Share

Bab 8.

"Assalamu'alaikum," salam Rama ketika masuk kedalam rumahnya.

Semua penghuni rumah orang tua Rama menoleh kearahnya, Bu Sarah tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang. "Ya ampun Aya, Mama kangen sama kamu nak. Apa kabar?" Aya tersenyum canggung lalu menyalami tangan sang mertua.

"Alhamdulillah baik Ma," tulis Aya di buku kecilnya.

"Tapi kok. Mama lihat kamu kurusan sayang? Muka kamu juga pucat?"

"Itu Ma, dia memang lagi kurang enak badan. Tadinya aku minta dia istirahat aja tapi dianya nggak mau." jawab Rama memotong ucapan Mamanya, dia takut Mamanya akan curiga.

"Jadi kamu lagi nggak enak badan? Kalau badan kamu kurang fit. Aturan nggak usah ikut nggak apa-apa nak, ini cuma acara keluarga yang kumpul setiap bulan." Bu Sarah terlihat sekali jika khawatir pada menantunya.

"Tuh kan sayang, apa aku bilang. Tadi aku bilang apa? Nggak usah ikut." ucap Rama lembut memberi senyuman manis pada wanita itu.

Bu Sarah mengulum senyum senang melihat anaknya yang sudah mulai menerima Aya, ia sangat senang anaknya bisa berubah. Semoga saja mereka tetap bisa bahagia selamanya.

Aya tersenyum namun hatinya sakit dan perih, sebab suaminya seperti ini hanya di depan keluarganya, jika di rumah akan berbeda lagi, menjadi suami kejam tak punya hati.

Bu sarah segera mengajak Aya bergabung dengan keluarga besar Baskara. Ketika melihat kedatangan Rama dan juga istrinya, cukup banyak yang menatap Aya sebelah mata, Karena sebagian dari mereka baru mengetahui jika Aya adalah gadis bisu.

Waktu Rama melakukan ijab qobul. Tidak semua keluarganya hadir. Maka dari itu setelah tau, mereka seolah memandang Aya berbeda dan juga mencemoh. "Kok kamu mau nikah sama cewek itu sih Ram." bisik salah satu tantenya.

"Iya gimana Tan. Papa maksa," jawab Rama menatap sengit pada istrinya yang sedang menunduk.

"Istri model, gitu kamu nikahin Ram," Aya meremas tangannya mendengar hinaan dari salah satu Tante dari suaminya.

"Ayo kita mulai makan, ngobrolnya di lanjut nanti." seru Bu Sarah yang tidak mengetahui jika sang mantu di hina oleh keluarganya sendiri.

"Kamu mau apa sayang?" akting Rama di depan kedua orang tuanya.

Beberapa anggota keluarganya yang tau jika Rama hanya berakting, menahan senyum. Terlihat sekali jika Rama jago membohongi keluarganya.

Aya menolak saat Rama mulai mengambilkan makan untuknya, namun tatapan membunuh dari Rama membuatnya tak berkutik. Akhirnya ia menurut dan menerima piring yang di berikan Rama untuknya.

"Makan yang banyak ya sayang," Aya mengangguk saja menanggapi ucapan mertuanya.

Rama mengajak Aya bergabung dengan keluarganya ketika sudah selesai makan malam lalu berkumpul bersama, Mereka sedang mengobrol di dekat kolam renang. Aya hanya diam menunduk, tidak ada yang mengajaknya bicara. Mereka semua seolah menganggap dirinya tak ada. Hanya Bu Sarah dan Pak Suryo selalu mengajaknya bicara duluan.

Mereka berdua begitu lembut padanya, memperlakukannya seperti anak sendiri. Bosan tidak tau ingin apa, Aya berjalan mengambil minum, namun saat berbalik hal mengejutkan terjadi.

Prang!

"Ya Ampun! Bajuku!" pekik Tante yang bernama Vina.

Aya membulatkan matanya ketika ia tidak sengaja menubruk tubuh Tante Vina adek dari Pak Suryo yang kurang suka dengannya.

Tante Vina menatap tajam pada Aya. "Kamu sengaja ya! Numpahin minuman ini di baju saya!" Aya menggeleng kuat.

"Kenapa ini?" tanya Pak Suryo muncul dari dalam rumah bersama Bu Sarah.

"Ini Mas, menantumu tumpahin minuman ini ke baju aku!" adunya.

"Nggak Pa, Aya nggak sengaja." ujar Aya menggunakan bahasa isyaratnya.

Pak Suryo mencoba mengerti ucapan Menantunya itu. "Udalah Vin, nggak apa-apa. Aya pasti nggak sengaja."

Tante Vina mendelik kepada kakaknya. "Mas nggak tau? Ini baju hadiah dari suami aku. Tapi gara-gara dia baju aku jadi kotor!" tunjuk Tante Vina ke wajah Aya.

"Udah Tante, maafin istri aku. Nanti aku ganti," ujar Rama yang dari tadi hanya diam.

"Aku pulang aja Pa. Mungkin Aya lagi kurang enak badan makanya dia nggak sengaja numpahin minuman itu." Pak Suryo menatap anak dan menantunya bergantian.

"Iya udah, bawa Aya pulang biar istirahat."

"Kenapa nggak istirahat di sini aja Ram." usul Bu Sarah.

"Nggak usah Ma, biar di apartemen aku aja." Bu Sarah mengangguk setuju saja.

Rama menggenggam. Tidak. Lebih tepatnya meremas tangan Aya kuat hingga wanita itu meringis menahan sakit.

***

Di perjalanan pulang hening, Rama juga membawa mobil cukup kencang. Membuat Aya menutup matanya rapat-rapat. "Lo benar-benar bikin malu gue! Gue udah bilang jaga sikap! Tapi lo malah buat gue rugi karena harus ganti gaun Tante Vina yang harganya jutaan." sungut Rama.

"Lo memang istri nggak guna! Bisanya nyusahin doang!"

"Maaf Mas, aku benar-benar nggak sengaja!"  

"Udah gue bilang! Lo ngomong apa juga gue nggak ngerti! Dasar bego!" makinya.

Aya mengerutkan kening ketika Rama menghentikan mobilnya tiba-tiba/ Pria itu turun memutari mobil lalu membuka pintu mobil. "Turun!" bentak Rama sambil menarik kasar tubuh Aya agar keluar dari mobilnya.

Aya menolak ia masih berusaha bertahan di dalam mobil tersebut. "Turun!" bentak Rama lebih kencang bersamaan dengan tarikan sangat kuat hingga Aya tersungkur di aspal.

Wanita itu memeluk kaki Rama, memohon untuk tidak meninggalkannya di tempat sepi. "Lepas?" sentaknya terlepas dari wanita itu.

Aya yang sudah menangis menyusul Rama ketika sudah masuk kedalam mobil. Saat ia ingin membuka pintu bagian penumpang. Mobil sudah melesat pergi meninggalkannya sendiri Aya menangis tersedu menatap mobil sport milik Rama kian menjauh.

Melihat kondisi sepi membuat Aya sangat takut, ia memeluk lengannya yang terasa dingin karena dia sedang menggunakan pakaian tidak berlengan.

Aya bingung harus bagaimana, ingin pulang ke apartemen namun tidak punya uang jika harus menggunakan kendaraan umum.

Duduk menekuk lutut sambil terisak di lakukan Aya sekarang, tidak habis pikir Rama begitu tega meninggalkannya sendiri di tempat seperti ini hanya karena marah atas kejadian tadi.

Aya mendengar ada suara motor berhenti didepannya. "Aya," wanita itu mendongak ketika orang itu memanggilnya.

Ia masih diam karena pria itu menggunakan helm full facenya dia tidak mengetahui siapa orang itu. Aya memandang orang itu takut-takut.

"Nggak usah takut ini aku Dafa," katanya sambil membuka helmnya.

Senyum terbit di bibir cantik Aya, segera ia berdiri menghampiri Dafa. "Kenapa kamu di sini? Mana suami kamu?" tanya Dafa sambil celingukan mencari keberadaan Rama.

Aya diam sambil meremas tangannya. "Jangan-jangan suami kamu ninggalin kamu di sini?" lagi Aya diam menunduk.

"Kurang ajar! Suami kamu benar-benar keterlaluan!" garam Dafa. Meskipun Aya diam, namun ia tau arti diamnya seorang Ayana.

"Naik, kita pulang bareng." sebelum Aya naik. Pria itu melepas jaket kulitnya.

"Pakai, biar nggak dingin." suruh Dafa ketika menyodorkan jaketnya.

Aya menatap jaket dan Dafa ragu, namun Dafa tengah tersenyum sambil mengangguk sekali untuk dia mau menerima jaket itu. "Aku tau kamu lagi kedinginan, muka kamu juga masih pucat, pasti belum terlalu sembuh kan?" Aya mengangguk sekali. Lalu menerima jaket itu dan memakainya.

Naik di motor sport milik Dafa membuat Aya kesulitan. "Pegang pundak aku," suruh Dafa ketika tau Aya kesulitan untuk naik di motornya, Aya menurut ia memegang pundak pria itu dan mulai menaiki motor Dafa.

Merasa sudah aman, Dafa mulai menjalankan motornya dengan pelan, Aya sudah memberitahunya jika dirinya memiliki sebuah trauma di masa lalu, dia tidak bisa jika naik mobil atau motor dengan laju yang begitu kencang.

Wanita itu memegang kaos navy Dafa ketika motor sudah berjalan, ia merasa canggung jika harus memeluk pinggang pria itu.

Tanpa sadar Aya tersenyum, Dafa selalu bisa membuatnya kembali tenang dan merasa nyaman. Pria di depannya ini selalu tau apa yang dia mau.

Sangat berbeda dengan suamiknya yang tak pernah membuatnya tersenyum dan mengerti dengan dirinya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status