asal kamu ikut saya dulu, mari kita bicara."

"Ta-tapi Tuan, sa-saya—" Belum sempat Indira menyelesaikan ucapannya, Bara sudah lebih dulu melangkah pergi menaiki tangga ke lantai atas. Lelaki itu tidak bicara apa-apa, tapi sikapnya sangat dingin dan tegas.

"Kamu ikuti Tuan. Cepat, Indira!" titah Tuti.

Mau tak mau, dengan terpaksa, Indira mengikuti tuannya yang sudah naik ke lantai atas. Dalam hati ia berdoa, agar tidak terjadi sesuatu kepadanya.

Mereka berdua pun berhenti di dalam ruang kerja Bara. "Tutup pintunya," titah Bara setelah ia duduk di atas kursi yang ada di sana.

"I-iya Tuan." Indira menurut dan menutup pintu ruangan itu dengan perlahan-lahan. Namun, setelahnya, ia malah berdiri di depan pintu dan tidak bergerak.

"Kemari."

"Sa-saya disini saja Tuan.Silakan kalau tuan mau bicara."

"Kamu membantah saya?" Bara mendengus. Kesal sekali dengan wanita dihadapannya ini. "Jangan sampai saya berkata dua kali."

Indira bergerak mendekati Bara dan duduk di kursi yang berhadapan dengan tempat duduk lelaki itu. Kepalanya tetap menunduk.

"Kamu tidak akan bicara apa-apa pada saya?"

Setiap pertanyaan dingin dari pria itu, membuat jantung Indira berdegup kencang.

"Saya hanya ingin keluar dari pekerjaan ini, Tuan. Tidak apa-apa meski tidak dibayar, karena saya juga belum mulai bekerja."

"Kenapa?" tanyanya lagi seraya menatap tajam wanita itu.

"Saya akan cari pekerjaan lain di kampung saya, a-agar saya bisa dekat dengan keluarga saya." Indira berusaha tersenyum dan terlihat baik-baik saja. Namun, matanya tak bisa berbohong.

"Bukan karena kejadian semalam?"

Jantung Indira seperti tercabut dari raganya saat mendengar pertanyaan Bara berikutnya yang membuat dirinya tercengang. Kedua matanya melebar, tangannya gemetaran hebat.

"Tu-tuan ..."

"Kamu wanita semalam yang datang ke kamar saya dan tidur dengan saya, kan?"

Lidah Indira kelu, ia tidak mengira kalau Bara akan menanyakan ini. Bukannya mengelak, Bara terkesan mengakuinya.

"Saya tidak suka bertanya dua kali."

"I-iya Tuan. Saya wanita semalam yang—" Indira tak mampu melanjutkan kata-katanya.

Tangan Bara terkepal usai mendengar jawaban yang tak ingin ia akui itu. Gurat emosi tampak jelas diwajahnya. "Lancang sekali kamu masuk ke kamar saya malam-malam. Kamu sengaja menggoda saya atau bagaimana?"

Mendengar tuduhan itu, Indira langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Itu tidak benar, Tuan. Semalam saya disuruh mbok Tuti untuk menemui Tuan dan memperkenalkan diri. Ta-tapi baru saja saya masuk ke dalam kamar, Tuan langsung menarik saya dan—"

"Jangan dilanjutkan! Saya tahu kamu pasti akan menyalahkan saya."

Bara bangkit dari tempat duduknya, kemudian mengambil sesuatu dari bawah mejanya. Indira tak melihat apa yang diambilnya, karena terhalang oleh meja kerja.

"Ambil ini dan tutup mulut selamanya!"

Prak!

Indira terkejut, kala Bara melempar amplop coklat besar ke hadapannya. Beberapa lembar uang seratus ribuan terlihat keluar dari amplop itu.

"Apa maksud Tuan?" tanya wanita muda itu dengan polosnya.

"Kamu bisa pergi, setelah kamu ambil uang ini, tapi kamu harus tutup mulut. Jangan sampai ada siapapun tahu tentang kejadian semalam. Paham?"

Indira tidak mengambil uang di dalam amplop yang diberikan padanya. Ia malah beranjak dari tempat duduk itu dengan perasaan berkecamuk.

"Tuan tenang saja. Saya akan tutup mulut tentang hal semalam dan saya juga tidak akan menerima uang dari Tuan."

"Tidak usah sok jual mahal. Saya tahu tujuan kamu datang ke kamar saya untuk menggoda saya!" Bara tetap berpikir demikian tentang Indira. Bahwasanya wanita itu sengaja menggodanya. "Dan—kamu pasti mau uang. Sudah saya tebak, bagaimana pikiran orang rendahan seperti kamu," lanjutnya dengan sarkas.

Seketika Indira tercekat, ia menatap Bara dengan kedua matanya yang memerah dan sudah dipenuhi cairan bening. "Terserah apa yang Tuan pikirkan. Ta-tapi saya tidak akan menerima uang itu."

"Saya janji, saya tidak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun juga. Toh, saya juga akan pergi sekarang," kata Indira lagi dengan suara parau yang membuat hati Bara terasa aneh. "Kelak ...saya juga tidak akan meminta pertanggungjawaban pada Tuan."

Setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan, Indira keluar dari ruang kerja Bara. Tanpa mengambil uang sepeserpun yang akan semakin merendahkan harga dirinya. Ia memutuskan untuk melupakan semuanya dan menganggap tidak pernah terjadi apa pun.

Bara juga acuh, ia tidak ada niatan menahan Indira. Biarlah wanita itu pergi, pastinya ia juga tidak akan berani macam-macam. "Jangan pikirkan dia Bara! Jangan pikirkan dia." Bara berusaha mengenyahkan Indira dari pikirannya. Meskipun sebenarnya di lubuk hatinya yang terdalam, ia merasa bersalah, karena sudah mengambil kehormatan Indira. Namun, di sisi hatinya yang lain, ia merasa kalau wanita itu memang sengaja menggodanya.

***

Mentari berganti menjadi rembulan. Hari sudah malam, tapi Indira masih berada di ibu kota. Wanita itu tampak kebingungan.

"Mbok Tuti benar-benar nggak kasih uang sepeserpun buat aku. Padahal aku butuh ongkos buat pulang ke kampung. Mbok Tuti bener-bener marah sama aku. Gimana ini?" gumam Indira gelisah, sambil duduk di halte bus terdekat di sana.

Indira melihat uang di dompet kecilnya yang sisa 20 ribu. "Aku juga belum makan. Laper."

Ia pun memutuskan untuk mencari pedagang disekitar sana terlebih dahulu, guna mengganjal perutnya yang sedari tadi berbunyi. Namun, ditengah perjalanan, di jalanan yang sepi. Ia melihat tiga orang laki-laki mengikutinya dari belakang.

"Siapa mereka?"

Merasakan firasat tidak baik. Indira memutuskan untuk berlari cepat. Benar saja, tiga orang pria itu mengejarnya. "Hey, mau kemana kamu? Berhenti!"

Indira berlari semakin cepat, ia panik dan kepanikan itu malah membuatnya jatuh tersungkur ke jalanan beraspal itu.

"Kamu tidak akan bisa kemana-mana."

"Ayo ikut kami!"

Ketiga pria itu sudah menghadangnya, sebelum ia sempat berdiri, apalagi melarikan diri. Keringat dingin membasahi wajah Indira.

"To-tolong lepaskan saya."

Tiga orang pria itu menarik kasar tangan Indira, menyeretnya pergi. Tak peduli Indira memberontak sekalipun. "TOLONG! TOLONG!"

Teriakan lantang seorang pria sontak saja membuat waktu seakan terhenti.

"LEPASKAN DIA!"

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 7. Harus Tahu Diri

    Tanpa mempedulikan istrinya yang akan mengomel seperti biasa, Bara melangkah pergi dari sana. Ia harus sarapan dan segera ke kantor. Sebelum ke kantor, ia juga harus mengantar Celine ke sekolah."Kenapa Bella tidak minta maaf sama aku? Setelah dia meninggalkanku begitu saja malam itu, tanpa pamit."Lelaki itu rupanya masih kesal, karena teringat pertengkaran mereka terakhir kali. Di mana Bella sangat keras kepala, meski dilarang pergi oleh Bara, wanita itu tetap pergi meninggalkannya."Sial! Kenapa sekarang aku malah ingat kejadian malam itu?" Bara mengumpat, karena ia malah ingat kejadian malam panas bersama pembantu cantik di rumahnya, beberapa hari lalu.Ketika Bara sampai di lantai bawah, ia melihat pemandangan yang kurang menyenangkan dan etis menurutnya. Indira yang sedang duduk di kursi meja makan dan bersampingan dengan Celine. Hal yang tak seharusnya dilakukan pembantu."Apa yang kamu lakukan?"Sontak saja Indira terperanjat melihat sosok Bara sudah ada dibelakangnya. Suara l

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 6. Salah Paham!

    Bara dan Indira terkejut melihat kedatangan seorang wanita cantik berambut panjang dan bertubuh proposional yang menatap mereka dengan sepasang mata birunya membara."Wanita jalang! Beraninya kamu menggoda suamiku!" bentak wanita itu seraya menarik rambut Indira dengan kasar. Sehingga Indira menjauh dari Bara."Aakkh. Tolong lepaskan saya. Sa-sakit..." Indira meringis kesakitan, ketika merasakan tarikan kuat pada rambutnya yang dicepol itu. Seakan-akan rambutnya akan copot dari kepalanya detik itu juga.Cepol rambut Indira lepas dan membuat rambut panjangnya yang berwarna hitam tergerai."Berani ya kamu menggoda suami saya, hah?" sentak Bella emosi, tanpa melepaskan tangannya dari rambut Indira."Nyo-nyonya salah paham. Sa-saya tidak—aaakhh.""Sayang, kamu salah paham." Bara memegang tangan Bella dan berusaha menghentikan istrinya itu.Bella menatapnya tajam. "Salah paham apa? Jelas-jelas kamu pelukan sama dia, Bara! Kamu ada main sama wanita jalang ini, kan?" sungutnya."Lepaskan dia

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 5. Wanita Jalang

    Sontak saja wajah Bara dan Indira memucat, usai mereka mendengar suara yang ada di depan pintu.Mereka lebih terkejut lagi saat melihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan tersebut dan tiba-tiba wanita itu berada di tengah-tengah mereka."Apa sudah mulai ada kabar baik, Bar? Apa mantu mamih sudah mengandung?" tanya Mayang seraya menatap ke arah putranya. Dengan tatapan berbinar-binar yang penuh dengan harapan.Bara buru-buru menepis pertanyaan dari Mayang. Sebelum wanita itu kembali berharap akan datangnya seorang cucu darinya dan Bella. "Tidak Mih. Bukan begitu."Kemudian tatapan Mayang tertuju tajam ke arah Indira. Seorang wanita asing yang sedang bersama dengan putranya, di dalam ruangan yang tertutup."Dan kamu—siapa? Kenapa kamu bisa bersama dengan anak saya di sini?" tanyanya dengan nada yang datar.Sebelum Bara menjawabnya. Indira menjawab lebih dulu pertanyaan dari Mayang. "Sa-saya pembantu baru di rumah ini, Nyonya. Nama saya Indira.""Oh ... jadi kamu pembantu b

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 4. Dua Ratus Juta

    Indira tercekat, ketika ia melihat dengan jelas siapa yang berdiri tak jauh darinya. "Tuan Bara?" gumamnya pelan. Seakan tak percaya kalau ada Bara di sini."Jangan ikut campur, kalau tidak mau babak belur!"Bara tersenyum tipis, ia memandang ketiga pria bertubuh besar itu dengan remeh. Kemudian berkata tanpa rasa takut. "Kalian yang akan babak belur, kalau berurusan dengan saya!""Kamu nantangin kita hah!"Kedua pria itu mendekati Bara dengan emosi, sementara satu pria lainnya masih memegang tangan Indira dengan kuat. Akhirnya terjadi perkelahian yang melibatkan baku hantam di sana. Dengan mudahnya, hanya dengan hitungan detik, Bara berhasil melumpuhkan keduanya. Mereka yang semula menantangnya, kini terkapar di atas aspal dengan ringisan kesakitan yang keluar dari bibir mereka."A-ampun ...jangan pukuli kami lagi.""Sudah cukup, ini sakit sekali," kata pria berkepala plontos itu sambil memegang perutnya yang terasa sakit seperti diremas-remas. Akibat ulah Bara."Saya kan sudah bilan

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 3. Kamu wanita semalam?

    Indira terdiam membeku, mendengar kata-kata perintah dari Bara untuk mengangkat kepalanya. Suara Bara malah membuatnya teringat kejadian semalam. Bahkan rasa sakit karena kegiatan semalam saja, masih belum hilang. "Aku tidak boleh mengangkat kepalaku," gumam Indira dalam hatinya. "Kamu tuli?!" Suara Bara terdengar meninggi. Pertanda bahwa perintahnya tak boleh dibantah. Tuti langsung menyenggol lengan Indira, kemudian berbisik, "Indira, Tuan bicara sama kamu. Cepat lakukan apa yang dia katakan!" Dengan ragu, Indira mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. Hingga akhirnya sepasang matanya yang berwarna coklat muda itu bertemu dengan sepasang mata berwarna abu-abu milik Bara. "Siapa namamu?" tanya Bara. Indira menjawab terbata-bata."Na-nama saya Indira, Tu-tuan." Terjawab sudah pertanyaan Bara pagi ini, ketika ia mendengar suara Indira. Kilatan ingatan semalam yang samar-samar mulai muncul di kepalanya. "Tu-tuan, tolong le-lepaskan saya. Saya bukan nyonya Bella. Saya Indira, Tuan.

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 2. Darah di seprai

    Bara terlelap dalam damai setelah percintaan panasnya dengan Indira. Sementara wanita itu, ia kembali ke kamarnya dengan perasaan hancur. Ia berjalan masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya yang masih memakai pakaian lengkap dengan air yang mengalir."Aku sudah kotor, a-aku kotor, ibu ...," lirih Indira seraya menggaruk-garuk tubuhnya dengan frustasi. "Aku kotor ...""Aku tidak bisa menjaga diriku. Aku gagal menjaganya."Tak pernah Indira duga, di hari pertamanya bekerja, ia harus mengalami kejadian mengerikan ini. Akan tetapi, ia tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Semuanya sudah terjadi.Meski tubuhnya sakit, seperti terasa remuk. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan dosa yang sudah ia lakukan. "Aku harus resign dari sini. Aku nggak bisa bekerja di rumah ini lagi. Aku harus pergi," gumam Indira disela-sela isak tangisnya yang terdengar pilu, menggema di kamar mandi itu."Indira. Kamu kemana? Saya nyariin kamu dari tadi."Indira terkejut, manakala ia mendapati Tuti, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status