"Assalamu'alaikum," salam Rama ketika masuk kedalam rumahnya.
Semua penghuni rumah orang tua Rama menoleh kearahnya, Bu Sarah tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang. "Ya ampun Aya, Mama kangen sama kamu nak. Apa kabar?" Aya tersenyum canggung lalu menyalami tangan sang mertua.
"Alhamdulillah baik Ma," tulis Aya di buku kecilnya.
"Tapi kok. Mama lihat kamu kurusan sayang? Muka kamu juga pucat?"
"Itu Ma, dia memang lagi kurang enak badan. Tadinya aku minta dia istirahat aja tapi dianya nggak mau." jawab Rama memotong ucapan Mamanya, dia takut Mamanya akan curiga.
"Jadi kamu lagi nggak enak badan? Kalau badan kamu kurang fit. Aturan nggak usah ikut nggak apa-apa nak, ini cuma acara keluarga yang kumpul setiap bulan." Bu Sarah terlihat sekali jika khawatir pada menantunya.
"Tuh kan sayang, apa aku bilang. Tadi aku bilang apa? Nggak usah ikut." ucap Rama lembut memberi senyuman manis pada wanita itu.
Bu Sarah mengulum senyum senang melihat anaknya yang sudah mulai menerima Aya, ia sangat senang anaknya bisa berubah. Semoga saja mereka tetap bisa bahagia selamanya.
Aya tersenyum namun hatinya sakit dan perih, sebab suaminya seperti ini hanya di depan keluarganya, jika di rumah akan berbeda lagi, menjadi suami kejam tak punya hati.
Bu sarah segera mengajak Aya bergabung dengan keluarga besar Baskara. Ketika melihat kedatangan Rama dan juga istrinya, cukup banyak yang menatap Aya sebelah mata, Karena sebagian dari mereka baru mengetahui jika Aya adalah gadis bisu.
Waktu Rama melakukan ijab qobul. Tidak semua keluarganya hadir. Maka dari itu setelah tau, mereka seolah memandang Aya berbeda dan juga mencemoh. "Kok kamu mau nikah sama cewek itu sih Ram." bisik salah satu tantenya.
"Iya gimana Tan. Papa maksa," jawab Rama menatap sengit pada istrinya yang sedang menunduk.
"Istri model, gitu kamu nikahin Ram," Aya meremas tangannya mendengar hinaan dari salah satu Tante dari suaminya.
"Ayo kita mulai makan, ngobrolnya di lanjut nanti." seru Bu Sarah yang tidak mengetahui jika sang mantu di hina oleh keluarganya sendiri.
"Kamu mau apa sayang?" akting Rama di depan kedua orang tuanya.
Beberapa anggota keluarganya yang tau jika Rama hanya berakting, menahan senyum. Terlihat sekali jika Rama jago membohongi keluarganya.
Aya menolak saat Rama mulai mengambilkan makan untuknya, namun tatapan membunuh dari Rama membuatnya tak berkutik. Akhirnya ia menurut dan menerima piring yang di berikan Rama untuknya.
"Makan yang banyak ya sayang," Aya mengangguk saja menanggapi ucapan mertuanya.
Rama mengajak Aya bergabung dengan keluarganya ketika sudah selesai makan malam lalu berkumpul bersama, Mereka sedang mengobrol di dekat kolam renang. Aya hanya diam menunduk, tidak ada yang mengajaknya bicara. Mereka semua seolah menganggap dirinya tak ada. Hanya Bu Sarah dan Pak Suryo selalu mengajaknya bicara duluan.
Mereka berdua begitu lembut padanya, memperlakukannya seperti anak sendiri. Bosan tidak tau ingin apa, Aya berjalan mengambil minum, namun saat berbalik hal mengejutkan terjadi.
Prang!
"Ya Ampun! Bajuku!" pekik Tante yang bernama Vina.
Aya membulatkan matanya ketika ia tidak sengaja menubruk tubuh Tante Vina adek dari Pak Suryo yang kurang suka dengannya.
Tante Vina menatap tajam pada Aya. "Kamu sengaja ya! Numpahin minuman ini di baju saya!" Aya menggeleng kuat.
"Kenapa ini?" tanya Pak Suryo muncul dari dalam rumah bersama Bu Sarah.
"Ini Mas, menantumu tumpahin minuman ini ke baju aku!" adunya.
"Nggak Pa, Aya nggak sengaja." ujar Aya menggunakan bahasa isyaratnya.
Pak Suryo mencoba mengerti ucapan Menantunya itu. "Udalah Vin, nggak apa-apa. Aya pasti nggak sengaja."
Tante Vina mendelik kepada kakaknya. "Mas nggak tau? Ini baju hadiah dari suami aku. Tapi gara-gara dia baju aku jadi kotor!" tunjuk Tante Vina ke wajah Aya.
"Udah Tante, maafin istri aku. Nanti aku ganti," ujar Rama yang dari tadi hanya diam.
"Aku pulang aja Pa. Mungkin Aya lagi kurang enak badan makanya dia nggak sengaja numpahin minuman itu." Pak Suryo menatap anak dan menantunya bergantian.
"Iya udah, bawa Aya pulang biar istirahat."
"Kenapa nggak istirahat di sini aja Ram." usul Bu Sarah.
"Nggak usah Ma, biar di apartemen aku aja." Bu Sarah mengangguk setuju saja.
Rama menggenggam. Tidak. Lebih tepatnya meremas tangan Aya kuat hingga wanita itu meringis menahan sakit.
***
Di perjalanan pulang hening, Rama juga membawa mobil cukup kencang. Membuat Aya menutup matanya rapat-rapat. "Lo benar-benar bikin malu gue! Gue udah bilang jaga sikap! Tapi lo malah buat gue rugi karena harus ganti gaun Tante Vina yang harganya jutaan." sungut Rama.
"Lo memang istri nggak guna! Bisanya nyusahin doang!"
"Maaf Mas, aku benar-benar nggak sengaja!"
"Udah gue bilang! Lo ngomong apa juga gue nggak ngerti! Dasar bego!" makinya.
Aya mengerutkan kening ketika Rama menghentikan mobilnya tiba-tiba/ Pria itu turun memutari mobil lalu membuka pintu mobil. "Turun!" bentak Rama sambil menarik kasar tubuh Aya agar keluar dari mobilnya.
Aya menolak ia masih berusaha bertahan di dalam mobil tersebut. "Turun!" bentak Rama lebih kencang bersamaan dengan tarikan sangat kuat hingga Aya tersungkur di aspal.
Wanita itu memeluk kaki Rama, memohon untuk tidak meninggalkannya di tempat sepi. "Lepas?" sentaknya terlepas dari wanita itu.
Aya yang sudah menangis menyusul Rama ketika sudah masuk kedalam mobil. Saat ia ingin membuka pintu bagian penumpang. Mobil sudah melesat pergi meninggalkannya sendiri Aya menangis tersedu menatap mobil sport milik Rama kian menjauh.
Melihat kondisi sepi membuat Aya sangat takut, ia memeluk lengannya yang terasa dingin karena dia sedang menggunakan pakaian tidak berlengan.
Aya bingung harus bagaimana, ingin pulang ke apartemen namun tidak punya uang jika harus menggunakan kendaraan umum.
Duduk menekuk lutut sambil terisak di lakukan Aya sekarang, tidak habis pikir Rama begitu tega meninggalkannya sendiri di tempat seperti ini hanya karena marah atas kejadian tadi.
Aya mendengar ada suara motor berhenti didepannya. "Aya," wanita itu mendongak ketika orang itu memanggilnya.
Ia masih diam karena pria itu menggunakan helm full facenya dia tidak mengetahui siapa orang itu. Aya memandang orang itu takut-takut.
"Nggak usah takut ini aku Dafa," katanya sambil membuka helmnya.
Senyum terbit di bibir cantik Aya, segera ia berdiri menghampiri Dafa. "Kenapa kamu di sini? Mana suami kamu?" tanya Dafa sambil celingukan mencari keberadaan Rama.
Aya diam sambil meremas tangannya. "Jangan-jangan suami kamu ninggalin kamu di sini?" lagi Aya diam menunduk.
"Kurang ajar! Suami kamu benar-benar keterlaluan!" garam Dafa. Meskipun Aya diam, namun ia tau arti diamnya seorang Ayana.
"Naik, kita pulang bareng." sebelum Aya naik. Pria itu melepas jaket kulitnya.
"Pakai, biar nggak dingin." suruh Dafa ketika menyodorkan jaketnya.
Aya menatap jaket dan Dafa ragu, namun Dafa tengah tersenyum sambil mengangguk sekali untuk dia mau menerima jaket itu. "Aku tau kamu lagi kedinginan, muka kamu juga masih pucat, pasti belum terlalu sembuh kan?" Aya mengangguk sekali. Lalu menerima jaket itu dan memakainya.
Naik di motor sport milik Dafa membuat Aya kesulitan. "Pegang pundak aku," suruh Dafa ketika tau Aya kesulitan untuk naik di motornya, Aya menurut ia memegang pundak pria itu dan mulai menaiki motor Dafa.
Merasa sudah aman, Dafa mulai menjalankan motornya dengan pelan, Aya sudah memberitahunya jika dirinya memiliki sebuah trauma di masa lalu, dia tidak bisa jika naik mobil atau motor dengan laju yang begitu kencang.
Wanita itu memegang kaos navy Dafa ketika motor sudah berjalan, ia merasa canggung jika harus memeluk pinggang pria itu.
Tanpa sadar Aya tersenyum, Dafa selalu bisa membuatnya kembali tenang dan merasa nyaman. Pria di depannya ini selalu tau apa yang dia mau.
Sangat berbeda dengan suamiknya yang tak pernah membuatnya tersenyum dan mengerti dengan dirinya.
***
Karena hari belum terlalu larut, Dafa mengajak Aya terlebih dahulu ke suatu tempat. Di dekat taman kota, ada penjual yang berderetan menjajahkan jualannya.Dafa memilih mengajak Aya mencicipi minuman khas jawa tengah. "Gimana suka?" tanya Dafa saat mengajak Aya membeli minuman hangat.Aya mengangguk sambil terus menyendok wedang ronde yang baru pertama kali gadis itu minum."Sangat enak, aku baru pertama kali mencobanya, ternyata enak." Dafa terkekeh pelan sambil mengacak rambut gadis itu.Aya terdiam dengan detak jantung yang berpacu kuat, setiap Dafa melakukan kontak fisik hatinya selalu berdebar, lebih berdebar ketika ia bersama suaminya."Kamu belum pernah mencoba minuman ini?" tanya Dafa tidak percaya. Aya mengulum senyum sambil menggeleng."Ini minuman khas jawa tengah. Biasanya untuk menghangatkan tubuh. Kalau kondisi tubuh kurang fit pasti enakan badannya, setelah
Pria berkaos merah maroon mengusap keringat di keningnya, sesaat selesai membantu menanam bibit anggrek kedalam pot kecil.Selain membelikan, Dafa juga membantu Aya menanam bibit tersebut, selama membantu gadis itu. Dafa sering memperhatikan Wajah Aya, hari ini wajah cantik gadis itu terlihat berseri, senyum terus terukir dari bibir manis gadis itu.Dafa menarik sudut bibirnya. Ia merasa terlalu pede, bisa saja kan. senyum itu karena suaminya, Ingat. Aya sudah memiliki suami.Pria itu menggeleng kuat, dia tidak boleh terlalu berharap pada Aya, meskipun Rama bukanlah suami yang baik. Namun Dafa juga tidak ingin memanfaatkan keadaan Aya untuk ia dekati.Biarkan perasaan ini dia yang rasa, sejatinya bukan cinta yang salah, namun keadaan yang mengharuskan dirinya mundur dan melupakan cintanya.Dafa tersentak ketika usapan lembut terasa di lengannya. "Ada apa? Kenapa melamun?" tanya A
Tersenyum di balik rasa sedih, itulah yang biasa manusia lakukan. Di depan terlihat baik-baik saja bisa tertawa, tersenyum bahagia.Namun dibalik itu semua mereka tidak tau jika kita sedang bersedih ataupun terluka. Begitu pun yang dilakukan Ayana.Gadis itu tampak baik-baik saja, sering tersenyum menyapa orang-orang yang tinggal di dekat apartemennya.Tapi taukah mereka jika Ayana sedang terluka, Ia merasa hidupnya seperti dulu, kesepian tidak punya teman ataupun saudara.Semenjak kejadian Rama menciumnya tiba-tiba di lift. Pria itu meninggalkannya begitu saja, tanpa mengatakan sesuatu. Suaminya pergi dan sampai saat ini tidak pulang.Aya merasa jika suaminya telah melukai hatinya dengan sangat, Aya juga manusia biasa yang bisa marah. Ia tidak terima dan merasa sakit hati. Setelah Rama menciumnya dengan intens bahkan Rama hampir melakukan hal lebih kepadanya, tiba-tiba per
Dafa tidak bisa fokus saat memerikan hasil kerja karyawannya dengan benar, entah sudah berapa kali pria itu menarik napas panjang sambil memijat keningnya.Yang ada di kepalanya hanya ada satu nama, yaitu Ayana. Semenjak bertemu beberapa jam yang lalu. Perasaannya menjadi gelisah. Dan selalu kepikiran tentang gadis itu."Agh!!" erang Dafa mengacak rambutnya frutasi.Kenapa susah sekali melupakan perempuan yang sama sekali tidak boleh ia pikiran, Dafa akui jika beberapa hari ini ia menghindari Aya, untuk kebaikan dirinya dan juga untuk gadis itu. Dafa tidak ingin semakin dalam menyukai atau bahkan mencintai Aya."Ada apa Mas?" Dafa tersentak baru menyadari jika bukan dirinya saja yang ada di ruangannya saat ini."Tidak ada, Pras tolong kamu selesaikan tugas saya. Nanti kalau sudah selesai kamu taruh di meja. Kepala saya sakit. mau pulang,""Baik Mas, biar saya
"Selamat pagi," sapa pria tampan yang baru saja masuk kekamar inap Aya.Aya yang masih berbaring diatas brankar, terlihat tersenyum membalas ucapan pria itu dengan mengangguk."Apa kamu mencariku?" Aya mengangguk lagi membuat Dafa tersenyum manis."Tadi aku tinggal sebentar untuk pulang, aku sengaja meminta tolong suster untuk menemanimu." Dafa mengalihkan pandangannya kearah suster yang sedari tadi menemani Aya."Makasih ya Sus, maaf saya agak lama," kata Dafa tidak enak."Tidak apa-apa Pak, kalau gitu saya pamit." ujar suster itu dan keluar dari kamar Aya.Setelah suster itu pergi, Dafa mendekati brankar Aya lalu memberikan sebuket bunga kesukaan gadis itu.Bunga tulip berwarna putih membuat Aya tersenyum senang. "Kamu tau aku suka bunga ini?" Dafa mengangguk."Kamu kan pernah kasih tau aku kalau kamu pingin punya t
Indahnya langit senja, dan merdunya suara riak ombak di tepi pantai. Membuat siapa saja merasakan ketenangan hati dan pikiran. Aya gadis berdress putih bermotif bunga dengan jepit rambut berbentuk pita menghiasi rambut indahnya tengah tersenyum menikmati itu semua.Dafa pria yang begitu baik dengannya telah membawanya ke tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama kedua orang tuanya.Rindu yang begitu dalam ia rasakan untuk kedua orang tuanya, sedikit bisa dia obati, Aya berharap mereka disana tidak sedih melihat putrinya harus mengalami hidup yang pelik.Namun ia berjanji setelah ini dia akan menjadi wanita lebih kuat dari sebelumnya. Gadis itu percaya jika rencana tuhan lebih indah dari apa yang kita bayangkan."Senyum terus dari tadi, mikirin apa?" Aya tersentak lalu menoleh kesamping. Melihat senyum manis Dafa membuat pacu jantungnya tiba-tiba tidak tenang.Segera ia menunduk
Dafa segera berlari ke parkiran, berniat mencari Aya yang kemungkinan belum terlalu jauh dari tempat itu.Namun saat ingin mengunakan helmnya Dafa melihat seorang gadis di sebrang jalan tengah bejalan sendirian di dekat halte bus.Dafa berlari dan menyeberangi jalan. "Aya!" panggilnya, tangannya menarik tangan kanan gadis itu untuk menghadap kearahnya.Betapa terkejutnya Dafa ketika melihat Aya pergi dari restorannya sambil menangis. "Aya, kamu tidak apa-apa?" tanya Dafa bernada sangat khawatir.Bukannya menjawab, Aya justru menepis tangan Dafa lalu mundur beberapa langkah. Hal itu membuat pria tersebut mengerutkan kening.Dafa menunggu gadis itu yang sedang menulis sesuatu di ponselnya."Mulai hari ini kita tidak perlu bertemu dan berteman lagi Dafa, sudah cukup selama ini aku menyusahkanmu. Mungkin saatnya aku mandiri dan hidup sendiri seperti dulu lagi. Te
Bugh!Satu pukulan cukup kencang Dafa dapatkan ketika ia baru saja keluar dari apartemennya."Di mana Aya!" bentak orang yang sudah memukulnya.Dafa tersenyum sinis sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Ngapain lo cari dia? Lo sudah bukan siapa-siapanya lagi!" Rama tersenyum miring melipat tangannya di dada."Ternyata dugaan gue benar. Pasti karena lo! Aya ceraiin gue.""Dan karena cewek bisu itu! Gue jadi hidup susah!!" teriaknya.Dafa terlihat tenang, ia perlahan bangun lalu berdiri tepat di hadapan Rama. "Lo punya otak kan. Aya minta cerai itu semua karena lo perlakukan dia dengan kasar! Siapa yang mau dan betah sama suami B*****t kayak lo!""Yang bisanya cuma sakiti istrinya!" ujar Dafa dingin tepat di depan wajah pria yang menatapnya tajam."Kalau hidup lo susah. Anggap ini karma dari tuhan!" se