Di malam yang hangat, sepasang suami istri tengah berbaring di atas kasur, saling pandang dengan tatapan lembut dan hangat. Tangan besar Dafa mengusap pipi Ayana yang masih terjaga, waktu menunjukkan pukul dua dini hari, Tapi keduanya belum tertidur usai menyelesaikan kegiatan intim pasangan suami istri. "Kenapa nggak tidur?""Mas juga, kenapa nggak merem." tanya Aya balik. "Masih mau memandangi wajah cantik kamu," pipi Aya berubah merah, ia menunduk tidak berani menatap Dafa lagi. Hal itu membuat Dafa tertawa pelan, mencubit pipi Aya gemas. "Tidur yuk, aku serius." mengajak Aya untuk memejamkan matanya, namun saat ingin terpejam Aya menggerakkan tangannya. "Mas dulu, aku mau ke kamar mandi.""Ya udah, gih sana. Aku tunggu," Aya mendelik lalu meringsut kedalam selimut. Tentu saja ia malu, saat ini tubuhnya masih polos usai melakukannya tadi, seolah mengingat sesuatu, Dafa pun tertawa lagi dan kali ini lebih kencang. "Kenapa mesti malu sayang, aku sudah sering lihat." goda Dafa,
"Sayang, please_ besok kamu ikut ya." entah sudah berapa kali Dafa mengatakan hal itu pada Ayana. Pria itu tengah membujuk Istrinya untuk ikut ke acara festival yang di selenggarakan besok malam, dia ingin saat semua orang yang hadir dan mencicipi masakannya, Aya berada di sana menemaninya. sudah berulang kali dia membujuk, namun tetap saja jawabnya, yaitu tidak dengan menggelengkan kepalanya. Dafa menghela napas sejenak memperhatikan Aya, yang tak ingin melihat kearahnya. "Coba lihat aku," pinta Dafa selembut mungkin. "Aku mau ngomong. Sayang, please lihat mata aku," kini giliran Aya yang menarik napas jengkel, mau tidak mau dia menoleh. Dan Dafa cukup terkejut saat melihat mata merah sang istri. "Apa yang buat kamu nggak mau?" Aya memejamkan matanya. "Seharusnya, Mas tau. Tanpa harus aku bilang, Kemarin kita baru bahas, masalah seperti ini,'"Besok acara penting Mas, banyak orang-orang yang hebat-hebat di sana, aku nggak mau bikin malu.""Siapa yang bikin malu," potong Dafa, m
"Bagaimana Dafa, apa kamu sudah menemukan pengganti Jasmine?" tanya kepala chef. "Alhamdulillah, sudah Pak." jawabnya mantap. "Baiklah, kalau gitu saya serahkan semuanya sama kamu, asal jangan buat acara malam ini menjadi kacau.""Baik Pak, InshaAllah. Saya akan beri yang terbaik malam ini, dan sekali lagi saya mau meminta maaf, karena saya sudah membuat keputusan mendadak," Dafa sedikit membungkuk sopan. Ia sangat tidak enak kepada kepala chef yang sudah mempercayainya, namun dirinya justru membuat beliau kecewa. Kepala chef yang di ketahui bernama Pak Hermawan itu, menarik napas beratnya. "Tadinya saya cukup kecewa dan terkejut, karena kamu memberhentikan Jasmine secara mendadak, Tapi. setelah saya tau alasannya, saya bisa mengerti. Namun saya harap lain kali kamu harus bisa lebih profesional, singkirkan dulu masalah pribadi, sesulit apapun." nasehat Pak Hermawan.Dafa meringis pelan, ia sungkan terhadap seniornya tersebut. Benar, seharusnya dirinya bisa profesional. Tapi siapa y
"Selamat ya Mas, kamu memang pantas mendapatkan ini, karena kamu memang. Chef terbaik, " puji Aya tulus, saat Dafa memberitahu jika dirinya menjadi Chef terbaik di acara festival itu. "Terima kasih, sayang. Ini aku persembahin buat kamu, Karena kamu. Aku bisa mendapatkan penghargaan ini,""Kok aku Mas?" Aya bertanya kebingungan. "Kamu adalah semangat aku, Kamu juga yang selalu dukung aku,"Ayana mengulas senyum manis, menggengam tangan Dafa. "Sudah menjadi kewajiban, seorang istri. Memberi dukungan untuk suaminya, Mas." ucap Aya menggunakan bahasa isyarat dengan satu tangan. "Aku bangga, punya suami sepertimu. Mas. Begitu pun, orang tua Mas di Indonesia, aku yakin Bapak paling bangga."Benar juga, akhirnya dia bisa membuktikan jika pilihannya untuk menjadi juru masak tidak salah, yang terpenting baginya. Ia bisa membanggakan mendiang Ibunya di sana, itu adalah salah satu impiannya juga yang sangat ia ingin lakukan. "Iya sayang, aku bisa buktikan. Kalau pilihan aku nggak salah,"
Dafa sudah tidak bisa lagi, menolak permintaan Aya untuk pulang ke Indonesia, setelah menghabiskan waktu selama seminggu. Ayana sudah merengek meminta segera pulang, wanita itu sudah tidak betah dan juga sudah sangat rindu negaranya sendiri. Hidup di negara orang, sungguh menyiksa dirinya. Dan saat ini keduanya baru mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta. Jantung Dafa berdetak cukup kencang ketika mereka menuju pulang ke apartemen miliknya, rencana untuk pindah rumah usai pulang dari Inggris, batal. Lantaran pembangunannya belum selesai. Di kerena kan kendala, dari pihak properti. Dafa hanya khawatir, ketika sampai di apartemen, ternyata ada Rama yang sedang berada di sana, Dafa menarik napas berpikir sejenak, seharusnya dia tak boleh tkut dan khawatir, ia tak boleh menjadi pria lemah dan pengecutyang tak bisa melindungi istrinya. Dafa harus bisa menjaga Aya apapun yang terjadi nanti. Ternyata bukan hanya Dafa yang berdebar hatinya, Aya pun tak kalah tegang. Dia belu
Hari ini, Dafa sengaja membawa Aya ke tempat restorannya, pukul setengah tujuh ia sudah keluar dari apartemen. Mencegah Aya bertemu dengan Rama, tiba di restoran Dafa menggandeng istrinya ke arah dapur. "Selamat pagi_" sapa Dafa sedikit berteriak. Semua karyawan tersebut menoleh, seketika berdiri tegak memberi hormat pada atasannya. "Selamat Pagi. Pak Dafa," kompak mereka menjawab. "Selamat ya Pak, bisa mendapatkan penghargaan, Pak Dafa memang chef terbaik." ucap Yeni salah satu karyawannya. "Terima kasih, ini juga berkat doa dan dukungan dari kalian,""Baiklah, untuk merayakannya. Saya berniat untuk membuka restoran hari ini, setengah hari saja. setelah itu, kalian boleh pulang. Karena besok saya ingin mengajak kalian liburan ke pulau seribu, satu hari full di sana." "Jadi pagi ini, kalian harus semangat bekerja hingga siang nanti, Oke. SEMANGAT!!" Dafa sedikit berteriak sambil bertepuk tangan, memberi semangat pada seluruh karyawannya. Tentu mereka senang, mereka bergegas me
Memastikan Rama sudah pergi, Dafa mendorong pelan tubuhnya, sedikit menunduk memastikan kondisi sang istri. "Dia sudah pergi, sayang. Kamu nggak apa-apa kan?" Masih sedikit bergetar, Aya menganggukkan kepalanya. "Mau masuk sekarang, atau nanti." tanya Dafa lagi. Ayana melihat kondisi luar yang sudah sepi. "Kemana perginya dia Mas?" tanya balik Aya. "Nggak tau, tapi dia pergi naik mobilnya.""Kalau gitu, kita masuk aja." putus Aya yang mengajak Dafa masuk ke apartemen. Dafa menurut, ia turun lebih dulu dari mobilnya lalu mengintari mobil tersebut untuk membukakan pintu Aya. Sepanjang perjalanan naik ke lantai atas, Aya tak melepaskan diri dari pelukan Dafa, perempuan itu terus menempel. Ia takut tiba tiba muncul Rama di depannya. Barulah, saat sudah masuk kedalam apartemen, Aya bisa bernapas lega. Dafa mengambilkan air mineral untuk Aya. "Di minum, biar tenang." Aya tak membantah perintah Dafa. Ia segera meneguk air mineralnya hingga sisa setengah. "Maaf Mas," ucap Aya dengan
"Saya dan seluruh teman-teman, mau ngucapin terima kasih, Pak. karena Bapak mau mengajak kami liburan bersama," ujar salah satu karyawan Dafa. Mereka sudah selesai menghabiskan waktu di pantai, dan saatnya kembali, kerumah. "Sama-sama, Maaf. Saya ngajak liburannya masih di kota Jakarta aja, tapi kalau kalian kerjanya lebih semangat lagi, dan restoran ataupun cafe kita semakin maju.""InshaAllah, kita akan liburan ke luar kota, bagaimana? setuju?" semua karyawan saling bisik dengan wajah berbinar. "Tentu Pak, kita akan jauh lebih semangat,""Tapi, Pak Maaf. Kalau boleh bertanya? apakah liburan kali ini, gaji kita di potong?" interupsi salah satu dari mereka. "Soalnya, tanggungan kita masih banyak Pak. Hehe_" cengir karyawan yang bernama Bagus. Dafa mengulum senyum, begitu pun Aya di sampingnya, wanita itu ikut tersenyum geli. "Kalian nggak usah khawatir, ini semua saya yang nanggung. Gaji kalian utuh tanpa di potong.""Alhamdulillah_" ucap syukur beberapa karyawan Dafa sambil meng